SUARA PEMBARUAN DAILY, 25 April 2006
Penutupan Tempat Ibadah karena Penerapan Tidak Adil
[JAKARTA] Aksi penutupan tiga tempat ibadah di Citereup dan Gunung Putri, Bogor,
karena dituduh melanggar Peraturan Bersama (Perber) Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) dan Menteri Agama (Menag) dinilai karena pelaksanaannya tidak
dilakukan secara adil.
"Harusnya objektif, kalau mau diterapkan pada satu agama, maka pada agama
lainnya juga," kata Permadi, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (FPDIP), Senin (24/4).
Sementara itu, Mendagri M Ma'ruf, Senin, di sela rapat pembahasan Rancangan
Undang-undang Pemerintahan Aceh, mengaku belum mengetahui perihal penutupan
tiga tempat ibadah, yaitu Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Gunung Putri,
Gereja Bethel Indoneisa (GBI) Citereup, dan Gereja Baptis Gunung Putri.
"Saya belum dengar. Nanti saya akan cek dulu. Kita sudah jelaskan pada seluruh
Sekwilda. Kita akan lihat, apakah pemahaman tentang peraturan bersama itu sudah
sampai ke lapisan bawah atau belum. Karena dalam peraturan itu sudah jelas sekali,
kalau ada kasus seperti itu ada mekanismenya, bisa dibicarakan, tidak harus
langsung ditutup," kata Ma'ruf.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dr AA Yewangoe menilai
sekelompok anggota masyarakat di daerah telah salah kaprah menafsirkan Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengenai pendirian tempat
ibadah yang dijadikan alasan mereka untuk melakukan penutupan tempat ibadah.
Padahal, seharusnya Perber melindungi orang untuk beribadah dan jika jadi alat
kekerasan sekelompok orang untuk menghalangi orang beribadah maka harus
dicabut.
"Kami PGI menegaskan dalam masa uji coba dan sosialisasi Perber beberap waktu
lalu kami bilang kalau Perber bisa menolong umat beragama untuk hidup
berdampingan secara rukun maka Perber ini menjadi berkat menjadi bangsa
Indonesia. Akan tetapi kalau dia makin mempersempit gerak anak-anak bangsa ini
untuk melaksanakan ibadahnya, maka dia tidak memenuhi tujuan," ujarnya.
Menurut Yewangoe, sekarang ini di sejumlah daerah memang terdengar ada
sekelompok orang yang segera melakukan penutupan tempat ibadah dengan berdalih
melanggar Perber. "Kami tengah mengumpulkan data dan informasi selengkap
mungkin mengenai hal ini. Jika memang Perber yang baru ini tetap menjadi sumber
konflik diantara umat beragama di Indonesia, sebaiknya dicabut saja," ujarnya.
Sementara itu Idrus Marham, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar (FPG),
menyatakan perlunya mengedapankan nilai kerukunan dalam kehidupan masyarakat.
Dilihat dari perspektif hukum, kata dia, pendirian tempat ibadah tetap harus mengikuti
peraturan yang ditetapkan. "Bila tidak memenuhi persyaratan, tidak bisa. Oleh karena
itu, yang bisa dilakukan adalah dengan mengedepankan negosiasi," ucapnya.
Namun masyarakat tidak seharusnya melakukan eksekusi. "Prosedurnya yang
benar, bila masyarakat mengetahui ada pelanggaran, dilaporkan pada yang
berwenang, yang berhak menindak. Tapi bila prosedur tidak berjalan, baru
masyarakat bertindak Bukan tempat ibadahnya yang ditutup, tapi aparatnya yang
diprotes karena tidak melakukan tindakan. Bukan masyarakat mengeksekusi
sendiri," katanya. Ada dua proses penanganan berbeda yang harus dilakukan,
terhadap aksi penutupan tempat ibadah. [B-14/E-5]
Last modified: 25/4/06
|