KOMPAS, Selasa, 04 Mei 2004, 01:40 WIB
NASIONAL
Masyarakat Maluku Perlu Tolak "Adu Domba"
Jakarta, Selasa
Berita Terkait:
• Kapolri: "Batin Saya Menangis Ambon Kembali Rusuh"
• Megawati : Cita-Cita Separatisme, Ingkari Kenyataan Sejarah
Masyarakat Maluku khususnya di Kota Ambon diminta menolak dan tidak mudah
diadu domba oleh kelompok lain yang akan menghancurkan persatuan dan kesatuan
antar-masyarakat beragama di Maluku.
Imbauan tersebut disampaikan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo, di Jakarta, Senin (3/5). Menurutnya, kerusuhan
di Ambon (25/4) disertai ulah penembak gelap (sniper) yang diduga oknum dari luar.
Kerusuhan terjadi Ambon saat simpatisan separatis Forum Kedaulatan Maluku (FKM)
Republik Maluku Selatan (RMS) merayakan HUT-54 berpawai dan berhadapan
dengan kelompok pendukung NKRI sehingga bentrok, mengakibatkan 34 orang
meninggal dan puluhan lainnya luka-luka.
Menurut Hermawan yang akrab dipanggil Kiki itu, seolah-olah kejadian di Ambon
hanya pertentangan masyarakat lokal saja, yakni antara pendukung Negara Kesatuan
RI (NKRI) dan simpatisan FKM RMS. Padahal, faktanya ditemukan penembak gelap
(sniper) yang diduga dilakukan oknum aparat terlatih yang konon dikabarkan disersi
dari kesatuannya, karena fakta di lapangan korban yang tertembak itu berasal dari
sniper yang tepat sasaran.
Ia juga mengatakan, fakta di lapangan, jenis peluru yang dipakai para penembak
gelap adalah jenis 5,6 milimeter (mm), sedang standar peluru dari TNI berukuran 7,2
mm. Dengan demikian, sebutnya, sniper itu bukan dari aparat resmi.
Kiki menyambut baik atas meredanya pertikaian antara kedua kelompok masyarakat
di Ambon saat ini, karena eskalasinya kian menurun. Ia berharap ada perdamaian
permanen sebagaimana telah disepakati Deklarasi Malino II awal 2002 oleh tokoh
masyarakat dan agama di Maluku.
Dia mengimbau aparat keamanan TNI/Polri di Maluku segera melakukan perlucutan
senjata (sweeping) bagi mereka yang membawa dan memiliki senjata api dan tajam
dari kedua belah pihak yang bertikai secara adil.
Menjawab pertanyaan tentang kepemimpinan yang kuat, Kiki mengatakan, tidak
benar jika kepemimpinan nasional yang kuat itu identik dengan tentara. "Sipil bisa
menjadi pemimpin kuat asal yang bersangkutan bersikap tegas dan konsisten,"
ujarnya.
Sementara pemimpin yang dipersepsikan kuat ala tentara itu merupakan persepsi
yang salah, karena sistem di tentara menggunakan garis komando yang kuat atau
berjalan tidak secara alamiah.
Membaik
Sementara itu, di tempat terpisah, Wagub Maluku Memet Latuconsina mengatakan,
kondisi di Ambon kini berangsur membaik, karena itu pemerintah tidak perlu
memberlakukan darurat militer di Maluku. "Situasi kemanan di wilayah sudah dapat
diatasi aparat setempat ditambah bantuan aparat dari pusat," katanya.
Untuk menjadikan darurat militer, lanjut Memet, diperlukan persetujuan dari sejumlah
instansi, baik dari pusat maupun daerah. Memet Latuconsina menambahkan, konflik
antara kelompok masyarakat di Ambon kini sudah mereda, dan Pemda Maluku pun
sudah mampu mendistribusikan kebutuhan bahan pokok guna menjaga harga-harga
tidak naik secara tajam. (Ant/ima)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|