Arsip: Milis CFBE, Mei 2003
Topik: MI dalam praktek -1
Oleh: Meilania <meilania@telkom.net>
Sekedar bagi-bagi ide nih ...
[1] TK dan pra-TK : eksplorasi alam dan lingkungan sosial
[2] SD (kls 1-3) : kemampuan baca-tulis, logis-matematis dan ekspresi
(verbal, gambar, musik, dsb)
SD (kls 4-6) : spesialisasi pd bidang-bidang tertentu yg menjadi minat anak
[3] SLTP : spesialisasi dg disertai tugas magang / mengerjakan proyek
[4] SMU : inter-disiplin bidang studi yg dikaitkan dg keahlian / ketrampilan yg
telah diperoleh siswa dalam masa "spesialisasi"
[5] Perg. Tinggi : sintesis inter-disiplin bidang studi yg terkait dg proyek nyata yg dikerjakan
siswa sesuai dg pilihan spesialisasi keahlian / ketrampilan masing-masing
Materi-materi dasar tetap diberikan, seperti: matematika, bahasa, IPA, IPS,
dst. Hanya saja, CARA penyampaiannya yg berbeda dg apa yg selama ini kita
temui di sekolah pada umumnya (monolog dan membosankan).
Ide "spesialisasi" pada anak usia SD memang kelihatannya "aneh", karena
dunia pendidikan kita baru memperkenalkan "spesialisasi" pada kelas 2 / 3
SMU, itupun hanya dibagi menjadi 3: IPA, IPS, dan Bahasa. Ide
"spesialisasi" yg dikemukakan di atas jauh lebih luas dari ketiga bidang
tsb, dan sifatnya lebih mengarah pada pembagian jenis bidang kerja dalam
dunia nyata, misal: konstruksi, tata boga, medis, pariwisata, ahlibotani, dsb.
Contoh:
bila anak tertarik dg dunia konstruksi (mungkin cita-citanya adl menjadi
seorang ahli bangunan).
[1] TK dan pra-TK : anak main balok, lassie, lego, dan sejenisnya. Sambil
bermain, anak diajar berhitung (ada berapa sapi di peternakan yg kamu buat?
ada berapa roda yg kamu pasang untuk membuat mobil-mobilan? dsb), bermain
CD-Rom atau melihat video ttg segala sesuatu yg berhubungan dg dunia
konstruksi (misal: film anak "Bob the Builder").
[2] SD : undang seorang ahli bangunan untuk menceritakan tugasnya di dalam
kelas, bila perlu ajak anak datang ke lokasi kerja dan beri tugas
sederhana, misal: menghitung luas sisi bangunan yg akan dilapisi wall-paper
/ dicat warna tertentu, namun pada sisi bangunan yg sama tsb ada sebuah
pintu dan jendela. Dhi.anak belajar perkalian, penjumlahan/pengurangan, dan
bisa juga pembagian. Daripada mengerjakan "soal cerita", tentu akan lebih
asyik bila mereka bekerja dalam kelompok sambil mengukur sendiri tembok
bangunan yg dimaksud.
[3] SLTP : siswa "magang" pada sebuah perusahaan konstruksi dg diberi tugas
khusus yg sanggup dikerjakannya. Selain anak belajar menerapkan teori atau
rumur-rumus yg diperolehnya di kelas, anak jadi lebih "dekat" dg dunia
nyata, dan pasti akan sangat menyenangkan karena dia boleh memilih sendiri
bidang apa yg ingin ditekuninya.
[4] SLTA : siswa mengerjakan proyek dg cakupan materi yg lebih luas.
Berangkat dari bidang khusus (spesialisasi) yg ditekuninya, kini anak
diminta untuk mengaitkannya dg bidang lain. Misal: dampak pembangunan
perumahan / kawasan villa di kawasan pegunungan terhadap bahaya longsor dan
banjir (kepedulian lingkungan).
[5] Perg. Tinggi : siswa ikut ambil bagian dalam proyek tata kota dg
di-supervisi oleh dosen / petugas yg ditunjuk
Tentu saja seorang siswa tidak hanya memilih 1 bidang spesialisasi semasa
usia sekolahnya. Tetap terbuka kesempatan bagi siswa untuk berganti-ganti
bidang sesuai minat dan kompetensinya, ini berguna untuk "menguji" diri
siswa tsb ... sebenarnya dunia macam apa yg ingin digelutinya kelak bila
dewasa.
Ide "spesialisasi" dg pendekatan PROYEK ini memungkinkan siswa belajar
"materi sekolah yg membosankan" dg cara yg lebih menyenangkan dan tentu
jauh lebih KAYA, karena selain pengetahuan dan wawasan, siswa (tanpa
disadari) juga belajar ketrampilan berkomunikasi dan berelasi dg orang
lain, belajar memecahkan persoalan riil, belajar dari banyak sumber (bukan
cuma melongo ngedengerin guru atawa nyatet tanpa henti), belajar mengambil
keputusan, dan berbagai kompetensi lain yg dibutuhkan untuk hidup dalam
dunia nyata.
Inilah contoh penerapan "Practical Intelligence" Robert J. Sternberg dalam
kerangka ide "Multiple Intelligence" Howard Gardner.
Bagaimana menurut teman-teman?
meilania.