The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Sabtu, 01 Mei 2004

Pertikaian di Ambon Bukan Proyek

MARET 2004, gairah warga Kota Ambon terbaca jelas menyambut para "tamu" dari Jakarta dalam suasana yang damai tanpa pertikaian. Pada masa kampanye pemilihan umum untuk anggota dewan legislatif itu, sejumlah politisi nasional, antara lain Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung dan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Taufik Kiemas, memang berlomba merebut hati rakyat Ambon atau Maluku umumnya.

TAUFIK Kiemas, suami Presiden Megawati Soekarnoputri, bahkan menyempatkan bermalam di Hotel Ambon Manise dengan pengawalan Pasukan Pengamanan Presiden yang tidak kelewat mencolok. Suasana yang relatif aman melingkupi kota itu walaupun puing-puing sisa bangunan yang dibakar selama konflik berkepanjangan sejak Januari 1999 hingga akhir 2002 masih berserakan di sepanjang jalan Ambon.

Puing-puing itu hanya sebagian pengingat nyata tentang kehancuran dahsyat yang dialami rakyat Ambon. Pertikaian berdarah itu meninggalkan trauma dan kelelahan luar biasa, selain kerusakan sistem ekonomi dan politik di daerah itu.

"Sekarang kami tidak mau lagi bertikai. Kami sudah mengerti bahwa semua itu hanya ulah tentara. Dulu, kami terprovokasi karena belum tahu. Akhirnya, hanya dapat sengsara," kata Alex, seorang pengemudi pengangkut kota di Ambon, sambil menerawangkan pandangan ke arah reruntuhan di sepanjang jalan. Minggu 14 Maret petang itu ia mengantar rombongan para politisi yang akan berkampanye dari Bandara Pattimura menuju hotel.

Puing-puing kawasan hunian dan perkantoran yang ditelan semak liar itu juga menandakan pemulihan kehidupan di Ambon masih jauh dari selesai. Rekonstruksi ekonomi dan politik sejak penandatangan kesepakatan Malino pada 12 Februari 2002 itu berjalan amat lamban.

Buce (38), warga kompleks Jalan Baru, Ambon, memperhitungkan, selama setahun terakhir pembangunan secara kasatmata di daerah itu sekadar menghasilkan markas Brigade Mobil dan kantor gubernur yang baru, renovasi pasar di Mardika, serta pembangunan kembali sejumlah rumah untuk pengungsi.

Satu catatan yang perlu digarisbawahi, pembangunan rumah warga ini sering menjadi bentuk relokasi bermasalah bagi pengungsi. Sengketa tanah banyak terjadi, misalnya dikarenakan pengungsi Kristen tidak dapat kembali ke tempat kampung asalnya yang sudah ditempati komunitas Muslim. Begitu pula kondisi sebaliknya.

Perkara keperdataan atas tanah adalah salah satu persoalan besar yang mencuat pascakonflik berkepanjangan di Ambon. Masih ada sederet "pekerjaan rumah" lain yang seakan disisakan tanpa kejelasan tindak lanjut dari pertemuan Malino II. Pengabaian amanat pertemuan itu patut dikhawatirkan sebagai pengabaian upaya rekonstruksi perdamaian sekaligus pengabaian potensi konflik di Ambon.

AMBON kembali disulut api pertikaian, Minggu 25 April. Hingga hari keempat setelah kericuhan karena pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) itu, 35 nyawa terenggut sia-sia. Empat jenderal pemegang kebijakan politik dan keamanan di negeri ini hanya berani berkunjung sampai Bandara Pattimura di Ambon, tiga hari setelah bentrokan itu.

Menjadi pertanyaan besar, bagaimana sebenarnya peta potensi konflik yang ada. Pemetaan yang akurat sepatutnya mampu mendeteksi titik-titik rawan yang akan memicu pertikaian baru sehingga kemungkinan provokasi dapat diantisipasi.

Sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Amal Tomagola meyakini kekuatan RMS yang direvitalisasi melalui Front Kedaulatan Maluku (FKM) seharusnya sudah selesai dipetakan selama dua terakhir. "Orang-orang di Ambon tahu betul siapa saja dan tinggal di mana saja anggota FKM/RMS itu. Tapi, tak jelas kenapa selama ini dibiarkan saja," kata pria asal Halmahera Utara, Maluku, ini.

Keheranan senada diungkapkan Manajer Maluku Media Center (MMC) Dino F Umahuk. "Ibaratnya, semua orang tahu Moses Tuanakota yang baru hari Minggu lalu ditangkap itu Sekjen FKM/RMS. Dia selalu ada di Ambon, keluar masuk kampung, bergaul biasa saja dengan warga sini," tutur Dino.

Meskipun saling mengenali siapa yang mendukung FKM/RMS, pertikaian antarwarga yang berbeda "aliran" ini tidak terjadi selama setahun terakhir di Ambon. Emosi massa baru tersulut ketika bertepatan dengan hari lahir RMS, warga Kota Ambon memperoleh kesan bahwa polisi mengawal pendukung RMS berpawai di jalan-jalan utama kota itu. Terlebih lagi, sekitar 70 pendukung RMS itu meneriakkan yel-yel merdeka dan salam perjuangan RMS di sepanjang jalan.

"Padahal, beberapa hari sebelumnya di media massa setempat, Kepala Kepolisian Daerah Maluku menjanjikan untuk menindak tegas anggota gerakan RMS. Panglima Kodam Pattimura bahkan mengatakan, pengibar bendera RMS akan ditembak di tempat," kata Dino. "Tapi, pemandangan siang itu diartikan warga sebagai pemberian kesempatan bagi pendukung RMS berpawai."

Kenyataannya, polisi membubarkan pertemuan kelompok pendukung RMS itu ketika menggelar acara peringatan hari lahir gerakan, kemudian menggiring kelompok itu berjalan kaki menuju Markas Kepolisian Daerah (Polda) Maluku. Arak-arakan itulah yang terkesan seperti pawai. Seusai menahan sekitar 23 orang untuk diperiksa lebih lanjut, sekitar 50 pendukung RMS dilepas kembali ke jalan tanpa pengawalan.

Kelompok massa yang menamakan diri pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah bersiap menunggu iring-iringan itu keluar dari markas polda. Mereka menghadang kelompok RMS ini di Jalan Latumeten yang berjarak sekitar 600 meter dari Markas Komando Daerah Militer (Kodam) Pattimura, atau sekitar satu kilometer dari Markas Polda Maluku. Tak terhindarkan, kedua kelompok yang tak membawa senjata itu terlibat pertikaian dengan saling melempar batu.

Hanya berselang beberapa menit, selagi kedua kelompok itu saling lempar dengan batu, terdengar tembakan yang menewaskan sedikitnya tiga anggota kelompok pendukung NKRI. Nyaris bersamaan, beberapa titik api menyala pada lokasi berbeda. Kantor Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Gereja Silo, Sekolah Menengah Muhammadiyah, dan Universitas Kristen Indonesia Maluku dibakar.

Ambon pun seketika dicekam teror. Dino menuturkan, mulai Minggu malam lampu-lampu penerangan umum dipadamkan dan penembak gelap mulai memakan korban.

"Kami sempat menyalakan lampu di depan MMC. Kami buat terang-terang, tapi justru didatangi tentara dan ditegur, disuruh matikan lampu kalau tidak mau jadi sasaran penembakan. Setelah lingkungan sekitar gelap, mulai terdengar baku tembak itu," kata Dino. Belum jelas teridentifikasi, pihak mana yang menggunakan senjata-senjata api tersebut.

Hanya butuh waktu beberapa jam untuk memisahkan kembali semua ruang publik dan hunian komunitas Muslim dan Kristen di Ambon. Sejak pecah bentrokan Minggu siang itu, barikade pemisah segera dipasang di setiap kelompok hunian, bahkan jalan-jalan di lingkungan komunitas tertentu.

