Home | The Novel | The Author | The Story| The Publisher THE CONCEPT
|
||||
|
O Pada suatu pagi, Jajang, Mamat, dan Asep menghampiri Abah Entum yang sedang duduk bersila di sebuah saung di atas bukit sambil menikmati pemandangan desa Cihegar. Abah Entum mempersilakan mereka untuk masuk dan duduk bersila di hadapannya. “Pagi ini apa yang ingin kalian tanyakan?” tanya Abah Entum lalu tersenyum tipis. “Abah,” Jajang mendahului kedua sahabatnya, “apa sih bedanya jin dan setan?” Abah Entum tersenyum lebar seraya mengangguk-angguk. “Dalam Alquran dijelaskan bahwa jin adalah makhluk yang terbuat dari api yang sangat panas (AR-RAHMAAN 15) sedangkan manusia dari tanah (AL HAJJ 5) dan air (AL FURQAAN 54). Mereka diciptakan lebih awal dari manusia (AL HIJR 27). Salah satu dari mereka adalah jin bernama Iblis (Al-KAHFI 50). Iblis memiliki kekuatan dan inteligensia yang setara dengan para malaikat, namun berbeda dengan malaikat yang terbuat dari nur (cahaya: Hadis HR Bukhari dan Muslim) yang tidak memiliki nafsu dan mutlak patuh kepada Tuhan, jin memiliki hawa nafsu termasuk nafsu ‘keinginan' dan ‘ego' seperti halnya manusia sehingga rentan terhadap bisikan setan atau syaithan yaitu ‘sifat perilaku/pemikiran/konsep negatif/buruk' yang memang diciptakan Tuhan untuk menguji jin dan manusia (AL-KAHFI 7). Jin atau manusia yang sudah memiliki sifat setan disebut juga sebagai ‘setan' (AL AN'AAM 112). Iblis adalah setan pertama dari golongan jin karena dia berani menentang perintah Tuhan untuk bersujud kepada Adam sementara para malaikat sehebat, sekuat dan secerdas Jibril pun bersujud kepada manusia. Ini jelas masalah ego, karena Iblis, dengan indra super canggihnya, dapat melihat berbagai kelemahan pada sosok produk baru ciptaan Tuhan yaitu manusia bernama Adam, sedangkan dia merasa sebagai produk makhluk yang lebih superior karena terbuat dari api (AL-ISRAA 61), full sakti dan sangat cerdik/cerdas (AL NAML 39, AL-ISRAA' 88). Karena itu Tuhan mengutuk Iblis sebagai penghuni neraka, tapi bukannya bertobat, Iblis malah semakin belagu dengan cara menuduh Tuhan telah memperdaya dirinya. Merasa kadung dikutuk sebagai penghuni neraka, ia bersumpah untuk ‘merekrut' manusia sebanyak mungkin untuk menemaninya di neraka (SHAAD 82, AL-ISRAA 62, AL-HIJR 39, AN-NISAA 118). Tuhan menjawab tantangan Iblis, bahkan Tuhan memberi Iblis privilege immortality dan menangguhkan kematian serta hukumannya sampai hari kiamat (AL-A'RAAF 14-15) . Artinya Tuhan yakin bahwa di antara manusia, yang dianggap sangat lemah oleh Iblis, ada juga yang mampu menghadapi kekuatan dan kecerdikan Iblis (SHAAD 83, AL-HIJR 42). Manusia-manusia ‘tahan banting' inilah yang akan dijadikan kebanggaan Tuhan kelak dan menjadi penghuni tetap surga-Nya." “Terus kenapa Tuhan lebih memuliakan manusia ketimbang para malaikat dan jin, Abah?” tanya Mamat. “Menurut Abah, sepertinya Iblis saat itu tidak tahu bahwa manusia dibekali sesuatu yang luput dari pengamatan Iblis, yaitu kekuatan iman yang dapat mengalahkan segala tipu daya Iblis dan keturunannya. Suatu kekuatan yang bersumber dari hati nurani manusia dan mampu menundukkan segala bujukan logika dan nafsu. Banyak yang menganggap bahwa kemampuan logika dan pikiran manusia adalah alasan mengapa Tuhan memuliakan manusia sehingga semua