Masariku Network, 26 April 2004
Kronologi peristiwa kekerasan ambon 25 April 2004
Pada hari Minggu 25 April 2004 terjadi peristiwa kekerasan dan konflik antar warga
yang melibatkan juga aparat keamanan di Ambon, Maluku. Konflik menjalar dengan
cepat, korban berjatuhan dan rumah serta perkantoran terbakar. Berikut sejumlah
informasi yang telah terkumpul antara lain:
1) Sebelum tanggal 25 April 2004 telah berkembang isu dan informasi, baik di media
massa maupun di masyarakat, yang menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat
keamanan (TNI dan POLRI) telah mengetahui adanya rencana pengibaran bendera
dan perayaan HUT RMS oleh FKM, antara lain:
a) Telah dilakukan rapat koordinasi antara POLDA, TNI dan Pemerintah Daerah, untuk
mengantisipasi peristiwa pengibaran bendera dan perayaan HUT RMS oleh FKM
sekitar tanggal 12 April 2004. Berdasarkan rapat tersebut maka KAPOLDA
menyatakan bahwa “sejauh tidak menimbulkan situasi anarkhi dan tidak
mengibarkan bendera RMS maka silahkan saja”.
b) Pihak POLDA Maluku, melalui Humas POLDA, telah merencanakan untuk
meminta bantuan Sinode GPM agar memberikan himbauan kepada warga kristen
untuk tidak mengibarkan bendera benang raja (bendera RMS) dan membantu
menangkap pengibar bendera RMS bila ditemukan. Dalam percakapan terbatas
antara Pihak Humas POLDA dengan unsur gereja tersebut, Pihak Humas POLDA
secara tegas juga menyatakan kekhawatirannya bahwa ada “kekuatan besar” yang
mencoba menjustifikasi kehadirannya dengan cara memprovokasi massa untuk
mengibarkan bendera RMS. Menurut penjelasan yang bersangkutan, “pola seperti itu
telah dipakai pada beberapa wilayah lain di Indonesia”.
c) Ada isu yang berkembang di kalangan masyarakat Muslim bahwa pendukung
FKM/RMS akan juga melakukan demo dengan memasuki wilayah pemukiman
Muslim dengan membawa bendera RMS.
2) Pada hari Sabtu Pagi, tanggal 24 April 2004, dilakukan upacara peringatan HUT
RMS di Negeri Waai. Sementara itu pada hari Sabtu malam, tanggal 24 April 2004,
para pendukung FKM/RMS mengadakan kebaktian di rumah dr. Alex Manuputty,
Ketua FKM. Pada malam yang sama tanggal 24 April 2004, diperoleh informasi
bahwa diadakan tabligh dan silaturahmi di Mesjid Al-Fatah yang dipimpin oleh Ustadz
Shihab.
3) Pada tanggal 25 April 2004, kurang lebih jam 02:00 pagi secara tiba-tiba lampu
padam selama kira-kira 5 menit di wilayah Kudamati dan sekitarnya. Wilayah ini
merupakan wilayah konsentrasi massa pendukung FKM/RMS. Setelah lampu
menyala didapati sejumlah bendera RMS telah berkibar di jalan dan di pepohonan di
wilayah Kudamati.
4) Pagi hari Minggu, tanggal 25 April 2004, para pendukung FKM/RMS melakukan
upacara peringatan HUT RMS di halaman rumah dr. Alex Manuputty, yang dihadiri
oleh sekitar 300 orang pendukung. Selain bendera RMS, juga dikibarkan bendera
PBB. Setelah upacara berlangsung sekitar 50 menit, aparat kepolisian datang dan
melakukan penangkapan terhadap Sekjend FKM, Moses Tuanakotta, sambil
melakukan penurunan bendera RMS dan PBB. Penangkapan terhadap Moses
menyebabkan terjadinya konsentrasi massa, dimana ketika keluar dari lokasi
penangkapan massa berjumlah sekitar 200 orang. Jumlah ini terus bertambah
menjadi lebih dari 1.000 orang yang mengikuti Moses yang dibawa ke kantor POLDA
oleh aparat kepolisian dengan berjalan kaki. Terjadinya konsentrasi massa yang
semakin banyak adalah akibat penangkapan dan penggiringan Moses ke Polda
dilakukan dengan berjalan kaki, sehingga membuat massa berpikir bahwa itu adalah
pawai FKM/RMS. Sebagian massa mengiringi Moses dengan berjalan kaki dan ada
pula yang menggunakan sepeda motor. Perlu diketahui bahwa jarak dari lokasi
penangkapan di Kudamati ke Kantor POLDA di Batu Meja tersebut menempuh jarak
sekitar hampir 2,5 kilometer, sehingga tidak mengherankan jika terjadi penambahan
massa yang terus meningkat.
