The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

SUARA PEMBARUAN DAILY


SUARA PEMBARUAN DAILY, 25 Maret 2006

500 Warga Papua Siap ke Australia

CANBERRA - Sebanyak 500 warga Papua dilaporkan bersiap-siap berangkat ke Australia. Demikian investigasi harian The Age edisi Sabtu (25/3).

Menurut harian yang terbit di Melbourne itu, 200 warga Papua yang berusaha ikut dalam rombongan pertama saat eksodus Januari lalu, juga tergabung dalam 500 warga Papua yang siap berangkat ke Australia.

Dulu mereka gagal berangkat karena perahu yang disediakan terlalu kecil.

Sebagian dari 42 warga Papua yang sudah mendapatkan visa tinggal sementara selama tiga tahun di Australia, mengatakan perjalanan mereka ke Australia direncanakan dua tahun lalu. Langkah itu bagian dari strategi untuk mendapat publikasi internasional, dan dukungan kemerdekaan Papua.

Masih menurut The Age, Edison Waromi, yang disebut-sebut mengatur perjalanan 43 warga Papua ke Australia, mengungkapkan, sebanyak 500 warga Papua sedang bersiap-siap mencari suaka di Australia. Dari jumlah itu, 100 orang adalah mahasiswa, yang saat ini bersembunyi di hutan-hutan, menghindari pengejaran aparat keamanan terkait aksi protes menuntut penutupan PT Freeport Indonesia.

''Mereka sekarang sedang menunggu hasil perjalanan 43 warga Papua. Jika perjuangan mereka mendapatkan suaka diterima, mereka akan menyusul,'' kata Edison Waromi.

Menurut dia, kalaupun TNI Angkatan Laut terus mengawasi setiap kapal yang meninggalkan Merauke, mereka akan mencoba berangkat dari Papua Nugini dengan terlebih dulu menyeberang ke negara tetangga itu.

Sikap Howard

Sementara itu, Perdana Menteri Australia, John Howard, mengaku dapat memahami reaksi Indonesia atas pemberian visa perlindungan sementara terhadap 42 warga Papua! .

Juru bicara PM Howard, Sabtu (25/3), mengatakan, Howard memahami keputusan Indonesia memanggil pulang duta besarnya dari Canberra untuk berkonsultasi. Pemerintah Australia juga menegaskan, tidak pernah mempertanyakan kedaulatan Indonesia atas Papua.

Dia menjelaskan, sebuah laporan yang mengatakan terjadi pembicaraan per telepon antara PM Howard dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (23/3) lalu, tentang warga Papua akan menerima visa, adalah tidak benar. Hal yang sebenarnya terjadi, kata dia, beberapa minggu lalu PM Howard menyampaikan kepada Presiden Yudhoyono bahwa tidak ada perubahan kebijakan dan keputusan pemberian visa berdasarkan kasus-kasus individu di bawah hukum Australia.

Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer juga mengungkapkan, dia telah menjelaskan kepada Menlu Hassan Wirajuda bahwa keputusan itu diberikan berdasarkan kasus-kasus individu.

''Saya tegaskan ke dia (Hassa! n Wirajuda), jika Departemen Imigrasi Australia menolak permintaan suaka, mereka (pencari suaka) bisa meminta bantuan Pengadilan Masalah Pengungsian, bisa juga ke Pengadilan Federal, bisa ke Pengadilan Tinggi, dan proses ini akan berlangsung bertahun-tahun,'' kata Downer seperti dikutip harian Sydney Morning Herald, Sabtu.

Standar Ganda

Pemerintah Indonesia menilai Australia telah menerapkan standar ganda dalam pemberian visa perlindungan sementara kepada 42 warga negara Indonesia (WNI) asal Papua.

''Indonesia menyesalkan sikap Australia lantaran menggunakan standar ganda dalam memberikan visa. Pada banyak kasus sejenis, pemerintah Australia secara keras dan kaku telah menolak permintaan para pencari suaka. Praktik ini sangat berbeda dengan perlakuan terhadap 42 warga Papua,'' tegas juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Yuri Thamrin, di Jakarta, Jumat (24/3).

Yuri mengatakan, keputusan pemberian visa dilakukan sepihak tanpa mendengarkan penjelasan dari Indonesia. ''Sangat sepihak. Indonesia tidak didengar pendapatnya.

Bisa jadi setelah 42 warga Papua itu diberi visa, mereka melakukan kampanye hitam. Ini yang sangat disesalkan. Padahal, 42 warga Papua itu hanyalah mencari perbaikan ekonomi, bukan karena adanya pelanggaran HAM,'' katanya.

Selain itu, Yuri memastikan, pemberian visa kepada 42 warga Papua itu akan mengganggu hubungan bilateral RI-Australia, terutama menyangkut kerja sama penyelesaian masalah imigran ilegal.

''Keputusan ini akan mengganggu atmosfir yang besar pada hubungan kedua negara. Padahal Australia-RI sudah melakukan kerja sama untuk mengatasi illegal migrant antarkedua negara,'' katanya.

Sebagai negara tetangga, lanjut Yuri, Indonesia sudah menghormati kedaulatan Australia. Namun, yang terjadi saat ini RI tidak mungkin mendorong ke! rja sama yang lebih bermanfaat dengan Australia. Dampaknya, kerja sama penyelesaian imigran ilegal bakal terhambat.

Ketika ditanya soal kemungkinan mahasiswa asal Papua juga berusaha mencari suaka, menyusul bentrokan di Abepura, Kamis (16/3), Yuri menjamin, pemerintah sudah sebaik mungkin melindungi warga negaranya. Mereka pun tidak dikejar-kejar dan pemerintah memberikan jaminan keamanan kepada mereka. (L-8/W-12)


Last modified: 25/3/06
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/lokkie2005
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044