malaikat dan jin Iblis harus bersujud kepada Adam. Tapi menurut Abah, bukan karena ini Tuhan memuliakan manusia karena para malaikat dan Iblis jauh lebih pintar dan ‘powerful' ketimbang manusia. Mungkin Tuhan memuliakan manusia karena kemampuan keimanan manusia yang mampu mengalahkan serta menundukkan logika dan nafsunya, tapi ini juga untuk manusia-manusia yang memang berhati mulia. He..he... Keimanan manusia dapat menembus segala batasan logika. Hal yang tak mampu dilakukan oleh Iblis saat itu karena dia teperdaya dan terperangkap oleh logikanya sendiri sehingga dia enggan atau gengsi untuk bersujud kepada Adam.” Abah Entum mereguk kopinya sejenak. “Iblis semakin sombong saat berhasil mengelabui serta membohongi Adam dan istrinya (AL AN'AAM 121]) sehingga menampakkan aurat mereka (THAAHAA 120) dan membuat Adam dan istrinya dikirimkan ke dunia. Setelah kasus ‘pohon kayu' yang membuat Tuhan marah, Adam dan istrinya langsung berintrospeksi dan bertobat (AL-A'RAAF 23). Mungkin ini kelebihan lain manusia yang tidak dimiliki oleh Sang Iblis.” “Terus tobat mereka diterima?” tanya Asep. “Tuhan menerima tobat mereka karena memang Tuhan Maha Pengampun. Hal ini so pasti bikin Iblis lebih bété lagi karena seandainya dia tidak belagu, mungkin Tuhan akan mengampuninya juga.” “Kalo diterima, kenapa mereka masih juga dihukum dan diturunkan ke dunia?” celetuk Jajang. “Bukan dihukum. Tapi mungkin karena memang Adam sudah punya ‘jobdes' sebagai penjelajah dunia, selain punya tugas untuk jadi Bapak manusia. Mau nggak mau beliau tetap harus turun juga. Ada kemungkinan seandainya Adam tidak teperdaya Iblis pun ‘sooner or later' beliau tetap harus turun ke dunia. Kalo nggak turun-turun, kita nggak bakalan ada di dunia ini, kan? Tapi ini hanya teori Abah kok. Jin Iblis yang sudah dapet predikat baru sebagai Setan, juga diturunkan ke bumi dan dinyatakan sebagai MUSUH (Al-BAQARAH 36/168/208, AL-AN'AAM 142, AL-A'RAAF 22) manusia sampai akhir zaman.” “Jadi para jin nggak bisa mati, Abah?” tanya Jajang dengan bersemangat. “Oh, tidak. Iblis memang immortal karena Tuhan sudah berjanji untuk menangguhkan kematiannya sampai hari kiamat, tapi keturunannya bisa mati kapan saja seperti halnya manusia dan makhluk lainnya di dunia, meskipun rata-rata rentang usia mereka memang bisa sangat panjang bahkan ada yang berumur sangat panjang. Dalam salah satu hadis (kitab Al-Dhuafa) diceritakan bahwa salah satu jin baik bernama Hamah pernah bertemu dengan Nabi Adam, sampai Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad Saw. Malah Nabi Muhammad mendoakan jin baik ini karena ia telah mampu membawa amanat ‘salam' dari setiap nabi yang ia jumpai dari masa ke masa. “Bagaimana cara Iblis berkembang biak, Abah?” tanya Mamat. “Abah belum menemukan keterangan bagaimana cara Iblis berkembang biak menjadi sangat banyak. Karena itu Abah punya teori untuk menjelaskan ini. Kalian baca saja teori tentang Silumanisasi pada Bab Pamakdiman Agung di dalam novel Nar'Kobar -The Motivator. He..he..he...” “Apakah semua jin itu jahat?” Asep menceletuk. “Di dalam Alquran disebutkan bahwa tidak semua jin mengikuti jejak Bapak-nya dan menjadi setan (ADZ DZARIYAAT 56) karena ada juga jin yang baik dan taat kepada Tuhan (AL AFQAAF 29, AL JIN 11/14), seperti jin pembawa amanat ‘salam' tadi, dan tetangga kita para jin penduduk Karang Cadas he..he... Jadi tidak semua jin musuh manusia, seperti halnya tidak semua manusia merupakan ‘teman' untuk manusia lainnya. Seperti manusia, jin pun menganut beragam agama dan kepercayaan. Tapi menurut hadis, jin yang benar-benar baik dan taat cenderung untuk mengasingkan diri dan menjauhi kehidupan manusia. Mereka tidak mengganggu manusia seperti si Nar'Kobar dan kawan-kawannya." “Si Nar'Kobar memang nakal dan jahil, Abah." Mamat tersenyum simpul. "Kalo Iblis adalah setan pertama dari golongan jin, terus setan pertama dari golongan manusia siapa, Abah?” “Tentang setan pertama dari golongan manusia, Abah juga belum menemukan keterangannya dalam Alquran maupun hadis. Mungkin setan pertama dari golongan manusia adalah salah satu anak Adam yang cowok bernama Qabil yang membunuh saudara cowoknya Habil gara-gara pengen ngerebut calon istrinya kali,ya? Tapi konon Qabil bertobat. Bahkan jin Hamah —Si Pembawa Amanat ‘salam'—cucu Iblis yang ikut memotivasi Qabil sampai membunuh Habil pun bertobat. Jadi Iblis so pasti gagal lagi dan tambah bété!” “Apakah bangsa jin termasuk makhluk gaib, Abah?” Kembali Mamat bertanya. “Meskipun tak kasatmata manusia biasa, menurut pendapat Abah, bangsa jin bukan makhluk gaib, karena setahu Abah hal-hal yang gaib adalah, ruh, surga, neraka, takhta Tuhan atau Arsi, Lauf-Ma'fudz, alam Barzakh, Takdir, dsb. Sedangkan Tuhan adalah Yang Maha Gaib. Jin tidak pernah disebut-sebut sebagai makhluk gaib. Menurut Alquran, jin tidak mengetahui hal-hal yang gaib (Saba 14), artinya mereka bukan makhluk gaib karena mana mungkin makhluk gaib tidak dapat mengetahui hal-hal yang gaib, kan ? Bahkan Nabi Sulaiman pernah menggunakan mereka sebagai pekerja dan tentara (AL-NAML 17). Menurut Abah, yang disebut ‘gaib' bukan cuma tak kasatmata, namun merupakan batasan kemampuan indra maupun nalar jin dan manusia yang telah ditetapkan Tuhan. Sedangkan gejala alam apa pun yang masih dapat diutak-atik oleh jin dan manusia tidak termasuk gaib. Contohnya gelombang radio dan virus, meskipun tak kasatmata, tetap masih bisa diutak-atik oleh manusia. Artinya gelombang radio dan virus bukan makhluk gaib. Makhluk gaib tidak mungkin dijangkau oleh indra maupun nalar manusia. Sehebat-hebatnya kemampuan dan teknologi jin dan manusia tetap tidak akan dapat menembus tirai kegaiban yang telah ditetapkan Tuhan. Jadi kita tidak perlu khawatir bahwa kita akan melampaui wewenang Tuhan, seperti dalam kasus kloning dan nanoteknologi, karena memang masih di dalam lingkup batasan kegaiban yang diizinkan Tuhan. Namun diizinkan tidak selalu berarti direstui dan diridhoi Tuhan, kan?” Ketiga pemuda itu mengangguk hampir berbareng. “Abah berpendapat bahwa jin bukan makhluk gaib karena dalam Alquran juga diterangkan bahwa mereka dapat melihat kita dan kita tidak dapat melihat mereka karena mereka berada di suatu tempat tertentu (AL A'RAAF 27). Mungkin seperti melihat dari belakang cermin tembus pandang di ruang Interogasi polisi. Abah mengartikan ‘tempat' di sini sebagai alam lain yang tak dapat dijangkau indra manusia, sedangkan mereka dapat mengindrai manusia kapan saja mereka suka dari tempat mereka itu yaitu alam jin, kecuali saat kita memohon perlindungan Tuhan dari ‘mata iseng' mereka. Lain