Masariku Network, 10 Mei 2004
Kronologi foto bersama ARHANUD 11 dengan bendera RMS
Peristiwa pemotretan aparat arhanud 11 bersama bendera RMS di lokasi menara
lonceng bantu Jemaat GPM GATIK (Galala-Hative Kecil) tanggal 07 mei 2004 (Hasil
wawancara & kesaksian para saksi mata)
Lokasi wawancara: Kantor Gereja Jemaat GPM Gatik (Galala - Hative kecil)
Media bantu: Handycam.
Hari/Tanggal: Sabtu, 08 Mei 2004
Waktu: Jam 10.00 WIT s/d 12.00 WIT
Wawancara dilakukan oleh: 1. Noija Phileo Pistos, SH (Biro Hukum GPM)
2. Pdt. Leunufna, Cor SmTh, SH (Biro Hukum GPM)
3. Pdt. Jacky Manuputty (Sek Crisis Centre GPM)
Kesaksian Ibu Pendeta Galala - Hative Kecil, Pdt. ZM.
Tadi malam hari Jumat tgl. 07 Mei 2004, Pkl. 22.30 WIT sehabis ibadah, datang ojek
yang biasa membonceng saya (Bpk AT) dan meminta saya secepatnya musti ke
belakang (wilayah belakang desa) karena ada masalah. Ketika saya bertanya
masalahnya apa?, dia menjawab: masalahnya Aparat dengan bendera RMS. Saya
lalu menuju ke rumah Pastori tapi sebelumnya saya mampir dan lapor ke Raja
Galala, bahwa ada masalah seperti begini (saya ceriterakan apa yang terjadi) saya
bilang Bapa Raja tunggu disini, saya bawa kedua saksi ini turun kesini lebih baik, dia
tanya siapa yang lihat, saya bilang MH dan HE. Di pastori saya berbicara dengan
mereka dan berbicara tentang apa yang terjadi, menurut mereka ketika mereka baru
pulang ke rumah isteri mereka menginformasikan bahwa ada aparat yang naik ke
tempat pos jaga anak-anak di Menara Lonceng Bantu. Kami kemudian menuju ke
tempat itu dan menemukan tiga orang tentara sedang berfoto dengan bendera RMS,
ada yang membungkus badannya dengan bendera RMS dan di foto dari belakang.
Kemudian mereka melipat dan meletakan di bawah menara lonceng dan selanjutnya
meletakkan sekitar 10 dos peluru yang telah dikeluarkan di atas bendera. Selanjutnya
mereka meletakkan juga senjata-senjata mereka diatas bendera itu lalu diambil
fotonya. Dari kedua saksi saya mendengar bahwa anggota tentara yang mengambil
foto itu menggunakan karpus, tshirt oblong loreng dan celana loreng, menurut kedua
saksi kalau ketiga anggota tentara itu diperhadapkan lagi dihadapan mereka, mereka
akan mengenali. ketika saya bicara dengan mereka saya bilang kalian harus jadi
saksi dan tidak boleh tambah apapun, cerita sebagaimana yang kalian lihat, demi
keselamatan umat kalian harus jadi saksi dan mereka mengatakan bahwa mereka
siap jadi saksi apapun resikonya.
Kemudian kita ke rumah Raja Galala (Paul Yoris) sampai di Raja Galala sudah ada
Raja Hative (Mono Muryani). Saat itu waktu saya bersama dua saksi, Sdr. CN serta
dua raja berbicara bersama. Bpk Raja Hative mungkin agak takut karenanya dia
mempersalahkan kedua saksi kenapa tidak melaporkan disaat kejadian terjadi. Oleh
kedua saksi dijawab justru mereka sedang berpikir bagaimana cara melaporkan,
sebab ada yang mengusulkan untuk lapor di RT saja. Namun ada juga yang bilang
kasus ini tidak bisa dilaporkan di RT. Karenanya saya lalu mengambil langkah untuk
bawa mereka ke Raja, namun raja mengatakan ini sudah terlambat. Saya berkeras
bahwa ini belum terlambat demi kepentingan umat, dan waktunya masih sore. Saya
menegaskan bahwa persoalan ini harus diselesaikan malam ini juga kalau tidak saya
akan mengambil langkah lebih lanjut. Disepakati kemudian bahwa kedua Raja pergi
dan menghubungi YP untuk bertemu dengan DANKI ARHANUD 11 guna
penyelesaian kasus ini. Sementara saya bersama kedua saksi menunggu di rumah
Bpk AA yang terletak disamping rumah Raja Galala. Sekitar Pkl. 01.00 Malam kita
ketemu lagi dan Raja sampaikan bahwa sudah disampaikan ke YP dan YP yang
akan melakukan pendekatan ke DANKI ARHANUD 11, dan sampai besok pagi baru
ada hasil. Saya kemudian katakan; maaf Bapa Raja kalau sampai besok pagi belum
ada hasil maka saya akan mengambil langkah selanjutnya.