5) Dalam perjalanan ke Kantor POLDA massa tersebut mengibarkan bendera RMS,
dan meski beberapa kali diambil oleh aparat keamanan, namun tetap dikibarkan lagi.
Setelah demo berlangsung, sekitar 30-40 orang dipersilahkan melakukan negosiasi
dengan aparat kepolisian. Demo dilakukan dengan tertib di depan kantor POLDA
Maluku. Setelah perwakilan para demonstran masuk maka massa lainnya diminta
pulang dengan pengawalan aparat kepolisian.
6) Setelah peristiwa demo tersebut, massa FKM/RMS diangkut pulang secara teratur
dengan pengawalan polisi. Namun ketika melewati wilayah Tugu Trikora sampai
dengan Pohon Pule (sekitar Soa Bali), kurang lebih jam 12:30 siang, massa
demonstran dihadang dan dilempari oleh massa yang anti-FKM/RMS yang
menggunakan simbol bendera Merah-Putih. Pelemparan tersebut mengakibatkan aksi
saling lempar. Akibatnya ketegangan meningkat. Polisi mengeluarkan tembakan, 8
orang kena tembak dan dibawa ke RS Al-Fatah. Bersamaan dengan itu 20 orang
ditahan. Tembakan tersebut sebenarnya belum memicu terjadinya konsentrasi massa
yang lebih banyak. Setelah peristiwa massa FKM/RMS bubar. Beberapa saat
kemudian terdengar beberapa bunyi ledakan bom dan granat. Dari pantauan di
lapangan, ternyata bunyi ledakan bom dan granat tersebutlah yang kemudian memicu
terjadinya konsentrasi massa di kedua belah pihak.
7) Namun penembakan tersebut telah mengakibatkan meninggalnya 6 orang di RS
Al-Fatah. Kematian tersebut kemudian memicu timbulnya sentimen antar agama
yang meningkat. Setelah itu terjadi perluasan titik api di Mardika, dimana kemudian
terjadi pembakaran terhadap rumah-rumah warga Kristen yang baru dibangun
kembali. Di wilayah tersebut ditemukan satu korban jiwa, yaitu Noke Meyer, yang
mati terbakar di dalam rumah.
8) Satu jam kemudian titik api meluas ke pemukiman dan barak pengungsi yang baru
dibangun kembali di sekitar Wilayah Poka dan Rumatiga. Pembakaran tersebut telah
membuat pemukim mengamankan diri dengan berenang ke laut dan sebagian
dievakuasi dengan perahu, sedangkan sebagian lagi berenang menuju Galala.
Sebagian yang tertinggal dievakuasi ke Markas Yon Zipur di Poka dan Rumatiga.
9) Pada saat yang bersamaan titik api bertambah di sekitar Jalan Anthony Rhibokh.
Massa Muslim bergerak memasuki Jalan Anthony Rhibok dan melakukan
pembakaran terhadap gedung UN Center. Pergerakan massa dan pembakaran terus
meluas sampai mendekati RS GPM. Kemudian massa kembali dan bergerak ke arah
Tugu Trikora dan melempari Gereja Silo yang baru dibangun di pusat kota Ambon
dengan bom molotov dan bakaran ban mobil. Massa yang telah mengidentifikasi diri
dengan menggunakan simbol agama kemudian saling menyerang, baik saling lempar
maupun saling menyerang dengan bom dan senjata (rakitan?). Pada saat yang sama
di wilayah sekitar Tanah Lapang Kecil (Talake) juga terjadi konsentrasi massa dan
diikuti dengan pembakaran rumah-rumah pengungsi yang baru dibangun. Didapatkan
juga informasi bahwa ada sejumlah penembak gelap (sniper) di sekitar Tugu Trikora
sampai dengan Jalan Anthony Rhibok yang melakukan penembakan terhadap warga
dan aparat keamanan, sehingga menjatuhkan korban luka tembak dari pihak Brimob
sebanyak 2 orang. Situasi ini turut menambah ketegangan dan meningkatkan
intensitas kekerasan.
10) Selain korban yang dibawa ke RS Al-Fatah, korban lain juga dibawa ke RS Bhakti
Rahayu. Didapatkan data korban dari TVRI sebanyak sekitar 90 orang dimana 10
orang diantaranya meninggal. Namun dari lapangan diperoleh informasi bahwa sampai
malam ini telah jatuh korban luka tembak sebanyak 98 orang. Dari antaranya 16
orang meninggal. 6 orang warga Kristen dan 10 orang warga Muslim.Sementara itu
sejumlah pasien yang dirawat di RS GPM dievakuasi ke RS Bhakti Rahayu dan
Gedung Baileo Oikumene, karena situasi keamanan yang semakin rawan di sekitar
RS GPM.
