Situs Rumah “PenA” Rumah singgah untuk para aktivis Pelayanan Anak |
|
|
|
||
|
||
|
Ruang Khusus Ibu |
Halo,
Selamat Datang di Ruang Khusus Ibu
Diskusi
Buku “The Nurture Assumption” TNA-3 Rumah vs Di Luar Rumah Teori
NURTURE beranggapan bahwa LINGKUNGANlah yg mengambil peran terpenting dalam
kehidupan seseorang, terutama pada masa-masa awal kehidupan seorang anak, dan
secara khusus orang tualah yg "menjabat" peran penting tsb. Jadi,
bagaimana jadinya si anak kelak bila dewasa adalah HASIL dari kerja orang tua
semasa tahun-tahun pembentukan. Bila si anak sukses kelak orang tua
patut bersyukur dan berbangga diri telah menyelesaikan tugasnya dg baik. Bila
si anak gagal dalam hidupnya, maka seolah seluruh pihak "menuding" orang
tua sebagai pihak yg paling bertanggung jawab karena tidak berhasil mendidik
anaknya dg baik. Susyah ya
jadi orang tua :-) Buku
Harris, The Nurture Assumption, menawarkan cara pandang lain bagi para orang
tua. Buat para
ortu yg memiliki anak-anak "sukses" seperti yg diharapkan, jangan
berbangga dulu ... itu bukan karena hasil kerja ortu semasa kecil anak-anak
tsb. Ini adalah pengaruh positif dari GEN yg mereka wariskan pada anak-anak. Buat para
ortu yg memiliki anak-anak "sulit" atau jadinya tidak seperti yg
diharapkan, jangan bersedih dulu ... itu bukan semata tanggung jawab orang
tua, karena ada faktor lain di luar rumah yg lebih berpengaruh. Di cover
depan, Harris menuliskan judul bukunya sbb. The
Nurture Assumption: why children turn out the way they do. Menurut
teori Nurture, mestinya seorang anak bakal "jadi" seperti hasil
didikan yg diperolehnya semasa mereka muda, bukan? Nyatanya dalam banyak hal
dan kasus, hasil akhir seorang anak (saat mereka dewasa) tidaklah sepenuhnya
mencerminkan hasil didikan semasa mudanya, terutama pendidikan yg
diperolehnya di rumah. Coba kita
simak 3 kisah nyata yg dipaparkan si Penulis TNA Pertama, Alkisah
di Massachusetts, ada pasangan Rusia yg memiliki 3 anak tinggal bersama dalam
satu rumah. Kedua ortu saling bicara dalam bahasa Rusia dan mereka
berkomunikasi dg ketiga anaknya juga menggunakan bahasa ibu mereka. Anak-anak
ini, yg berusia 5-9 tahun, terlihat "tidak ada bedanya" dg
anak-anak yg tinggal selingkungan dg mereka, bahasa Inggris mereka selain oke
punya juga ber-aksen Boston-Cambridge seperti layaknya teman-teman sebaya
mereka, penampilan mereka pun benar-benar mencerminkan "American
kids". Padahal kedua ortu mereka kaco banget bahasa Inggrisnya, dan
terasa sekali aksen Rusianya. Nah, bagaimana hal ini bisa terjadi? Pasti ada
pengaruh di LUAR rumah yg ternyata lebih kuat dan memiliki hasil yg
"menetap" dalam diri seorang anak dibanding pengaruh yg
diperolehnya di DALAM rumah. Teman-teman
yg punya pengalaman membesarkan anak kecil di negeri orang mungkin juga
mengalami hal yg sama, bukan :-) Kedua, Harris
mengamati bgmn keluarga bangsawan di Inggris "membesarkan"
anak-anak lelaki mereka. 8 tahun pertama dalam kehidupan anak laki-laki tsb
sebagian besar dihabiskan bersama dg 'nanny' (pengasuh anak), mereka jarang
sekali menghabiskan waktu dg ibu mereka sendiri, apalagi dg si ayah. *cat.:
Makanya waktu mendiang Lady Di memutuskan untuk "mengasuh sendiri"
putra pertamanya, seluruh Inggris menjadi 'gempar' ;-) Saat menginjak usia
8 tahun, si anak sudah harus dikirim ke sekolah (asrama) dan tinggal di sana
kira-kira selama 10 tahun lamanya dan hanya pulang ke rumah saat liburan.
Herannya, saat si anak beranjak dewasa ... tingkah lakunya jauh lebih mirip
si ayah (yg hampir tidak mengambil peran apa pun dalam tugas pengasuhan
anak) daripada dg 'nanny'nya atau dg gurunya di sekolah. Ketiga, Banyak
ahli psikologi perkembangan mengatakan bahwa seorang anak belajar bagaimana
harus bertingkah laku dg mengamati dan menirukan orang tuanya, terutama ortu
yg berjenis kelamin sama. Tetapi realitanya, apa yg sebenarnya terjadi di
"lapangan"? Bayangkan seorang anak berusia 2 tahunan sedang berada
di dapur sendirian sementara ibunya sedang berbicara di telepon ... ada
semangkuk telur di atas meja, dan timbul keinginannya untuk membuat telur
dadar - percis seperti yg biasa dilakukan oleh ibunya. Ketika ibunya selesai
dg percakapan di telepon, dia mendapati putri mungilnya sedang mengocok telur
dg asyiknya sambil "memarahi" dirinya sendiri .. "Jangan!
Jangan! tidak boleh! tidak boleh!" "From
the childs' point of view, socialization in the early years consists mainly
of learning that you're not supposed to behave like your parents." (hal
11). Saya
tersenyum sendiri membaca kisah ini, karena memang begitulah yg saya alami dg
putri saya yg baru berusia 1,5 tahun. Dia mencoba mengambil telur sendiri di
kulkas, dia mencoba menyalakan kompor, dia ambil sutil dan memasukkannya
dalam wajan yg masih berisi minyak (untung tidak dalam keadaan panas), dia
mengambil gunting untuk memotong selotip, dia mencoba menyalakan
komputer dan modem ... dll dll dll. Dan sudah bisa dipastikan kalau saya
akhirnya "melarang" dia untuk "menirukan" perilaku saya
tsb ... beberapa bahkan dg teriakan kaget dan nada yg tinggi ;-) Jadi bagaimana? Apa yg dipelajari
anak selama di rumah rupanya tidak "menjanjikan apa-apa" atau
dg kata lain tidak memiliki efek yg menetap dalam diri seorang anak, bahkan
bisa juga akhirnya ditinggalkan oleh anak saat mereka beranjak lebih
besar. hmmm ... kalau gitu ngapain juga saya susah-susah jadi ibu rumah
tangga, yah ;-) Bagaimana menurut
rekan-rekan? Ü TNA-2 TNA-4 Ž |
|
|
|
|
|
Bilik
untuk Ibu Balita |
|
|
|
Diskusi |
|
|
|
|
|
Anda dapat
menghubungi saya di: atau |