SUARA PEMBARUAN DAILY, 24 April 2006
Eksekusi Mati Tibo Cs Harus Ditunda
Denny Kailimang
uru bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko mengimbau pihak kejaksaan agar
menunda eksekusi tiga terpidana mati kasus Poso III, Fabianus Tibo, Marianus Riwu,
dan Dominggus da Silva. Namun kejaksaan, tampaknya, sudah menunjukkan sikap
tetap akan mengeksekusi mereka.
Gelombang demonstrasi dari berbagai kalangan pun meminta agar eksekusi di
hadapan regu tembak nantinya, ditunda. Berbagai unjuk rasa bahkan mendesak agar
penegak hukum mengusut siapa actor intelektual di balik peristiwa yang amat
mengoyak nilai-nilai kemanusiaan itu.
Sebaliknya, kelompok lainnya meminta agar pelaksanaan hukuman mati terhadap
ketiga terpidana segera dilakukan. Mereka beralasan, putusan hukum itu harus
segera dilaksanakan tanpa perlu dicampuri dengan berbagai pertimbangan non
yuridis.
Memang ada ungkapan, hukum tetap harus ditegakkan kendati langit runtuh. Namun,
pertanyaan yang mendasar adalah, bagaimana bila ketiga terpidana sudah divonis
mati, namun di kemudian hari terungkap fakta-fakta yuridis yang bisa mengubah
putusan badan peradilan sebelumnya.
Ketentuannya sudah jelas, bahwa pengajuan peninjauan kembali (PK) sebagai upaya
hukum luar biasa tidak menunda eksekusi. Namun, dalam kasus Tibo cs yang
dihadapi adalah nyawa manusia.
Bila seorang terpidana sudah dieksekusi mati, apapun hasil dari upaya hukum itu
tidak akan bisa mengembalikan nyawa si terpidana. Tentu berbeda dengan eksekusi
sebuah objek sengketa, misalnya sebuah bangunan. Meski dirobohkan, tapi sebuah
bangunan dapat dirancang dan dibuat kembali, bahkan bisa lebih bagus dari
bangunan sebelumnya.
Djoko Sarwoko yang sehari-hari adalah hakim agung mempunyai penjelasan
mengapa eksekusi atas ketiga terpidana mati itu perlu ditunda. Pertama, untuk lebih
baiknya, agar jaksa lebih aman, sebaiknya eksekusi jangan di-laksanakan sebelum
PK kedua Tibo cs diputus. Karena tidak bisa dibayangkan, seandainya PK kedua ini
bisa diterima tetapi pemohon PK sudah dieksekusi mati.
Kedua, pada prinsipnya hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan dengan
alasan tidak ada undang-undang yang mengaturnya, karena KUHAP (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan UU No 5 tahun 2004 tentang Mahkamah
Agung mengatur bahwa PK hanya boleh satu kali diajukan.
Ketiga, karena tidak bisa menolak, maka prosesnya sesuai dengan permohonan PK.
Contoh, perkara Pilkada Depok, meski untuk sengketa pilkada ditentukan putusan
Pengadilan Tinggi bersifat final, tetapi Mahkamah Agung bisa memeriksa dan
memutus lagi. Hakim harus memeriksa dengan menggunakan prosedur PK.
Kuasa hukum Tibo cs, Petrus Selestinus bahkan mengharapkan kepada MA tidak
sebatas mengimbau saja pihak kejaksaan untuk menunda eksekusi Tibo cs, namun
sebaiknya lembaga peradilan tertinggi itu harus mengeluarkan penetapan.
Pro dan Kontra
Terlepas dari pro dan kontra, bahwa eksekusi mati harus dilaksanakan karena semua
proses hukum telah dilewati, tetapi kenyataan PK kedua Tibo cs, telah diterima dan
diperiksa oleh Pengadilan Negeri Palu dan telah dikirim ke Mahkamah Agung.