halnya jika mereka sedang bercokol di alam kita. Dalam kasus ini terkadang manusia yang memiliki kemampuan supernatural dapat melihat mereka. Mereka juga terkadang bisa menampakkan diri. Ini bukti lain bahwa mereka bukan makhluk gaib.Tapi umumnya kita beranggapan bahwa jin adalah makhluk gaib karena mereka tak kasatmata. Padahal segala sesuatu yang tak kasatmata belum tentu gaib. Selain itu batasan kegaiban juga memiliki berbagai tingkatan. Misalnya, para malaikat mengetahui berbagai rahasia kegaiban yang tidak diketahui jin dan manusia, namun ini tidak berarti bahwa mereka mengetahui segala hal yang gaib karena mereka pun dibatasi oleh tirai kegaiban tertentu yang telah ditetapkan Tuhan untuk mereka. Jadi, hanya Tuhan yang benar-benar mengetahui segala hal yang Gaib." “Terus kalo hantu itu apa, Abah? Asep sering lihat di sinetron ada arwah penasaran dan hantu yang bergentayangan.” Wajah Asep menyeringai menirukan wajah hantu yang pernah dilihatnya dalam sebuah tayangan sinetron. “Hantu/jurig/ririwa adalah arwah gentayangan. Menurut Abah, arwah nggak ada yang gentayangan karena kalau jin dan manusia sudah mati, ruh/arwah mereka akan nongkrong di alam Barzakh atau alam Pemisah/Tabir sambil dijagain oleh para malaikat. Para ruh dari jin dan manusia ini menunggu sampai nanti dibangunkan pada Hari Kiamat. Mana mungkin para malaikat pilihan Tuhan yang selalu taat bisa lalai dalam tugasnya menjaga para ruh ini, kan? Ruh/arwah jin dan manusia bukanlah makhluk halus, melainkan makhluk ‘gaib'. Jadi tidak mungkin dapat diindrai, diketahui keberadaannya, diutak-atik, oleh para pakar supernatural atau ilmuwan secanggih apa pun baik dari bangsa jin dan manusia.” “Jadi mereka berusaha menipu kita supaya kita percaya bahwa arwah itu bisa bergentayangan.” Asep menyimpulkan. “Tepat sekali!” Abah Entum mengangguk-angguk. “ Para jin yang sudah bersifat setan akan berusaha untuk menipu kita dengan berbagai penampilan wujud arwah penasaran. Abah nggak ngerti mereka penasaran karena apa? Mungkin karena belum baca novel Nar'Kobar kali, ya? He..he.. . Makanya muncul berbagai jenis hantu, tergantung dengan mitos arwah penasaran yang lagi ngetrend di lingkungan mereka. Kalau di Eropa, hantunya pake jas dan long dress putih, kalo di Cina, nggak tau pakek apaan tuh namanya, pokoknya seragam hantunya lucu. Kalau di kampung Cihegar, biasanya pake pocongan biar serem kayak mayat, tapi bikin repot karena nggak bisa lari cepet. Seperti hantu pocong yang kalian tangkap kemarin.” Ketiga pemuda itu tertawa secara bersamaan saat peristiwa itu kembali terlintas di benak mereka. “Mereka—para setan dari golongan Jin—akan terus menipu kita agar kita sibuk dengan urusan mitos ‘hantu' dan lupa sama ‘setan' yaitu para jin dan manusia yang telah bersifat setan yang berkeliaran di antara kehidupan kita sehari-hari.” Abah Entum menerawang lalu terkekeh sejenak. “Abah jadi teringat akan berita di TV beberapa tahun yang lalu, yaitu berita tentang cewek yang dinyatakan hilang oleh sanak keluarganya. Saking lamanya hilang, cewek itu sudah dinyatakan mati dibunuh penjahat, dan konon mereka sering diganggu arwah penasaran si cewek, tapi lucunya beberapa bulan kemudian si cewek muncul dalam keadaan sehat wal'afiat. Ternyata si cewek belum mati. Bahkan dia tidak tahu bahwa