SUARA PEMBARUAN DAILY, 20 Februari 2006
Rekomendasi DPRP dan MRP ke Wapres, Pemekaran Irjabar
Ditolak
JAKARTA - Senin (20/2) sore ini, pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) menyerahkan keputusan lembaga itu, yang
menolak pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar) kepada Wakil Presiden
(Wapres) Muhammad Jusuf Kalla. MRP dan DPRP belum mau berdiskusi dengan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah pusat diminta mempelajari dulu rekomendasi itu.
Ketua MRP, Agus Alue Alua yang dihubungi di Jakarta tadi pagi mengatakan, MRP
hari ini hanya menyerahkan rekomendasi hasil konsultasi publik yang mereka
lakukan terkait dengan pemekaran Provinsi Irjabar kepada Wapres. Dalam
rekomendasi itu, berdasarkan konsultasi publik kepada masyarakat Irjabar, rakyat
Irjabar menolak pemekaran Provinsi Irjabar. DPRP kemudian menyetujui usulan MRP
tersebut.
Dia mengaku tidak tahu apa yang akan dilakukan pemerintah pusat terkait dengan
rekomendasi tersebut. Agus menegaskan, kalau pemerintah pusat tetap
memaksakan kehendaknya untuk memekarkan Papua, dia angkat tangan. Dan dalam
pertemuan sore ini, pihak MRP belum mau berdiskusi dengan pemerintah pusat.
Mereka baru mau berdiskusi, satu atau dua minggu setelah pemerintah pusat
mempelajari rekomendasi itu.
"Kami tidak tahu mereka (pemerintah pusat) mau buat apa. Kita hanya mau serahkan
hasil keputusan kita. Bukan untuk diskusi. Satu minggu kemudian atau dua minggu
kita baru mau dipanggil lagi untuk diskusi, tapi tergantung pemerintah pusat. Tetapi
kalau mereka tetap mau pemekaran ya kita angkat tangan," tegas Agus.
Dari kantor Wapres dilaporkan, Wapres sore ini memang membahas masalah
keberadaan Provinsi Irjabar. Tetapi belum pasti apakah pertemuan itu bersifat internal
atau terbuka untuk publik.
Secara terpisah Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol)
Departemen Dalam Negeri, Sudarsono Hardjosoekarto yang menangani masalah
Papua dan Irjabar menegaskan, pemerintah akan mempelajari secara intensif dan
serius rekomendasi MRP dan DPRP tersebut bersama Presiden dan Wapres.
Seperti apa keputusan pemerintah kemudian sangat tergantung hasil pembicaraan
dengan Presiden dan Wakil Presiden. Tetapi dia belum tahu kapan pembicaraan
bersama Presiden dan Wapres itu akan dilakukan.
Minggu lalu, Menteri Dalam Negeri, M Ma'ruf berjanji bahwa hari ini (20/2) adalah
batas akhir pemerintah daerah Papua menyampaikan usulan payung hukum
penguatan Irjabar sebagai provinsi kepada pemerintah pusat. Supaya kalau payung
hukum Provinsi Irjabar berdasarkan UU No 21/2001 sudah diterbitkan, Irjabar bisa
menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada). Tetapi ternyata MRP dan
DPRP - berdasarkan keinginan masyarakat Irjabar - justru menolak Irjabar sebagai
sebuah provinsi.
Disarankan
Sementara itu Ketua Forum Komunikasi Intelektual Sorong Selatan (FKISS), Julian
Kelly Kambu mengatakan, FKISS mendukung rekomendasi DPRP. "Kami berharap
agar semua masalah pembangunan di Papua tidak didominasi pertimbangan politis
karena kita akan berkelahi dari waktu ke waktu. Kita harus mengutamakan aturan
ketimbang muatan politis," katanya.
Bila penyelesaian Irjabar tidak dilaksanakan dalam bingkai Otsus, Kambu
menyarankan, Irjabar dijadikan daerah khusus atau istimewa di Papua, yang
kemudian akan disepakati bersama-sama batas administrasinya oleh DPRP, MRP,
pemprov Irjabar dan seluruh wilayah yang ada di kepala burung mengacu pada UU
Otsus.
"Pemerintah Pusat segera membuka dialog nasional bersama seluruh komponen
masyarakat Papua untuk membicarakan berbagai produk hukum dan aturan di
Papua, yang saling tumpang tindih dan bertabrakan pasca pemekaran provinsi kedua
di Tanah Papua," katanya.
Secara terpisah, dalam sidang paripurna khusus pekan lalu yang dihadiri 35 anggota
dan dipimpin Wakil Ketua I DPRP, Komarudin Watubun mengeluarkan keputusan No:
05/DPRP/2006 tertanggal 17 Februari 2006. Sebelum sidang paripurna ditutup,
Watubun menyerahkan ke-putusan ini kepada Pejabat Gubernur Provinsi Papua,
Sodjuangan Situmorang.
Keputusan DPRP adalah Pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi Irjabar atau
nama lain, belum saatnya dilakukan. Pemekaran harus berdasarkan Pasal 76 UU No
21/2001. Bila pemerintah pusat memekarkan Provinsi Irjabar atau yang lain diluar UU
Otsus, DPRP akan menggelar rapat paripurna untuk mengembalikan UU Otsus.
Situmorang menegaskan, keputusan ini akan disampaikan ke Jakarta. Bersamaan
dengan penyampaian keputusan tersebut, akan dilaksanakan pertemuan antara
Pemerintah Provinsi Papua dengan Irjabar.
Apa pun keputusan DPRP, dalam rangka membantu pemerintah menyelesaikan
payung hukum Irjabar. Keputusan akan disampaikan kepada pemerintah pusat, dan
ini akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah pusat mengenai status Irjabar.
(A-21/ROB/M-11)
Last modified: 20/2/06
|