Ketika masih pagi saya menelpone Ketua Sinode GPM, Pdt. Hendriks untuk
beritahukan masalah ini. Pak Hendriks menanyakan bagaimana posisi kedua Raja
karena mereka harus menyayangi masyarakat. Selanjutnya menurut Beliau ini bukan
masalah sepele. Pak Hendriks meminta saya membuat surat laporan dan juga
menambahkan bahwa Pdt. Jacky Manuputty, dari Crisis Center GPM bersama Pdt.
Corr Leunufna dan Bpk. Fistos Noija, SH dari Biro Hukum GPM akan segera ke situ.
Setelah menelphone -/+ Jam 09.00 datang Pak M sekretaris Majelis untuk
mendampingi saya. Kemudian saya memanggil H dan M untuk bersama-sama
menunggu Y, sesaat kemudian YP datang dan ia mengatakan bahwa sebaiknya kita
menyelesaikan masalah ini ke dalam. Karena mereka (Aparat ARHANUD 11) telah
membakar bendera RMS itu dan juga sudah memusnahkan foto negatifnya. Namun
saya katakan bahwa saya telah melapor ke Pimpinan Sinode karena apapun yang
terjadi pimpinan Sinode harus tahu, saya juga mengatakan bahwa berdasarkan
informasi Pimpinan Sinode maka Tim Crisis Center dan Biro Hukum GPM akan
segera kesini. Mungkin karena Y merasa tidak puas dia kemudian memanggil DANKI
ARHANUD 11 yang kemudian datang bersama-sama dengan kedua Raja ditambah
Pak FL (RT setempat). Kemudian kami membicarakan masalah ini bersama-sama.
DANKI ARHANUD 11 Kapten Tri Sugianto menanyakan pendapat saya terhadap
masalah ini. Menurut dia ini (Persoalan) sudah selesai karena anggotanya itu
bersikap jujur ketika ia Tanya. Ketiga anggotanya yang berfoto bersama bendera itu
telah mengacungkan tangan ketika ia menanyakan mereka dan menurut mereka
bendera dan foto-foto itu sudah dimusnahakan. Saya mengatakan bahwa saya telah
mengambil langkah untuk melaporkan ke Pimpinan Sinode saya sejujurnya. Menurut
DANKI kalau begitu saya juga akan melapor ke Panglima sebab Ibu sudah melapor
ke Institusi Ibu. Saya menjawabnya "Silahkan saja". Selanjutnya DANKI mengatakan
bahwa "dia akan melakukan langkah berikut untuk mencabut pasukan dari tempat ini,
saya menjawab; itu yang kami harapkan, selanjutnya DANKI menyambung bahwa
kalau begitu akan datang lagi pasukan lain yang lebih banyak untuk menempati
tempat ini, dan saya tidak tahu akan jadi apa." Saya merasa itu semacam aacaman
tapi saya tidak takut. Kemudian mereka pergi namun kembali lagi sekitar jam 10.00
pada pertemuan kedua ini DANKI menganjurkan untuk saya menyepakati saja
penyelesaian kedalam. Saya menjawab; "bahwa saya masih akan melakukan lagi
konsultasi dengan Pimpinan Sinode kemudian mereka pergi, sepeninggalnya mereka
saya menelphone Ketua Sinode lagi untuk menginformasikan pertemuan itu jawaban
Ketua Sinode " ini bukan hal sepele untuk diselesaikan dengan cara seperti itu, ini
masalah besar dan sebaiknya Ibu Pendeta menunggu dan bicara dulu dengan
Bapak-Bapak yang akan datang dari Biro Hukum dan Crisis Center GPM. Dengan
demikian mereka tidak akan punya alasan untuk mengatakan bahwa langkah
penyelesaian kasus ini sudah sampai disini".
