The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Masariku Network


Masariku Network, 26 April 2004

Kronologi dan catatan terhadap peristiwa kekerasan di ambon 25-26 april 2004

Pada hari Minggu, 25 April 2004, terjadi peristiwa kekerasan dan konflik antar warga yang melibatkan juga aparat keamanan di Ambon, Maluku. Konflik menjalar dengan cepat, korban berjatuhan dan rumah serta perkantoran terbakar. Berikut sejumlah informasi yang telah terkumpul antara lain:

1) Sebelum tanggal 25 April 2004 telah berkembang isu dan informasi, baik di media massa maupun di masyarakat, yang menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat keamanan (TNI dan POLRI) telah mengetahui adanya rencana pengibaran bendera dan perayaan HUT RMS oleh FKM, antara lain:

a) Telah dilakukan rapat koordinasi antara POLDA, TNI dan Pemerintah Daerah, untuk mengantisipasi peristiwa pengibaran bendera dan perayaan HUT RMS oleh FKM sekitar tanggal 12 April 2004. Berdasarkan rapat tersebut maka KAPOLDA menyatakan bahwa "sejauh tidak menimbulkan situasi anarkhi dan tidak mengibarkan bendera RMS maka silahkan saja".

b) Pihak POLDA Maluku, melalui Humas POLDA, telah merencanakan untuk meminta bantuan Sinode GPM agar memberikan himbauan kepada warga kristen untuk tidak mengibarkan bendera benang raja (bendera RMS) dan membantu menangkap pengibar bendera RMS bila ditemukan. Dalam percakapan terbatas antara Pihak Humas POLDA dengan unsur gereja tersebut, Pihak Humas POLDA secara tegas juga menyatakan kekhawatirannya bahwa ada "kekuatan besar" yang mencoba menjustifikasi kehadirannya dengan cara memprovokasi massa untuk mengibarkan bendera RMS. Menurut penjelasan yang bersangkutan, "pola seperti itu telah dipakai pada beberapa wilayah lain di Indonesia".

c) Ada isu yang berkembang di kalangan masyarakat Muslim bahwa pendukung FKM/RMS akan juga melakukan demo dengan memasuki wilayah pemukiman Muslim dengan membawa bendera RMS.

d) Beberapa hari sebelum tanggal 25 April 2004 keluar pernyataan dari Forum Pemuda Muslim Baguala (FPMB) dan Pemuda Reformasi Maluku (PRM), yang menyatakan siap melakukan perlawanan bahkan perlawanan fisik jika dibutuhkan terhadap gerakan separatis FKM/RMS

2) Pada hari Sabtu Pagi, tanggal 24 April 2004, dilakukan upacara peringatan HUT RMS di Negeri Waai. Sementara itu pada hari Sabtu malam, tanggal 24 April 2004, para pendukung FKM/RMS mengadakan kebaktian di rumah dr. Alex Manuputty, Ketua FKM. Pada malam yang sama tanggal 24 April 2004, diperoleh informasi bahwa ada juga kegiatan tabligh dan silaturahmi di Mesjid Al-Fatah yang dipimpin oleh Kiai Usman Shihab, yang datang dari Jakarta untuk mengikuti Safari Dakwah Wanita Islam Maluku Pusat-Jakarta.

3) Pada tanggal 25 April 2004, kurang lebih jam 02:00 pagi secara tiba-tiba lampu padam selama kira-kira 5 menit di wilayah Kudamati dan sekitarnya. Wilayah ini merupakan wilayah konsentrasi massa pendukung FKM/RMS. Setelah lampu menyala didapati sejumlah bendera RMS telah berkibar di jalan dan di pepohonan di wilayah Kudamati.

4) Pagi hari Minggu, tanggal 25 April 2004 sekitar Pukul 10:40 WIT, para pendukung FKM/RMS melakukan upacara peringatan HUT RMS di halaman rumah dr. Alex Manuputty, yang dihadiri oleh sekitar 300 orang pendukung. Selain bendera RMS, juga dikibarkan bendera PBB. Setelah upacara berlangsung sekitar 50 menit, aparat kepolisian datang dan melakukan penangkapan terhadap Sekjend FKM, Moses Tuwanakotta, sambil melakukan penurunan bendera RMS dan PBB. Penangkapan terhadap Moses menyebabkan massa yang melakukan peringatan HUT RMS melakukan protes. Mereka menyatakan bahwa jika Moses ditangkap maka mereka juga harus ditangkap, karena itulah akhirnya Moses dibawa ke kantor POLDA dengan berjalan kaki. Jumlah massa ketika keluar dari lokasi penangkapan massa berjumlah sekitar 200 orang. Jumlah ini terus bertambah menjadi lebih dari 1.000 orang ketika tiba di Kantor POLDA. Terjadinya konsentrasi dan iring-iringan massa yang semakin banyak itu diduga merupakan akibat dari penangkapan dan penggiringan Moses ke Polda yang dilakukan dengan berjalan kaki dan ada sebagian yang menggunakan sepeda motor, sehingga membuat masyarakat Kota Ambon berpikir bahwa itu adalah pawai FKM/RMS. Perlu diketahui bahwa jarak dari lokasi penangkapan di Kudamati ke Kantor POLDA di Batu Meja tersebut menempuh jarak sekitar hampir 2,5 kilometer, sehingga tidak mengherankan jika terjadi penambahan massa yang terus meningkat.

