Rini Nurul Badariah

http://rinurbad.multiply.com

Tidak disangka saya dapat menyelesaikan membaca novel setebal 600-an halaman ini dalam 2 hari. Luar biasa memang jika mengingat kondisi saya sedang berkabung (karena orangtua baru meninggal Kamis lalu) dan fontnya yang kecil-kecil..

Nar'Kobar mungkin berasal dari kata narkoba, sebagai simbol bahwa sekali kita berurusan dengan alam gaib dan kroni-kroninya maka buntutnya akan panjang seperti halnya obat-obatan terlarang yang menimbulkan candu dan ketagihan.

Satu hal, saya tidak sependapat bahwa novel ini genrenya komedi. Lebih tepat sebagai fantasi yang satiris. Saya tersenyum membaca bagian-bagian yang dengan jelas menunjukkan (bukan menyindir, tapi terang-terangan) bahwa jin motivator tidak berarti pendamping atau teman yang dapat membawa ke arah kebaikan, sebaliknya justru menyesatkan jalan orang yang ditempelinya. Tersenyum bukan berarti lucu, tapi salut dan membenarkan. Bahwa banyak dukun berkedok sebutan eufemisme paranormal, padahal mereka tak lebih dari penipu yang cabul pula (seperti tokoh Ki Jambrong yang ternyata dokter). Dikisahkan jin menghembuskan pikiran-pikiran negatif di benak manusia hingga ia berbuat kejahatan, seperti serdadu Jepang yang kemudian melakukan pembantaian sadis.

Tidak lupa informasi umum misalnya jin terbuat dari api, jin pura-pura menyerupai manusia sehingga orang yang melihat menduga bertemu dengan arwah leluhur atau almarhum kerabatnya, jin berdiam di patung-patung, kalau lupa baca doa tidur maka jin akan nongkrong di telinga dan bikin mimpi-mimpi ngawur, kalau nggak baca doa makan maka jin bisa ikutan makan, sangat jeli dan tepat. Kalau nanti ada sequelnya, saya kasih masukan lain dari sekarang tentang kamar kosong yang harus dikebut-kebut dulu sebelum ditiduri, Twilight Zone, dan larangan buang air panas ke lubang pembuangan;)

Dengan berani penulisnya mengemukakan opini-opini seputar tayangan mistik yang sudah merajalela (contohnya reality show Tabir Dimensi Live dengan Ari Candra sebagai hostnya, yang saya duga adalah plesetan Dunia Lain dengan host Harry Panca. Dikuatkan keterangan fisik Ari Candra serta pekerjaannya yang juga pemain film horor). Imajinasi Andhika memang mengagumkan. Nama-nama berbagai alam, istilah, peta, dan sejumlah pengetahuan lainnya entah darimana ia dapatkan (mudah-mudahan kelak ada informasi mengenai sumber yang ia gali).

Kekurangan novel ini adalah tidak adanya biodata penulis. Apakah Andhika lulusan ITB? Saya menebak begitu karena nama materi-materi kuliah yang berbau teknik, lalu plesetan ITIK (kalau memang benar, saya acung jempol. Jarang lho yang berani menyamarkan kampus ternama itu dengan plesetan seperti ini..di dalam novel yang dibaca banyak orang pula). Plesetan-plesetan inilah yang saya anggap lucu: Deana Sarso alias Dian Sastro, Arya Saputra alias Surya Saputra, Warisan alias Arisan, UNGAS alias UNPAS..CMIIW.

Saya juga ingin tahu mengapa dan bagaimana awalnya Andhika menulis novel ini. Cukup bangga juga mengetahui bahwa dia adalah orang Bandung dan mempopulerkan beberapa kalimat berbahasa Sunda, bahkan memasukkannya dalam daftar istilah. Namun Andhika perlu berhati-hati dalam tiga poin berikut:

1. Ilustrasi jin yang dapat memancing kontroversi, walaupun dapat dimaklumi sebagai bagian dari imajinasi.

2. Istilah-istilah yang kedengaran seperti berbahasa Arab, dan menurut pengakuan Andhika dalam pengantar hanya ngarang belaka, namun benar-benar seperti dari bahasa tsb. Misalnya yang sangat nancap di ingatan saya: Ainuur. Kan beneran lho ada yang punya nama itu. Jangan sampai dia tersinggung.

3. Endorsement yang mengatasnamakan J'Naar Masaya. Suami saya sih menerka ini Djenar Mahesa Ayu. Tapi terlepas dari siapa sebenarnya dia, menurut saya endorsement tersebut kelewat berani. Padahal sebenarnya tanpa ini, Nar'Kobar sudah bernilai jual tinggi banget.

Poin lain yang saya perhatikan adalah kelengkapan sisi gelap-terang karakter. Nggak ada yang full jahat atau seratus persen baik, seperti Lena yang awalnya terkesan bersih total. Ngakak juga saya membaca ciri-ciri cewek gampusan antara lain ditindik dan ditato (untung saya nggak, ya..horee!!), begitu pula akal bulus Nar Kobar untuk mengelabui Ratu Nagini yang memberinya tugas menyesatkan Lena.

BTW, percintaan Ipung dan Ainuur itu banal dan membosankan deh..saya juga nggak setuju dengan adanya Raksa Geni dan jin-jin yang berkesan teman baik manusia, syukurlah itu dipatahkan lewat dialog Ipung dengan Abah Entum.

Bagusnya novel ini, nggak bikin serem tapi memperkaya wawasan. Juga nggak bikin berkhayal seperti sinetron mistik.

Rinurbad http://rinurbad.multiply.com