dia telah dianggap mati oleh sanak keluarganya. Konon ia meninggalkan rumah untuk mencari kerja. Jadi, arwah siapa yang bergentayangan menyerupai si cewek dan menakut-nakuti keluarga mereka selama itu kalau bukan para jin ini? Ini juga membuktikan hal lain yaitu bahwa bangsa jin tidak mengetahui hal-hal yang gaib ( Saba 14), karena seandainya mereka tahu si cewek itu masih hidup, mereka tidak akan berpura-pura menjadi arwah si cewek yang gentayangan sehingga jadi ketahuan belangnya. Mungkin mereka mendengar desas-desus di antara sanak keluarga si cewek sehingga mereka juga menyangka bahwa si cewek sudah meninggal.” “Terus kalo hantu yang segede raksasa dan berbentuk aneh-aneh seperti ular, genderuwo, cebol, dan kalong wewe itu para jin juga, Abah?” tanya Asep. “Ya. Kita biasa menyebut mereka dengan makhluk halus. Istilah ini muncul karena adanya pengaruh animisme dan dinamisme dalam budaya kita. Di dalam cerita folklore dan pewayangan banyak diceritakan tentang raksasa, butha, dedemit, siluman, peri, kalong wewe, dan sosok-sosok gaib serta makhluk-makhluk halus lainnya. Seperti halnya ‘hantu', makhluk-makhluk halus ini juga bangsa jin yang telah bersifat setan. Sayangnya, masih banyak orang yang tertipu, hingga percaya bahwa mereka adalah ‘arwah penasaran' yang bergentayangan dan makhluk-makhluk halus.” Mamat mengacungkan tangan. “Untuk para jin yang baik, mereka belajar agama dari mana, Abah?” “Dalam Alquran dijelaskan bahwa Alquran bukan hanya pedoman untuk seluruh umat manusia (AL ANBIYAA' 92) tapi juga untuk tetangga manusia yaitu bangsa jin (AL JIN 1). Tapi di antara mereka juga banyak yang memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda-beda seperti kita.” Abah Entum menghela napas panjang lalu kembali menyeruput kopinya. “Jadi kesimpulannya, anak-anak. Hidup ini gampang-gampang susah. Selain harus berperang melawan setan dari jenis manusia, kita juga harus berperang dengan setan dari jenis jin. Tapi Abah yakin, selama hati kita masih kita pelihara dengan baik dengan selalu mengingat Tuhan dan beramal saleh, para setan nggak bisa berbuat apa-apa en cuma bisa ngoceh doang. Untuk setan dari golongan jin, kita dilindungi aura yang muncul dari hati yang bersih, tulus, dan juga dari badan yang sehat tanpa narkoba. Semakin bersih, aura positif kita pun akan semakin bersinar terang, bahkan konon bisa sampe berdiameter 1 kilometer lebih. Aura positif ini akan menetralisasi aura negatif dari para setan baik dari setan jin dan manusia. Selain hati nurani, kita juga dipersenjatai dengan akal pikiran. Dan khusus untuk setan dari golongan manusia, kita dilindungi ‘bogem mentah' kita ...he..he ...just kidding boys... maksud Abah dengan akal kita. Kalo ada setan manusia yang ingin mencelakakan atau menjerumuskan kita, kita wajib membela diri dengan segenap kemampuan kita.” Abah Entum mengacungkan tinjunya ke langit dengan semangat. “Anak-anak. Ingatlah selalu pepatah Abah! Know your true enemy, don't fear them, FIGHT THEM!!! Kita tidak bisa memerangi musuh, lebih-lebih memenangkan peperangan itu, kalau kita tidak menyadari dan mengerti siapa musuh kita itu, kan?” Asep, Jajang, dan Mamat mengangguk secara bersamaan.
|
|||
Home | The Novel | The Author | The Story | The Publisher |
||||
Designed by: Andhika Pramajaya |