5) Dalam perjalanan ke Kantor POLDA massa tersebut mengibarkan bendera RMS, dan meski beberapa kali diambil oleh aparat keamanan, namun tetap dikibarkan lagi. Massa yang mengiringi Moses Tuwanakotta akhirnya melakukan aksi/demo di depan Kantor POLDA. Demo tersebut dilakukan untuk mempertanyakan penangkapan dan pembubaran peringat HUT RMS, karena sebelumnya pihak FKM telah mengajukan permohonan untuk merayakan HUT RMS. Demo dilakukan dengan tertib di depan kantor POLDA Maluku. Setelah demo berlangsung, sekitar 30-40 orang yang menyatakan diri sebagai anggota FKM/RMS ditahan di Kantor POLDA. Mereka ditahan setelah ditanya oleh Kapolda, "siapa yang merupakan anggota FKM/RMS?" Karena mereka mengakuinya maka mereka ditahan, sedangkan yang lain diminta pulang. Setelah penahanan itu, massa lainnya pulang dengan mendapatkan pengawalan aparat kepolisian.

6) Setelah peristiwa demo tersebut, massa FKM/RMS dihentar pulang secara teratur dengan pengawalan polisi. Namun ketika melewati wilayah Tugu Trikora sampai dengan Pohon Pule (sekitar Soa Bali), kurang lebih jam 12:30 siang, massa demonstran dihadang dan dilempari oleh massa yang anti-FKM/RMS yang menggunakan simbol bendera Merah-Putih. Diperoleh informasi bahwa massa anti-FKM/RMS yang menghadang itu terdiri dari warga beragama Islam dan Kristen. Pelemparan tersebut mengakibatkan aksi saling lempar. Akibatnya ketegangan meningkat. Polisi mengeluarkan tembakan, 8 orang kena tembak dan dibawa ke RS Al-Fatah. Bersamaan dengan itu 20 orang ditahan. Tembakan tersebut sebenarnya belum memicu terjadinya konsentrasi massa yang lebih banyak. Setelah peristiwa massa FKM/RMS bubar. Beberapa saat kemudian terdengar beberapa bunyi ledakan bom dan granat. Dari pantauan di lapangan, ternyata bunyi ledakan bom dan granat tersebutlah yang kemudian memicu terjadinya konsentrasi massa di kedua belah pihak.

7) Namun penembakan tersebut telah mengakibatkan meninggalnya 6 orang di RS Al-Fatah. Kematian tersebut kemudian memicu timbulnya sentimen antar agama yang meningkat.

8) Dalam waktu hampir bersamaan dengan penghadangan di Tugu Trikora sampai Pohon Pule, diperoleh informasi bahwa sejumlah massa dari arah Waiheru, Kampung Karanjang dan sekitar Wayame turun dan melakukan pelemparan kendaraan. Satu jam kemudian pembakaran terjadi pada wilayah yang berdekatan di situ yaitu pada pemukiman dan barak pengungsi yang baru dibangun kembali di sekitar Wilayah Poka dan Rumatiga. Pembakaran tersebut telah membuat pemukim mengamankan diri dengan berenang ke laut dan sebagian dievakuasi dengan perahu, sedangkan sebagian lagi berenang menuju Galala. Sebagian yang tertinggal dievakuasi ke Markas Yon Zipur di Poka dan Rumatiga.

9) Setelah itu terjadi perluasan titik api lainnya, kali ini di Mardika, dimana kemudian terjadi pembakaran terhadap rumah-rumah warga Kristen yang baru dibangun kembali. Di wilayah tersebut ditemukan satu korban jiwa, yaitu Noke Meyer, yang mati terbakar di dalam rumah.