PK kedua Tibo cs telah diterima dan diperiksa oleh Pengadilan Negeri Palu
berdasarkan ketentuan Pasal 265 KUHAP, di mana telah ditunjuk hakim guna
memeriksa permohonan PK kedua tersebut, di mana dalam pemeriksaan menurut
Pasal 265 (2) KUHAP, pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan
pendapatnya.
Pasal 265 (3) KUHAP, selanjutnya menyatakan atas pemeriksaan dibuat berita acara
pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera dan
kemudian dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.
Ketua Pengadilan, telah melanjutkan permintaan PK kedua Tibo cs dengan mengirim
Berita Acara Pemeriksaan dan Berita Acara Pendapat yang ditandatangani oleh
Hakim dan Panitera dengan dilampirkan Berkas Perkara Tibo cs ke Mahkamah
Agung di mana tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada jaksa.
Sekarang Mahkamah Agung, telah membentuk majelis hakim yang memeriksa
permohonan PK Kedua Tibo cs. Ada lima hakim agung dipimpin Wakil Ketua MA
bidang Yudisial Mariana Sutadi yang memeriksa permohonan tersebut.
Apakah Kejaksaan harus mengeksekusi mati Tibo cs, sedangkan proses
pemeriksaan permohonan PK kedua Tibo cs telah di Mahkamah Agung dan telah
ditunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa permohonan PK kedua para terpidana itu?
Seharusnya jaksa menunda eksekusi mati Tibo cs sampai ada putusan atas
permohonan PK kedua Tibo cs.
Penundaan eksekusi mati Tibo cs tidak perlu dengan penetapan Mahkamah Agung
karena dalam KUHAP dikenal asas bahwa pengawasan atas pelaksanaan putusan
pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua Pengadilan Negeri. Jadi,
dengan diterimanya permohonan PK kedua Tibo cs, dan dilakukannya pemeriksaan di
Pengadilan Negeri Palu, dan dibuatnya berita acara pemeriksaan dan berita acara
pendapat, adalah sebagai wujud dari asas hakim tidak boleh menolak perkara yang
diajukan.
Tidak adanya peraturan perundangan-undangan mengenai permohonan kedua kali
upaya hukum luar biasa berupa PK, tidak berarti hakim dengan serta merta langsung
menolaknya. Hakim pun, meski menegakkan hukum berdasarkan kitab
undang-undang tapi juga layak menggali nilai-nilai yang hidup dan berkembang di
masyarakat.
Hakim dan badan peradilan bukanlah lembaga yang berdiam di menara gading, tanpa
menghiraukan aspirasi masyarakat berikut nilai-nilai keadilan yang ada di dalamnya.
Dan dengan dilanjutkannya pengiriman berita acara pemeriksaan dan berita acara
pendapat berikut berkas perkara ke Mahkamah Agung, dengan disampaikannya
tembusan surat pengantarnya kepada jaksa, maka jaksa tidak dapat melaksanakan
putusan pengadilan. Karena, ketua Pengadilan Negeri sebagai pengawas telah
memberitahu jaksa bahwa terhadap perkara Tibo cs, ada permohonan PK kedua dan
hasil pemeriksaan dan berita acara pendapat telah dikirim ke Mahkamah Agung, di
mana tembusan disampaikan kepada jaksa.
Dengan adanya pemberitahuan ketua Pengadilan Negeri Palu kepada jaksa sesuai
ketentuan Pasal 265 (4) KUHAP bahwa permintaan PK kedua Tibo cs telah dikirim ke
Mahkamah Agung yang disertai dengan Berita Acara Pemeriksaan dan Berita Acara
Pendapat yang ditandatangani Hakim dan Panitera, maka Jaksa harus tunduk dan
taat atas apa yang diberitahukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Palu selaku
pengawas pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana, oleh karenanya
jaksa harus menunda eksekusi mati Tibo cs, sampai ada pemberitahuan lebih lanjut
dari Ketua Pengadilan Negeri Palu berupa pengiriman salinan surat putusan PK
kedua Tibo cs yang dilaksanakan oleh panitera.
Penulis adalah advokat, tinggal di Jakarta
Last modified: 24/4/06
|