The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

SUARA PEMBARUAN DAILY


SUARA PEMBARUAN DAILY, 30 Januari 2006

Pembangunan Tempat Ibadah Terganjal Izin dan IMB

JAKARTA - Pembahasan prasyarat izin pendirian tempat ibadah menemui jalan buntu. Setelah hari Jumat (27/1) dalam pertemuan pembahasan antara pemerintah dan para tokoh agama di salah satu hotel berbintang di Jakarta tidak mencapai kesepakatan. Hari Senin (30/1) dilanjutkan pembahasan mengenai perizinan tempat ibadah tersebut di Kantor Litbang Departemen Agama di Asrama Haji, Pondok Gede.

Persoalan yang mengemuka adalah tentang ketentuan jumlah Kepala Keluarga (KK) yang berhak mengajukan tempat ibadah dan berapa jumlah warga yang berhak dipenuhi karena seputar rumahnya dibangun tempat ibadah. Kalangan MUI mematok angka 90 KK dan 70 warga, sedangkan PGI dan KWI meminta 60 KK dan 40 warga.

Persoalan lain adalah soal izin mendirikan bangunan, apakah jemaah yang saat ini melakukan peribadatan di ruko, mall atau gedung-gedung masih dapat melakukan ibadahnya karena tempat ibadah yang mereka pakai adalah tempat ibadah yang tidak memiliki IMB dengan peruntukan tempat ibadah.

"Saya sangat berharap, hari ini seluruh pihak dengan arif dan bijaksana dapat memformulasikan persoalan perizinan dengan baik sehingga tidak ada lagi persoalan yang mengganjal dalam membangun hubungan kerukunan agama sejati," ujar Sekretaris Umum PGI, Pdt Weinata Sairin kepada Pembaruan di Jakarta, Senin (30/1)

Sedangkan dosen Universitas Islam Negeri (UIN), Syarif Hidayatullah Jakarta dan peneliti Wahid Institut, Rumadi lebih menyoroti pembentukan forum kerukunan umat beragama di tiap daerah yang salah satu fungsinya untuk merekomendasi apakah sebuah tempat ibadah bisa didirikan atau tidak, adalah penyelesaian yang formalistik dan karitatif. Memberikan wewenang kepada forum "formal" yang dibentuk dan difasilitasi pemerintah daerah bisa menjebak masyarakat pada pola penyelesaian problem kehidupan beragama secara karikatif.

Hal demikian akan menjebak masyarakat pada elitisme yang tidak sepenuhnya menggambarkan sikap masyarakat lapisan bawah. Bahkan tidak jarang, forum-forum keagamaan yang difasilitasi pemerintah sekadar menjadi "proyek" yang tidak mempunyai ruh apa-apa.

Revisi SKB No 1/1969 merupakan bagian sangat kecil dari gunung es problem kehidupan beragama. SKB tersebut bukanlah masalah utama karena ada atau tidak adanya SKB kecurigaan dan sikap saling tidak percaya antarpemeluk agama sudah berurat-akar dalam kehidupan umat beragama, terutama Islam-Kristen.

Penutupan rumah yang menjadi tempat ibadah di berbagai daerah beberapa waktu lalu, merupakan salah satu ekspresi dari ketidakpercayaan tersebut. Oleh karena itu, revisi SKB tidak akan banyak gunanya jika problem yang lebih mendasar dari itu tidak diselesaikan. Problem mendasar yang dimaksud adalah menumbuhkan kedewasaan dalam beragama dan menumbuhkan kepercayaan satu atas yang lain. "Meski saya menyetujui adanya regulasi tempat ibadah, ada beberapa hal yang perlu menda-pat perhatian serius," katanya.

Pertama, tambahnya, menyangkut paradigma regulasi. Regulasi tidak boleh sekadar mengatur, tetapi harus punya semangat untuk melindungi semua pemeluk agama.

Salah satu bentuk perlindungan itu adalah pemberian hak kepada pemeluk agama untuk mendirikan tempat ibadah.

Kedua, perlu ada definisi yang jelas tentang "tempat ibadah" yang membawa konsekuensi perlu izin atau tidak. Hal itu penting karena tiap-tiap pemeluk mempunyai ukuran sendiri mengenai tempat ibadah. Ada tempat ibadah yang formal dan resmi seperti masjid, gereja, vihara, katanya.

Namun, tambahnya, ada tempat ibadah yang tidak formal dan tidak tetap, seperti rumah yang dipakai untuk kebaktian dan aktivitas keagamaan lainnya (Kristen) atau rumah yang dijadikan tempat pengajian rutin dengan mengumpulkan massa (Islam).

Hal demikian sering menimbulkan kesalahpahaman di antara pemeluk agama, sehingga perlu dilihat secara jernih. Tempat ibadah jenis pertama memang perlu izin secara khusus, namun tempat ibadah jenis kedua, menurut saya, tidak perlu izin.

Ketiga, tambahnya, pemerintah harus konsekuen menerapkan aturan pendirian tempat ibadah yang tetap dan formal untuk semua pemeluk agama. Hal itu penting karena selama ini muncul kecurigaan, kalangan mayoritas bebas mendirikan tempat ibadah, sementara kalangan minoritas cenderung dipersulit dengan berbagai alasan. Bahkan, kalangan mayoritas bisa "mengontrol" tempat ibadah kalangan minoritas. Sikap konsekuen ini penting untuk menghindari otoritarianisme satu agama atas agama yang lain. (E-5)


Last modified: 30/1/06
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/lokkie2005
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044