10) Pada saat yang bersamaan titik api bertambah di sekitar Jalan Anthony Rhibokh. Massa Muslim bergerak memasuki Jalan Anthony Rhibok dan melakukan pembakaran terhadap gedung UN Center. Pergerakan massa dan pembakaran terus meluas sampai mendekati RS GPM. Kemudian massa kembali dan bergerak ke arah Tugu Trikora dan melempari Gereja Silo yang baru dibangun di pusat kota Ambon dengan bom molotov dan bakaran ban mobil. Massa yang telah mengidentifikasi diri dengan menggunakan simbol agama kemudian saling menyerang, baik saling lempar maupun saling menyerang dengan bom dan senjata (rakitan?). Pada saat yang sama di wilayah sekitar Tanah Lapang Kecil (Talake) juga terjadi konsentrasi massa dan diikuti dengan pembakaran rumah-rumah pengungsi yang baru dibangun. Didapatkan juga informasi bahwa ada sejumlah penembak gelap (sniper) di sekitar Tugu Trikora sampai dengan Jalan Anthony Rhibok yang melakukan penembakan terhadap warga dan aparat keamanan, sehingga menjatuhkan korban luka tembak dari pihak Brimob sebanyak 2 orang. Situasi ini turut menambah ketegangan dan meningkatkan intensitas kekerasan.

11) Selain korban yang dibawa ke RS Al-Fatah, korban lain juga dibawa ke RS Bhakti Rahayu. Didapatkan data korban dari TVRI sebanyak sekitar 90 orang dimana 10 orang diantaranya meninggal. Namun dari lapangan diperoleh informasi bahwa sampai malam ini telah jatuh korban luka tembak sebanyak 98 orang. Dari antaranya 29 orang meninggal. 19 orang warga Kristen dan 10 orang warga Muslim.Sementara itu sejumlah pasien yang dirawat di RS GPM dievakuasi ke RS Bhakti Rahayu dan Gedung Baileo Oikumene, karena situasi keamanan yang semakin rawan di sekitar RS GPM.

12) Diinformasikan bahwa sejak tanggal 25 April 2004 sore hari jalur jalan dari Kota Ambon menuju airport di Laha telah terputus, transportasi Kota Ambon menuju airport di Laha diganti melalui jalur laut dengan titik pusat transportasi berada pada wilayah pemukiman Islam dan Kristen. Selain itu juga jalur transportasi dalam kota telah terputus dan tersekat menurut garis wilayah pemukiman berdasarkan agama.

13) Terhadap aksi kekerasan kolektif yang terjadi tanggal 25 April 2004 di Kota Ambon, dikumpulkan sejumlah pernyataan aparat keamanan dan pemerintah daerah, antara lain:

a) Terhadap kondisi yang ada aparat keamanan telah memerintahkan kondisi Siaga-1 untuk situasi Kota Ambon. Kapolres menyatakan, "RMS main kucing-kucingan karena itu bendera RMS banyak yang dikibarkan".

b) Gubernur Maluku, dalam siaran sore hari tanggal 25 April 2004 di TVRI Ambon menyatakan bahwa, "Soal RMS sudah ditangani oleh aparat keamanan dengan mengadakan penangkapan, sehingga masyarakat diminta untuk tidak bertindak sendiri". Sementara itu Kapolda dan Pangdam meminta dilakukan penambahan pasukan dari Luar Maluku ke Ambon.

Senin, 26 April 2004

Setelah reda untuk sementara waktu, pada tanggal 26 April 2004, mulai sekitar pukul 03 pagi mulai terdengar bunyi bom yang diledakkan secara sporadis di sejumlah tempat. Berikut informasi yang telah kami kumpulkan sampai dengan pukul 12:00 WIB.

1) Sejak pukul 04.00 WIT, masa perusuh kembali bergerak memasuki kawasan rumah penduduk di Talake, dan berhasil membakar Kapus UKIM. Pada kerusuhan sebelumnya (tanggal 26 Juni 2001) UKIM telah menjadi sasaran pembakaran, meski demikian saat itu sebagian bangunan kampus UKIM belum terbakar habis (masih tersisa perpustakaan dan beberapa bangunan lain). Dalam penyerangan pagi tanggal 26 April 2004 seluruh sisa bangunan tersebut dibakar habis.

2) Setelah Kampus UKIM terbakar, massa penyerang terus melakukan gerakan maju ke arah Wainitu. Tercatat bahwa sampai sekitar pukul 11.00 WIT masa penyerang telah membakar pemukiman yang dihuni warga beragama Kristen di kaki air Wainitu. Massa penyerang tersebut terus mencoba merengsek memasuki wilayah OSM.