SAKSI LANGSUNG I
HE, umur 54 tahun tinggal di Hative Kecil
Kemarin (tgl. 07 Mei 2004) sekitar Pkl. 18.30 WIT saya baru kembali ke rumah.
Sebelum memasuki rumah saya melihat ada tiga anggota TNI yang berdiri di tiang
menara lonceng, sehingga saya memutuskan untuk tidak lagi masuk ke rumah. (jarak
rumah Hanok -/+ 20 m dari menara lonceng). Saya kemudian menuju menara lonceng
dan menemukan ketiga tentara itu disana. Mereka mengenakan celana loreng dan
kaos loreng menurut informasi mereka, mereka sedang berfoto-foto dalam rangka
kemungkinan mereka akan dipulangkan tgl. 15 Mei 2004. Saya juga diminta untuk
turut berfoto bersama mereka setelah selesai berfoto dengan anggota tiba-tiba muncul
juga teman saya yang bernama MH dia tetangga saya yang juga tinggal dekat
menara lonceng. Dari bawah (lokasi menara lonceng terletak di atas bukit) mungkin
Sdr. MH sudah melihat salah satu anggota TNI itu dengan bendera RMS yang
diselimutkan di tubuhnya. Setelah H naik salah satu dari anggota itu sudah
meletakkan bendera RMS di lantai menara lonceng. Salah satu anggota yang lain
mengambil peluru yang ada di pinggangnya kemudian dikeluarkan dari sekitar
sepuluh dos dan diletakan diatas bendera. 2 pucuk senjata mereka juga diletakkan
diatas bendera dalam posisi tidur, namun salah seorang anggota mengatakan
sebaiknya salah satu senjata diletakkan dalam posisi berdiri supaya bisa nampak,
selanjutnya mereka mengambil foto bergantian salah seorang anggota yang awalnya
memakai pakaian dinas kemudian membuka kemeja loreng dan selanjutnya
mengenakan karpus dikepalanya bersama tshirt oblong bercorak loreng tentara.
Ketika saya dan M berfoto bersama mereka , mereka tidak lagi memegang bendera
RMS. Jadi foto yang diambil kemudian hanya antara kami dengan mereka.
Ketika selesai berfoto kami duduk dan mengobrol, salah seorang dari anggota itu
mengatakan bahwa ini sudah 28 kali (gambar yang dipakai sudah 28 kali) saya
kemudian bertanya apakah bapak-bapak sudah lama bertugas di Ambon salah
seorang diantara mereka "aduh pak sudah 1 tahun lebih kita bertugas" dan di Aboru 5
bulan yang lalu. Salah seorang anggota bilang bendera RMS ini kita dapat di Aboru
karena di Aboru itu ada banyak bendera RMS.
Interupsi Ibu pendeta: penjelasan ini bersalahan dengan keterangan dari DANKI,
menurut DANKI mereka itu tidak pernah ke Aboru jadi mereka hanya sekedar mau
action dengan bendera RMS dan Peluru. Katanya ada yang tidak ke Aboru namun
ingin sama dengan teman mereka yang ke Aboru jadi ada rasa cemburu.
Dialog dengan Bpk. Fistos Noija, SH;
Fistos: Apakah setelah peristiwa itu Bapak bercerita kepada orang lain
H: Saya tidak cerita pada orang lain karena saya berpikir foto-foto itu Cuma untuk
kenang-kenangan saja.
Fistos: sejak kapan ketemu Ibu Pendeta
H: saya bertemu Ibu Pendeta sekitar jam 23.00 WIT ketika pulang sembahyang.
Saya jelaskan kepada Pendeta sesuai apa yang saya lihat.
Fistos: kapan Bapak bertemu dengan Raja Galala dan Raja Hative.
H: setelah Ibu Pendeta memanggil saya dan Pak Musa, mungkin sebelumnya Ibu
Pendeta sudah informasikan ke Bapa Raja Galala. Setelah berbicara di Pastori kami
langsung pergi turun untuk ketemu dengan Bapa Raja Galala dan Bapa Raja Hative,
saat itu saya bersama Ibu Pendeta, Bpk. M dan Bpk. CN
Fistos: Dalam pertemuan itu apa yang dibicarakan
H: Dalam pembicaraan itu yang saya bicarakan sebagai saksi sama seperti yang
telah saya terangkan tadi.
