KOMPAS, Selasa, 27 April 2004
TAJUK RENCANA
Jatuh Korban Lagi di Ambon
SEHUBUNGAN dengan peringatan hari ulang tahun Republik Maluku Selatan, atau
RMS, Minggu, 25 April, jatuh korban lagi di Ambon. Akibat bentrokan yang terjadi,
dilaporkan sedikitnya 10 warga tewas dan 98 warga lainnya luka-luka.
Padahal, akan diperingatinya hari ulang tahun RMS itu sudah diketahui dan
diantisipasi oleh pemerintah setempat dan aparat keamanan, yakni polisi yang
dibantu TNI.
Bentrokan dan insiden penembakan terjadi ketika rombongan peserta peringatan
RMS pulang dari kantor polisi setempat setelah diperiksa polisi. Di jalan, rombongan
itu dihadang oleh massa yang menamakan diri pendukung NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia).
Kerusuhan berkobar. Polisi melepaskan tembakan peringatan untuk melerai. Kecuali
jatuh korban tewas dan luka, beberapa bangunan terbakar, termasuk Kantor PBB.
TERHADAP insiden itu sendiri, masuk akal jika kita bertanya, sudah diantisipasi oleh
pihak keamanan, toh masih terjadi bentrokan yang makan korban tewas dan luka.
Mengapa bisa terjadi?
Belum lagi gaung dan akibatnya! Yakni gaung dan akibatnya terhadap situasi Maluku
yang masih sensitif.
Di sana, selain sisa gerakan RMS, ada pula bekas luka konflik horizontal. Bekas luka
konflik itu harus dirawat cermat, bijak, dan semangat rekonsiliasi.
Pada tingkat pertama yang harus dilakukan semua pihak, terutama pemerintah dan
aparat keamanan, menjaga jangan sampai muncul insiden aksi-reaksi lagi saat ini.
Jangan sampai jatuh korban lagi, tewas, luka maupun pembakaran.
SELANJUTNYA terutama pemerintah dan aparat melakukan introspeksi perihal
bentrokan itu. Mengapa meski sudah diketahui, telah diantisipasi, disiapkan langkah
prevensi, toh masih juga bobol.
Analisis pascakejadian, misalnya, bisa mempertanyakan, bukankah bisa diperkirakan
rombongan pendukung hari jadi RMS yang pulang dari kantor polisi akan dihadang
oleh massa pendukung NKRI dan anti-RMS.
Penggerak massa pun harus mengambil pelajaran. Toh, setiap kali didemonstrasikan,
yang menjadi korban tewas, luka, dan perusakan adalah warga. Kebanyakan warga
yang ikut-ikutan.
Kerusuhan, bentrokan, dan korban terbaru di Ambon sekali lagi mengingatkan kita
akan sejumlah persoalan rawan yang kita hadapi. Di antaranya, memang benar, di
sana-sini masih ada masalah yang bertalian dengan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Hadirnya persoalan itu tidak mengada-ada. Kenyataan dan faktanya ada. Misalnya
ada di Ambon, di Papua, dan di Nanggroe Aceh Darussalam.
TENTANG hadirnya persoalan yang berkaitan dengan keutuhan dan eksistensi NKRI,
kita harus jelas dan tegas. Jangan mudah tertipu oleh manuver dari luar dan hiruk-
pikuk munculnya aliran dan kepentingan global.
Tidak berarti kita menutup diri, tidak pro-aktif mengikuti perkembangan. Tidak berarti
kita buta-tuli dan masa bodoh terhadap muncul dan meluasnya komunitas dan
peradaban masyarakat madani. Kita harus pro-aktif dan berpartisipasi terhadap
perubahan dan perkembangan.
Namun, semua itu kita lakukan secara cerdas, bijak, dan berpedoman kepada
kepentingan bangsa dan negara. Jangan membiarkan diri terombang-ambing.
Sikap cerdas dan bijak misalnya tidak lagi sekadar mengandalkan kekuatan fisik
dalam menyelesaikan dan menangani persoalan, termasuk konflik. Ditempuh juga
arus besar yang kini berlaku dan kita pun sepakat mengikutinya. Misalnya jalan
otonomi. Otonomi daerah yang genuine, yang tulus menciptakan peluang daerah dan
komunitasnya berekspresi diri secara bebas.
Otonomi daerah agar dikelola sedemikian rupa sehingga maknanya dirasakan oleh
warga daerah dalam bentuk kesejahteraan, kemakmuran, dan keamanan. Dirasakan
dalam ekspresi kreatif kesenian, kebudayaan, serta keselarasan dengan lingkungan
alam.
GERAKAN separatis dibuat tidak laku dan tidak relevan, karena otonomi serta
otonomi khusus dalam kerangka NKRI sanggup memberikan peluang untuk
segalanya bagi warga dan masyarakat setempat.
Semua itu tidak berarti tegaknya hukum dan keadilan tidak diperlukan. Tindakan
hukum diperlukan karena merupakan konsekuensi dan implikasi negara hukum.
Pelaksanaannya agar tegas, tetapi adil dan efektif.
Kembali kepada pertanyaan sekitar kerusuhan 25 April di Ambon. Sudah diketahui,
telah diantisipasi, toh masih juga kebobolan! Perlu juga ditarik pengalaman dan
pelajarannya.
KITA semua juga harus turut dan ikut mendesakkan agar apa yang terjadi di Ambon
bisa segera diredam dan tidak melebar ke mana-mana. Ini perlu karena kita pernah
merasakan pahitnya akibat dari bentrokan itu bagi saudara-saudara yang tinggal di
sana.
Ibaratnya, bentrokan antarkelompok hanya membuat mereka mundur puluhan tahun
ke belakang. Bukan hanya karena hasil pembangunan saja yang menjadi sia-sia,
tetapi kesempatan untuk menimba ilmu pun tidak lagi bisa mereka peroleh.
Baru saja harapan untuk merentas kembali masa depan itu terkuak, kini sudah goyah
kembali. Kegagalan kita untuk mempertahankan kedamaian di daerah itu akan
membuat warga yang tinggal di sana semakin jauh tertinggal di belakang.
Hal yang paling kita takutkan dalam kondisi yang tidak menentu itu adalah informasi
yang hanya berbasis isu, sekadar rumor. Ketidakkritisan kita terhadap informasi yang
simpang siur hanya akan menciptakan kecurigaan- kecurigaan baru. Padahal bukan
mustahil ada pihak yang sengaja bermain, apalagi banyak pemain di daerah itu yang
sudah tidak tinggal di Indonesia lagi.
Sekarang ini sangat dibutuhkan cara berpikir yang sehat. Hanya dengan akal
sehatlah kita bisa menghindarkan terulangnya malapetaka yang membuat seluruh
bangsa ini ikut menderita.
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|