11) Berdasarkan informasi tentang pergerakan aparat keamanan, dapat dikatakan
bahwa meskipun situasi ketegangan dan rencana pengibaran bendera dan perayaan
HUT RMS telah diketahui namun tidak diambil tindakan yang memadai untuk
mencegah meluasnya aksi pengibaran bendera dan perayaan HUT RMS tersebut.
Dapat ditunjuk beberapa peristiwa yang membuktikan dugaan tersebut, antara lain:
a) Dalam upacara HUT RMS di Negeri Waai, tanggal 24 April 2004, aoarat keamanan
tidak mengambil tindakan pencegahan, hal itu dibuktikan dengan tidak hadirnya
aparat keamanan di lokasi kejadian.
b) Dalam upacara peringatan HUT RMS di halaman rumah dr. Alex Manuputty di
Kudamati, yaitu lokasi yang sejak lama diduga merupakan pusat perayaan di Kota
Ambon, tidak dilakukan tindakan pencegahan sejak awal. Upacara dapat berlangsung
selama hampir 50 menit dan bendera berhasil dikibarkan. Pembiaran atas pengibaran
bendera ini tentu menjadi pintu masuk yang akhirnya memungkinkan aparat
keamanan dan publik menimpakan kesalahan terjadinya peristiwa kekerasan tanggal
25 April 2004 kepada pihak FKM/RMS. Sementara itu satuan aparat keamanan yang
melakukan patroli sejak pagi hari di wilayah Kudamati menjelang upacara perayaan
HUT RMS ternyata hanyalah satuan dari POLSEK SIRIMAU. Itupun hanya melakukan
patroli di jalan raya dan tidak memasuki Lorong PMI, yaitu wilayah tempat tinggal dr
Alex Manuputty.
c) Ketika terjadi penembakan di sekitar Tugu Trikora terhadap massa yang saling
berhadapan, yaitu massa FKM yang pulang dari demo di POLDA dan massa yang
mengidentifikasi diri dengan simbol merah-putih, tidak ada satupun anggota TNI yang
terlihat di lokasi tersebut, yang mengamankan hanyalah aparat kepolisian. Situasi ini
sangat kontradiktif dengan situasi pada Malam Hari tanggal 24 April 2004, dimana
tersebar banyak anggota TNI yang bergerak tanpa senjata di pemukiman warga di
Kota Ambon yang katanya hendak mengantisipasi peristiwa perayaan HUT RMS,
sementara itu pada malam yang sama anggota kepolisian hampir tidak terlihat.
d) Aparat keamanan tidak berbuat banyak di lapangan ketika aksi-aksi kekerasan
kolektif terjadi, misalnya ketika rumah-rumah warga dan Gereja Silo dibakar di depan
aparat keamanan.
12) Terhadap aksi kekerasan kolektif yang terjadi tanggal 25 April 2004 di Kota
Ambon, dikumpulkan sejumlah pernyataan aparat keamanan dan pemerintah daerah,
antara lain:
a) Terhadap kondisi yang ada aparat keamanan telah memerintahkan kondisi Siaga-1
untuk situasi Kota Ambon. Kapolres menyatakan, “RMS main kucing-kucingan
karena itu bendera RMS banyak yang dikibarkan”.
b) Gubernur Maluku, dalam siaran sore hari tanggal 25 April 2004 di TVRI Ambon
menyatakan bahwa, “Soal RMS sudah ditangani oleh aparat keamanan dengan
mengadakan penangkapan, sehingga masyarakat diminta untuk tidak bertindak
sendiri”. Sementara itu Kapolda dan Pangdam meminta dilakukan penambahan
pasukan dari Luar Maluku ke Ambon.
Berdasarkan kronologi peristiwa di atas, beberapa hal dapat dikemukakan, antara
lain:
1) Peristiwa kekerasan yang terjadi pasca penangkapan Moses Tuanakotta
merupakan peristiwa kekerasan antar warga yang dibiarkan terjadi. Terjadinya
pembiaran terhadap pelaksanaan upacara peringatan HUT RMS di halaman rumah dr.
