SUARA PEMBARUAN DAILY, 23 Maret 2006
PGI Berikan Catatan terhadap Revisi SKB
JAKARTA - Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dr Andreas
A Yewangoe mengatakan sesungguhnya PGI masih mempunyai beberapa catatan
untuk pemerintah yang segera mengumumkan secara resmi revisi Surat Keputusan
Bersama dua menteri No 1 Tahun 1969 tentang pendirian rumah ibadah.
PGI berharap gedung atau tempat ibadah sementara yang sudah sekian lama
dipergunakan untuk beribadah jangan dihalang-halangi pengunaannya atau sampai
meminta izin bupati.
"Selain itu, kami juga berharap Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang akan
dibentuk di provinsi, kabupaten dan kota madya benar-benar menjalankan fungsinya
dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat dalam memutuskan pendirian
tempat ibadah," ujar AA Yewangoe kepada Pembaruan di Jakarta, Kamis (23/3).
Menurut dia, dalam pendirian tempat ibadah pemerintah atau negara harus
benar-benar menjamin warga negaranya untuk dapat beribadah secara tenang dan
damai sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila. PGI menghargai segala
perbedaan serta argumentasi yang digunakan organisasi keagamaan lainnya dalam
memberikan masukan kepada pemerintah saat revisi dilakukan.
"Saya berharap jangan sampai umat yang beribadah dikriminalisasi atau dianggap
melawan hukum karena beribadah di tempat yang belum berizin.
Saya berharap seluruh pihak mengedepankan amanat UUD 1945 dan Pancasila
dalam bentuk negara kesatuan Indonesia berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Yang berwenang menandatangani adalah pemerintah, kami hanya memberikan
masukan agar hasil revisi tersebut jauh lebih baik bagi terciptanya kerukunan umat
beragama di Indonesia," paparnya.
Seperti diketahui, menteri agama telah melaporkan kepada Presiden mengenai hasil
akhir revisi SKB di Istana Negara, Rabu (22/3) kemarin. Peraturan hasil revisi Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menag dan Mendagri no 1 tahun 1969 yang didapat
wartawan, Rabu, mencantumkan bahwa peraturan itu telah ditandatangani kedua
Menteri tersebut pada Selasa malam (21/3).
Peraturan Bersama Menag dan Mendagri nomor 9 dan 8 tahun 2006 itu berjudul
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) dan Pendirian Rumah Ibadah.
Disebutkan, pendirian rumah ibadah selain harus memenuhi persyaratan administrasi
dan teknis bangunan gedung juga harus memenuhi daftar nama dan KTP pengguna
rumah ibadat dari paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat.
Sedangkan dukungan masyarakat setempat paling sedikit harus mendapatkannya
dari 60 orang yang disahkan oleh Lurah dan Kepala Desa serta memerlukan
rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Depag kabupaten/kota dan rekomendasi
tertulis FKUB kabupaten/kota.
Pendirian rumah ibadah didasarkan pada komposisi jumlah penduduk di wilayah
kelurahan/desa, dan jika tidak terpenuhi, maka pertimbangan komposisi jumlah
penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau Kabupaten/kota atau provinsi.
Disebutkan pula bahwa permohonan pendirian rumah ibadah harus diajukan oleh
panitia pembangunan rumah ibadah kepada bupati/wali kota untuk memperoleh IMB
(Izin Mendirikan Bangunan) rumah ibadat dalam waktu paling lambat 90 hari.
Sedangkan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung diperlukan untuk
memenuhi persyaratan laik fungsi, adanya pemeliharaan kerukunan, ketentraman dan
ketertiban masyarakat dengan rekomendasi lurah/kepala desa, pelaporan tertulis
kepada FKUB kabupaten/ kota dan Kepala Kandepag Kabupaten/Kota. (E-5/A-21)
Last modified: 23/3/06
|