SUARA PEMBARUAN DAILY, 20 Februari 2006
Kebaktian Syukur di Alam Terbuka
CUACA sedikit mendung ketika tamu berdatangan di Kawasan Salib Putih, Salatiga,
Jawa Tengah, Jumat (17/2) pagi. Dari kejauhan terdengar alunan musik gamelan. Bagi
tamu yang datang dari Jakarta, sungguh tidak biasa, apalagi jika kedatangan ke
tempat itu hendak mengikuti kebaktian syukur.
Namun, begitulah kebaktian syukur atas berkat dan penyertaan Tuhan selama 75
tahun perjalanan Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ). Kebaktian itu diselenggarakan di
alam terbuka. Tiga tenda besar didirikan untuk menampung tamu yang berdatangan
dari berbagai tempat. Satu tenda di tengah, diapit dua tenda yang didirikan di atas
tanah berkontur. Di kiri kanan, sejauh mata memandang hanya tampak teras-teras
tegalan. Kosong, tak ada tanaman, namun di batas masing-masing teras ditanami
kopi, karet, dan jarak.
Karena yang punya hajat GKJ, maka tata ibadah pagi itu dilaksanakan dengan
berbahasa Jawa. Bahkan nyanyian pun disampaikan dalam pucung, pelog pathet
lima, pelog pathet enem. Gamelan jadi pengganti organ ataupun piano. Kelompok
penembang punya fungsi yang sama dengan kelompok paduan suara, sekaligus
bertugas sebagai pemandu. Tugas itu diemban Paguyuban Seni Karawitan Widodo
Laras dari GKJ Purworejo.
Ibadah diawali dengan penyampaian lagu pembuka, Ayak-ayak Prabantara karya Ki
Dulkaeni dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, yang dilanjutkan dengan
Pucung Pandonga Rama Kawula. Itu sama dengan Doa Bapa Kami, namun
dinyanyikan. sangat istimewa, karena diciptakan Kyai Sadrach Suropranoto pada
tahun 1894. Ia juga dikenal sebagai Radin Abbas, salah seorang penginjil pribumi di
tanah Bagelen (Purworejo). Makamnya bisa ditemukan di Butuh, Purworejo.
Ibadah dipimpin oleh Pdt Lukas Eko Sukoco MTh, sementara khotbah disampaikan
oleh Pdt Christian Soetopo DPS. Dalam khotbahnya, Pdt Christian Soetopo lebih
mengajak kepada seluruh pendeta berinstrospeksi dan berotokritik. Pendeta dan
majelis, menjadi kunci kehidupan jemaat. Namun, semua tak akan terlaksana dengan
baik tanpa keyakinan bahwa Tuhan Yesus yang memanggil. Pada kesempatan itu
pula, ia menyerukan segenap pendeta dan majelis untuk hidup benar.
Pemberdayaan
Ibadah pagi itu dilanjutkan dengan acara keliling lingkungan Bumi Salib Putih. Gereja
Kristen Jawa bekerja sama dengan Yayasan Oikumene di Jakarta mengembangkan
kompleks seluas 90 hektare itu, menjadi areal perkebunan, peternakan sapi perah,
dan pembangunan pondok remaja untuk retret.
Bumi Salib Putih yang terletak di Jalan Raya Salatiga - Kopeng Km 4 tersebut
selama ini identik dengan "kemiskinan". Di tempat itu, berdiri panti asuhan dan panti
jompo, yang mau tak mau selalu berkonotasi penggalangan dana. Kini, bertepatan
dengan ulang tahun ke-75 tahun, kawasan Bumi Salib Putih menggubah citranya.
Titus K Kurniadi dari Yayasan Oikumene, menjelaskan pengembangan kawasan itu
bertujuan untuk memberdayakan GKJ sendiri dan, tentu saja masyarakat setempat.
Ia mencontohkan proyek serupa yang sudah berjalan baik, Pondok Remaja Cipayung.
"Masyarakat setempat pun terberdayakan karena merekalah yang memasok bahan
makanan untuk keperluan Pondok Remaja Cipayung," katanya.
Kini, Bumi Salib Putih mulai mengembangkan perkebunan yang diwujudkan dengan
penanaman tanaman karet meliputi areal 10 hektare, juga mengembangkan tanaman
kopi serta menguji coba tanaman bunga matahari. Sambil menunggu pembangunan
pondok remaja selesai, Bumi Salib Putih sejak Desember lalu membuka kawasan
untuk perkemahan remaja. Selain fasilitas berkemah, pengelola sudah menyiapkan
fasilitas penunjang seperti kamar mandi, kamar kecil, dan areal trekking yang
menantang.
Dari puncak perbukitan di kawasan itu, sejauh mata memandang di kejauhan tampak
Rawapening dan hamparan Kota Salatiga. Sungguh tempat yang ideal untuk retret.
Festival Gending
Rangkaian acara ibadah syukur yang diakhiri dengan jamuan makan siang sederhana
itu, seperti disampaikan Pdt Lukas Eko Sukoco, hanya salah satu dari rangkaian
acara ulang tahun ke-75 Sinode GKJ. Rangkaian acara masih akan berlangsung
hingga November mendatang. Salah satu kegiatan menarik yakni Festival Gending
Liturgi akan berlangsung 13 - 14 Mei mendatang.
Kegiatan yang akan dipusatkan di Padepokan Kyai Sadrach Suropranoto di Butuh,
Purworejo itu, baru pertama kali diselenggarakan. Panitia membuka kesempatan bagi
peserta yang mewakili gereja, lembaga Kristen, maupun komunitas tertentu, untuk
mempersiapkan satu gending liturgi untuk disajikan. Gending tersebut bisa berupa
pujian pembukaan, pujian pengakuan dosa, persembahan, lagu pernikahan, dalam
iringan gamelan lengkap ataupun campur sari.
Ucapan Pdt Christian Soetopo memang patut direnungkan. Angka 70 dan 75 paling
sering disebut dalam Kitab Perjanjian Lama. Tentu sangat bermakna. Angka itu yang
kini sedang dimaknai oleh Sinode GKJ. PEMBARUAN/SOTYATI
Last modified: 20/2/06
|