Fistos: Apakah ada pembicaraan tentang penyelesaian
H: Belum sampai ke tingkat itu, karena itu bukan urusan saya. Mungkin itu harus
melalui pendekatan dengan Ibu Pendeta, Bapa Raja saya, dan mungkin juga dengan
DANKI. Ditingkat itu kami belum sampai.
Fistos: Jadi pembicaraan mengenai penyelesaian itu Bapak tidak tahu ?
H: Oh, saya tidak tahu. Tadi ketika jam 10.00 pagi ( tgl. 08 Mei 2004 ) yang
dibicarakan sesuai dengan penjelasan Ibu Pendeta yang sudah disampaikan tadi.
Fistos: Waktu pembicaraan kemudian tentang penyelesaian secara ke dalam itu
Bapak - Bapak ada atau tidak.
H: Ada, disitu ada Bapa Raja, Pak YP, Pak Tri ( DANKI ARHANUD 11 ), juga Pak
Frans Luhukay dan Bpk. Sahetapy. Pembicaraannya menyangkut penyelesaian ke
dalam ( dalam desa dan jemaat).
Fistos: Apa sikap Ibu Pendeta yang Bapak lihat.
H: dari pembicaraan itu Ibu Pendeta diantaranya mengatakan bahwa saya sudah
laporkan ke atasan saya. Jadi untuk berita baliknya Ibu Pendeta mungkin akan
memberitahukan ke Pak Tri (DANKI)
Fistos: Pada waktu Bapak diambil foto dengan aparat apa yang Bapak lihat ada di
sisi kanan dan kiri Bapak.
H: dilantai itu mereka hanya punya ransel dan senjata-senjata. Jenis senjata itu yang
popornya bisa dilipat, di kiri kanan lokasi foto hanya ada pohon singkong dan pohon -
pohon lainnya. Saya masih ingat ketika mereka akan mengambil foto dengan latar
belakang ke arah STAIN ( Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ), saya menyarankan
sebaiknya latar belakangnya ke arah kota Ambon supaya pemandangannya lebih
bagus.
Fistos: Jarak lokasi menara lonceng dengan pos jaga mereka ( ARHANUD 11 )
Berapa meter ?
H: jaraknya -/+ 500 m.
Fistos: Berapa lama mereka telah bertugas/BKO di daerah Galala-Hative Kecil ?
Ibu Pendeta memotong; tgl. 26 April 2004 mereka masuk dan berjaga disini. Awalnya
Brimob yang duluan namun kemudian menyusul ARHANUD 11 yang menempati pos
yang sekarang ini.
Fistos: Kira-kira berapa banyak anggota mereka disini.
Ibu Pendeta menjawab; -/+ 20 orang. Awalnya ada 1 perempuan dan 3 lelaki sipil
yang mereka bawa untuk tinggal bersama mereka di Pos. Menurut mereka itu koki
yang diambil untuk membantu mereka, namun anak-anak mengenali mereka sebagai
pekerja bengkel (beragama muslim) di Ambon. Saat itu saya menelphone Bapa Raja
dan meminta untuk mengecek 4 orang sipil yang tinggal bersama aparat-aparat itu di
Pos jaga, namun saya tak berhasil berbicara dengan raja. Beberapa hari kemudian
keempat orang itu sudah tak terlihat lagi di pos jaga.
Fistos: Bagaimana hubungan mereka dengan masyarakat sekitar sini, apakah
masyarakat juga menjamin makanan untuk mereka.
Ibu Pendeta menjawab; masalahnya para aparat itu terlihat sangat kaku dan tidak
ramah saat mereka mulai datang, karena itu kami juga tidak berani untuk
memberikan apa-apa untuk mereka hanya saja kami sering menyediakan minuman
bagi mereka di malam hari.
Fistos: Apakah mereka sering naik juga ke pos jaga anak-anak di menara lonceng.
H: seingat saya sampai dengan kejadian kemarin baru dua kali mereka naik ke situ.
Mereka tidak pernah melakukan patroli sehingga saya katakan seharusnya kalau
professional mereka harus melakukan patroli di lokasi mereka berada.