Alex Manuputty merupakan bagian dari pematangan kondisi konflik. Sebelumnya
pematangan kondisi sudah terjadi melalui polemik tentang pengibaran bendera RMS
di media massa, dan juga melalui pernyataan Forum Pemuda Muslim Baguala
(FPMB) dan Pemuda Reformasi Maluku (PRM), yang menyatakan siap melakukan
perlawanan bahkan perlawanan fisik jika dibutuhkan terhadap gerakan separatis
FKM/RMS. Bukti pembiaran terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan ini diperkuat
oleh kontradiksi yang timbul dalam sikap aparat keamanan sebelum dan sesudah
tanggal 25 April 2004. Sebelum tanggal 25 April 2004 sebenarnya aparat keamanan
telah mengantisipasi situasi dan membuat pernyataan antisipatif. Namun ketika
peristiwa kekerasan terjadi terlihat aparat keamanan yang bertugas sangat terbatas
dan tidak mengambil tindakan yang tegas.
2) Peristiwa pemicu, yaitu peristiwa yang menyebabkan timbulnya aksi-aksi
kekerasan kolektif antar warga, justru adalah peristiwa penghadangan dan
pelemparan terhadap massa demonstran yang hendak pulang. Kelihatannya peristiwa
pemicu ini kurang diangkat, malah terjadi pemutarbalikkan informasi bahwa
pemicunya adalah pawai massa FKM/RMS. Dari laporan kronologi peristiwa,
sangatlah jelas bahwa yang terjadi sebenarnya bukanlah pawai yang terencana.
Justru iring-iringan massa yang dianggap sebagai pawai (karena ada yang membawa
bendera RMS), terjadi karena penangkapan terhadap Moses Tuanakotta (Sekjend
FKM) yang dilakukan dengan berjalan kaki dan tidak diangkut dengan mobil.
Penangkapan dan penggiringan ke kantor POLDA yang jaraknya jauh itu tentu sangat
provokatif dan jelas memancing terjadinya konsentrasi dan penambahan massa. Perlu
diketahui bahwa Kota Ambon adalah kota kecil, sehingga arak-arakan massa
demikian akan sangat menarik perhatian.
3) Lambatnya dan tidak tegasnya tindakan aparat keamanan dan Pemda telah
memungkinkan lambatnya tindakan pencegahan perluasan konflik. Isu yang
berkembang sebelum tanggal 25 April 2004 dan pada saat terjadi penembakan di
sekitar Tugu Trikora sampai Pohon Pule juga telah makin mematangkan kondisi
konflik dan memungkinkan konflik pecah pada sejumlah titik di dalam dan luar Kota
Ambon. Titik-titik api yang menyala ini secara kebetulan adalah wilayah dimana
upaya rehabilitasi dan pembangunan kembali wilayah pemukiman yang hancur
sedang berjalan dan proses saling menerima tengah diupayakan. Terjadinya aksi-aksi
kekerasan kolektif tanggal 25 April 2004 yang telah menghancurkan wilayah dan
bangunan yang baru dibangun kembali tersebut kini memupuskan upaya pemulangan
pengungsi yang tengah dirintis.
4) Berdasarkan analisa di atas, dapat dikatakan bahwa aksi kekerasan kolektif antar
warga yang terjadi tanggal 25 April 2004 di Ambon bukanlah dipicu oleh faktor antar
agama. Peristiwa yang terjadi justru sumbu-sumbu agama yang masih dalam upaya
rekonsiliasi (dan belum tuntas) dinyalakan kembali dengan menggunakan isu politik
RMS.
Senin, 26 April 2004
1. Sejak pukul 04.00 WIT, masa perusuh kembali bergerak memasuki kawasan
rumah penduduk di Talake, dan berhasil membakar Kapus UKIM. Pada saat
kerusuhan sebelumnya sebagian bangunan kampus UKIM belum terbakar habis,
termasuk perpustakaannya. Dalam penyerangan kali ini seluruh sisa gedung dibakar
habis dan tak ada yang terselamatkan. Sampai jam 11.00 hari ini masa penyerang
telah membakar pemukiman di kaki air Wainitu dan terus mencoba merengsek
memasuki wilayah OSM. Sementara itu dari pemantauan lapangan, pengiriman
bantuan 1 batalion aparat kemaanan dari satuan Brimob kelapa dua, telah masuk di
kota Ambon sejak pagi ini (26/4). Siang nanti sementara ditunggu 1 batalion TNI AD
yang belum jelas asal kesatuannya akan memasuki Ambon. Diperoleh informasi
bahwa penambahan pasukan dari luar Maluku dialokasikan sebanyak 5 batalion pada
tahap awal ini. Sampai siang ini situasi masih cukup tegang, dan belum
terinformasikan secara pasti perkembangan jumlah korban sampai sejak pagi sampai
siang ini.
MASARIKU NETWORK AMBON
|