1. Orang
2. Orang-orang
3. Takah orang
4. Angkuh orang
Orang
Atau disebut juga sebagai "orang yang sebenarnya orang"; adalah manusia normal yang memakai raso dan pareso atau rasa-nalar (bahasa Jawa).
Pribadinya mantap, tidak tergantung pada sikap orang lain dan merdeka di dalam menentukan arah hidupnya.
Menjadi "orang" atau setidaknya "takah orang", merupakan cita-cita yang perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-kemenakan.
Orang tua tidak seharusnya terlampau berambisi untuk menjadikan anaknya kelak berprofesi tertentu, apalagi jabatan ini dan itu.
Menggantungkan cita-cita setinggi langit memang baik, tetapi perlu dipertimbangkan pula kemungkinan hambatan-hambatan yang dapat terjadi di luar kemampuan si anak dan orang tua sendiri, yang pada akhirnya menimbulkan beban mental atau bahkan berlanjut menjadi gangguan mental.
Sesuatu yang digantungkan tanpa realita dapat putus dan jatuh.
Di bawah ini beberapa sifat "orang sebenar-benarnya orang" yang harus ditanamkan kepada anak-kemenakan kita.
Kepada raja aku tak menyembah, karena aku bukan kawula
Menghadapi yang kaya aku tak menadah, karena aku bukan peminta
Bertemu jawara aku tak gentar, karena aku bukan parewa
Terhadap pembesar aku tak menunduk, karena aku bukan wong cilik
Nan baik ialah budi, yang indah adalah bahasa
Itulah perkataan yang sebenarnya kata-kata
Orang-orang
Adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai perilaku sama dengan orang-orangan di sawah.
Orang-orang ini tidak memiliki jiwa bebas untuk menggerakkan diri mereka.
Mereka hanya mampu bergerak jika ada orang lain atau dalang yang mengaturnya.
Takah orang
Maksudnya seperti sifat orang lain.
Di dalam percakapan sehari-hari "takah" memiliki dua makna.
Bermakna positif, apabila dipakai sebagai patok duga (bench marks) untuk mencapai suatu prestasi.
Bermakna negatif, seperti dalam kalimat, "Engkau tidak takah orang lain".
Angkuh orang
Orang memilikisifat tinggi hati, memandang rendah kepada orang lain, sombong, congkak, pongah, takabur, menghargai diri secara berlebih-lebihan, dan selalu bersikap ingin melebihi orang lain.
Padahal dia sendiri tidak tahu apa-apa tentang orang.
Orang yang termasuk ke dalam kelompok ini, ialah orang yang tak tahu di nan Empat.
Mungkin karena manusia tidak suka memperhatikan kekurangan diri (tak tahu di diri) maka tidak kurang dari 62 (enam puluh dua) kali ayat-ayat Alquran memberi peringatan secara khusus terhadap sikap angkuh ini.
Sifat angkuh sangat berbahaya bila menimpa pemimpin masyarakat, entah ia seorang raja, presiden, cendekiawan, ulama, pemimpin masyarakat, dokter, pengacara dsb.
Tanda orang angkuh ialah, tak mau dikritik, karena dia tak mampu menggunakan kata nan empat, sehingga dia terpaksa membungkam lawan bicaranya dengan cara yang tak pantas yaitu dengan kekerasan fisik.