SAKSI LANGSUNG II
Nama MH, umur 39 tahun alamat Hative Kecil
Saat itu saya dan teman-teman sementara duduk di samping rumah Pastori antara
jam 15.00 s/d jam 17.30 WIT. Isteri saya kemudian berteriak memanggil saya. Ketika
saya datang ia mengatakan ada dua orang aparat naik ke atas (kearah menara
lonceng). Namun saya kembali dan duduk dengan teman-teman disamping rumah
Pastori. Beberapa saat kemudian keponakan saya datang lagi dan mengatakan
bahwa ada 2 orang aparat naik dari lapangan bola gawang mini kea rah bukit. Saya
lalu teringat apa yang dibilang isteri saya bahwa ada dua orang aparat naik ke atas.
Saya lalu memutuskan berdiri dan mengajak R, anak dari Sdr. HE (saksi langsung I)
untuk naik kea arah menara lonceng. Ketika melewati depan rumah H saya mencoba
memanggil H untuk ikut bersama kami. Pada saat itu Rmengatakan sandal ayahnya
tidak ada di depan pintu sehingga mungkin saja ayahnya telah naik duluan ke atas
(menara lonceng). Sewaktu saya mendengarnya saya berbalik kea rah menara
lonceng (jarak rumah H dengan Menara Lonceng -/+ 15 m) dan saya melihat satu
aparat tentara yang memegang bendera RMS dan membungkus tubuh bagian
belakangnya. Aparat bersangkutan membelakangi salah seorang temannya yang
sedang memotret dirinya. Saya kaget sekali dan berkata "Ih Bapa Kami Aparat deng
bendera RMS" (Ya Tuhan, Aparat dengan bendera RMS) kalau katong pegang
bendera itu saja katong dapa pukul stengah mati" (kalau kita memegang bendera itu
saja kita sudah dipukuli setengah mati).
Saya kemudian mengatakan kepada R mari kita naik kesana (menara lonceng).
Ketika kami tiba disitu saya melihat mereka (aparat) sudah meletakkan bendera itu
diatas lantai menara lonceng.
Fistos: Pada jarak berapa meter-kah pertama kali Bapak melihat aparat yang berada
di menara lonceng.
M: Kira - kira 15 meter saya melihat mereka dan mereka ada di sekitar Menara
lonceng sementara kami dari bawah, sewaktu kami naik bendera sudah Diletakkan di
atas lantai menara lonceng. Saat itu saya melihat mereka sementara mengatur peluru
di atas bendera dan juga ada dua buah senjata. Disebelahnya ada ransel serta karpus
berwarna hitam, salah seorang tentara kemudian mengatakan untuk temannya yang
sedang mengatur peluru supaya jangan menidurkan senjata itu semuanya, namun
didirikan juga. Temannya itu kemudian melipat popor salah satu senjata mereka dan
dia berdirikan senjatanya. Salah seorang aparat kemudian membuka kemejanya dan
mengenakan karpus dikepalanya serta t-shirt loreng tentara dan celana loreng.
Selanjutnya ia berjongkok bersama bendera, peluru dan senjata untuk dipotret oleh
temannya yang lain dalam jarak -/+ 1,5 meter. Ketiga anggota aparat itu kemudian
secara bergantian berfoto dengan bendera, peluru dan senjata-senjata itu. Sehabis
mereka bertiga berfoto mereka mengajak kita untuk mengambil Foto juga bersama
mereka namun tidak di lokasi dimana bendera dan senjata diletakkan. Kita kemudian
berfoto dengan latar belakang bebukitan, dan beberapa latar belakang lainnya.
Beberapa saat kemudian kami turun dan kembali ke rumah, Sepanjang perjalanan ke
rumah saya terus bertanya - tanya dalam hati bagaimana bisa aparat TNI menyimpan
dan membawa bendera RMS. Kita yang masyarakat melihatnya saja sudah takut.
Bagaimana mungkin aparat TNI tetap menyimpan barang bukti seperti ini pada
mereka. Setelah kejadian itu kita memang sudah berpikir untuk melapor, tak tahunya
peristiwanya sudah terdengar sampai ke bawah (di pemukiman arah bawah).
Fistos: Ketika mereka mengatur senjata, peluru, bendera hanya seorang dari mereka
yang dipotret bersama barang-barang itu. 2 anggota yang lainnya bapak lihat berada
dimana.
M: Mereka memang di potret seorang saja namun berganti-gantian sampai semuanya
kebagian.
Fistos: Dalam jarak 1,5 meter itu aparatnya duduk atau berdiri.
M: Yang memotret berdiri dan yang dipotret duduk
Fistos: Khan mereka bergilir ?