Masing-masing kelompok berjaga-jaga meskipun tidak saling menyerang. Persaudaraan antarkelompok warga yang pelan-pelan dicoba untuk ditumbuhkan seakan menguap tiba-tiba.

MENJELANG hari lahir RMS 25 April, spanduk-spanduk yang mempromosikan NKRI bermunculan di seluruh penjuru kota. Tulisan "NKRI Harga Mati", "Tak Ada Tempat untuk RMS", dan "Beta Cinta Indonesia" terpampang di berbagai lokasi.

Anehnya, tidak ada identitas organisasi pemasang atau pembuat spanduk tersebut. Meski begitu, warna dasar hijau pada seluruh spanduk itu diasumsikan berbagai kalangan sebagai kekhasan tentara.

Istilah NKRI tidak sering terdengar hingga beberapa pekan terakhir menjelang hari lahir RMS pekan lalu. Begitu benturan pecah, pengategorian dua kelompok massa, yakni pendukung NKRI dan pendukung RMS, terjadi seakan otomatis. Konflik itu pun kemudian diartikan sebagai konflik separatis, bukan SARA.

Akan tetapi, tidak mudah dilepaskan persepsi dasar masyarakat bahwa RMS adalah Kristen, sementara komunitas Islam dikenal sebagai pendukung NKRI. "Artinya, yang berhadapan di lapangan tetap saja Islam versus Kristen. Label NKRI bisa disalahgunakan untuk memberi pembenaran atau legitimasi bertempur," kata Dino prihatin.

Salah satu rekomendasi kesepakatan Malino II adalah dibentuknya tim penyelidik independen nasional. Tim ini bertugas mengusut peristiwa 19 Januari 1999 yang mengawali konflik Ambon, memetakan dan mengusut FKM/RMS, serta mengklarifikasi keberadaan Kristen RMS, Laskar Jihad, dan Laskar Kristus.

Sungguh mengecewakan karena hingga saat ini belum diungkapkan hasil penyelidikan atau klarifikasi apa pun dari tim investigasi bentukan negara ini. Tamrin menandaskan, pengungkapan yang disertai proses hukum transparan sangat dibutuhkan untuk membangun kembali kepercayaan politik dan sosial masyarakat Ambon terhadap pemerintah.

"Selama ini kegagalan negara dibicarakan terus-menerus di tengah rakyat Ambon. Di tengah suasana konflik, negara dianggap tidak ada untuk memberi rasa aman," kata Tamrin mengeluh. "Yang ada hanya kelompok-kelompok bersenjata yang memperjuangkan kepentingan masing-masing."

Pengakuan negara atas kesalahan atau kegagalan yang terjadi, menurut Tamrin, merupakan satu-satunya upaya untuk memulihkan kepercayaan rakyat Ambon terhadap pemerintah. Pengakuan melalui pengungkapan hasil penyelidikan itu diharapkan mendasari pembenahan sesuai kesepakatan negara dengan warga daerah ini.

Bentuk konkret pembenahan yang mendesak dibutuhkan, selain penyelesaian sengketa tanah, adalah perbaikan infrastruktur pemerintah serta pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan yang hingga kini terbengkalai. Pembenahan ekonomi berperan sangat penting karena angka pengangguran melonjak dalam situasi konflik.

"Anak-anak muda yang dulu jadi 'pahlawan' perang itu potensial menjadi sumber daya kekerasan akibat kekecewaan atas normalisasi kondisi yang luar biasa lamban itu," kata sosiolog ini menambahkan.

Pemulihan dalam segala lini tak dapat dilepaskan dari infrastruktur pemerintah dan seluruh jajaran aparat negara yang tersendat mental korupsi. Tamrin menengarai adanya kecenderungan aparat negara untuk memagari proyek secara ketat karena dana kemanusiaan dapat disalahgunakan sebagai sumber nafkah.

Bencana apa lagi yang masih ditunggu? Sudah saatnya dihapus persepsi bahwa setiap bencana adalah proyek. (NUR HIDAYATI)

Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/nunusaku
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044