M: Betul Pak namun secara bergilir mereka yang dipotret itu dalam posisi duduk jadi
dengan jelas terlihat bendera RMS, peluru dan senjata serta ransel di belakang juga.
Fistos: Apakah bapak melihat nama-nama mereka.
M: Tidak karena yang dua telah memakai t-shirt loreng tentara sedangkan yang satu
ada memakai ban yang menghalangi. Nanti setelah selesai dipotret salah seorang
dari mereka baru menyarungkan kemejanya kembali.
Fistos: Apakah Bapak tahu darimana mereka memperoleh bendera ?
M: Tidak juga Pak, hanya saja salah seorang dari mereka katakana bahwa bendera
ini mereka tangkap dari Aboru.
Fistos: Apakah sekarang kalau kembali dipertemukan dengan mereka, bapak bisa
mengenali wajah-wajah mereka.
M: Tentu saja Pak saya kenal tiga-tiganya.
Fistos: Setahu Bapak berapa jarak antara pos aparat itu dengan lokasi menara
lonceng.
M: -/+ 400 s/d 500 meter.
Fistos: Apakah setelah kejadian bapak ada menceriterakan kejadian ini kepada orang
lain.
M: Tidak Pak kepada Ibu Pendeta juga tidak.
Fistos: Lalu kapan Bapak ketemu Ibu Pendeta
M: sekitar jam 22.00 s/d 21.00 WIT, saat itu Ampy Huka salah seorang teman
dilingkungan kami datang memanggil saya katanya " bangun dulu Ibu Pendeta ada
perlu ". Saya lalu ke rumah Ibu Pendeta dan menemukan disana telah ada Ibu
Pendeta bersama Ibu IS, Bpk. CN, serta Bpk. Agus Tetelepta. Selanjutnya Ibu
Pendeta menanyakan peristiwa yang terjadi dan saya menceriterakan seperti yang
telah saya katakan tadi.
Fistos: Apakah pada hari ini (tgl. 08 Mei 2004) bapak ada ketemu Ibu Pendeta
M: Ada Pak, ketemunya di Pastori
Fistos: Apakah Bapak bertemu sendiri atau ada yang lain juga.
M: Ada Pak, Ibu Pendeta, Pak HE, Pak MS dan Pak FL.
Fistos: Apakah Bapak juga ketemu DANKI (DANKI ARHANUD 11) disana, dan apa
yang dibicarakan.
M: Pembicaraan DANKI itu sepertinya meminta diselesaikan secara kekeluargaan
Artinya diselesaikan di dalam Desa dan Jemaat yang ada bersama aparat mereka
yang bertugas disini.
Fistos: Apakah dalam pembicaraan itu hadir juga kedua Bapa Raja.
M: Hadir Pak!
Nama Aparat ARHANUD 11 yang terlibat;
- Ketiga orang Anggota ARHANUD 11 yang terlibat pada peristiwa pemotretan dengan
bendera RMS tidak secara langsung diketahui oleh para saksi yang menyaksikan dan
berada di lokasi Menara Lonceng.
- Dua nama diantara ketiga anggota aparat dimaksud diperoleh melalui percakapan
Ibu P. dengan anggota ARHANUD 11 lainnya yang tidak ikut ke lokasi Menara
Lonceng. Saat itu Ibu P. menginformasikan kepada anggota lainnya yang berada di
Pos bahwa ada rekan mereka yang sedang naik kea rah menara lonceng. Oleh
anggota yang berada di Pos dikatakan bahwa ia juga sudah diajak tapi ia menolak.
Dua nama diantara tiga rekannya yang naik ke Menara Lonceng disebutkan kepada
Ibu P. Masing -masing mereka adalah; Pratu J dan Prada S.
Desa Galala, 08 Mei 2004
Yang diwawancarai |
Yang melakukan wawancara |
1. Pdt. Ny.ZM
(Pendeta Jemaat GPM GATIK) |
1. Fistos Phileo Noija, SH
(Anggota Biro Hukum-GPM) |
2. MH
(Warga Desa Hative Kecil) |
2. Pdt. Corr Leunufna, Sm.Th, SH
(Anggota Biro Hukum-GPM) |
3. HE
(Warga Desa Hative Kecil) |
3. Pdt. Jacky Manuputty, S.Th, SF
(Sekr.Crisis Centre - GPM) |
MASARIKU NETWORK AMBON
|