3) Berikut beberapa catatan kronologi peristiwa:

· Pk. 03.05 WIT terjadi penyerangan ke Mardika dengan menggunakan bom rakitan dan granat standar TNI, serta terjadi pembakaran terhadap rumah-rumah warga, gedung NGO (MSF) dijarah dan dibakar oleh massa yang dibantu dengan tembakan aparat TNI BKO yang berpos di kantor perusahaan Union.

· Pk. 06.00 WIT terjadi pembakaran terhadap dua rumah warga di Talake/Waringin di belakang kantor (sementara) Gubernur Maluku.

· Pk. 08.00 WIT terjadi perembesan api dari pembakaran dua rumah tadi sehingga mengakibatkan 18 rumah lainnya terbakar.

· Pk. 09.39 kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) yang baru saja dibangun dibakar oleh massa penyerang.

· Pk. 09.43 dipantau dari jaringan kami di lapangan bahwa telah didapatkan informasi dari HT Polri bahwa mereka ditembak oleh aparat TNI di daerah Talake sehingga mereka berlindung. Mereka melihat bahwa TNI membiarkan massa membakar kampus UKIM dan rumah-rumah di sekitarnya.

· Pk. 10.07 perintah penarikan aparat brimob yang berada di sekitar Batugantung, Talake dan sekitarnya untuk kembali ke mapolda sementara massa muslim sudah berada di sekitar kampung Banda eli di daerah perbatasan Talake dan OSM.

· Pk. 10.13 warga masyarakat di asrama TNI OSM Wainitu, Kampung Timur, diungsikan ke Kudamati dan Gunung Nona.

4) Sementara itu dari pemantauan lapangan, bantuan 1 batalion aparat kemaanan dari satuan Brimob Kelapa Dua Jakarta telah masuk ke kota Ambon sejak pagi ini (26/4). Telah diperoleh informasi pula bahwa siang nanti akan tiba di Ambon 1 batalion TNI AD, tapi belum jelas asal kesatuannya. Diperoleh informasi bahwa penambahan pasukan dari luar Maluku dialokasikan sebanyak 5 batalion pada tahap awal ini. Sampai siang ini situasi masih cukup tegang, dan belum terinformasikan secara pasti perkembangan jumlah korban sampai sejak pagi sampai siang ini.

5) Pada sekitar pukul 12:00 WIT, Sinode GPM telah mengeluarkan pernyataan sikap gereja, yang antara lain memuat hal-hal sebagai berikut: (a) GPM mendorong berbagai pihak untuk segera melakukan "gencatan senjata" dan diikuti dengan dialog yang melibatkan semua pihak; (b) Kelompok FKM/RMS tidak identik dengan Kristen; (c) GPM menuntut dilakukan proses hukum segera terhadap berbagai pihak yang diduga menstimulasi dan mengembangkan konflik; (d) GPM menuntut kepada pemerintah dan pihak yang berwajib, untuk segera menyelidiki apa alasan yang membuat massa pendukung FKM/RMS melakukan demo, selain itu, perlu diusut mengapa setelah penghadangan di sekitar Tugu Trikora sampai Pohon Pule perisitiwa itu segera diikuti dengan pembakaran serentak pada sejumlah titik yang sangat menyebar di Kota Ambon.

6) Selain mengeluarkan pernyataan sikap gereja, diperoleh informasi bahwa GPM telah mempertanyakan sejumlah peristiwa penembakan yang dilakukan oleh aparat TNI AD sebelum massa melakukan tindakan kekerasan, dan terhadap pertanyaan tersebut Pangdam telah menyatakan bahwa tindakan itu tidak dilakukan oleh anak buahnya. Diperoleh informasi juga bahwa aparat kepolisian yang melakukan pengamanan ketika terjadi penghadangan di Tugu Trikora sampai Pohon Pule tidak menggunakan peluru tajam, aparat kepolisian hanya menggunakan peluru karet.

7) Diperoleh informasi bahwa sejak siang hari ini, 26 April 2004, berbagai isu telah meluas di kalangan pemukiman warga Kristen dan dikembangkan oleh pihak-pihak yang tidak dikenal bahwa Jafar Umar Thalib telah melakukan ceramah dan khotbah-khotbah di Ambon tanggal 25 April 2004. Informasi ini ternyata adalah informasi yang tidak benar dan telah menyesatkan warga.

8) Diperoleh informasi juga bahwa sejak siang hari ini, 26 April 2004, warga Kristen semakin tegang karena pemberitaan media massa elektronik (terutama RCTI dan SCTV) telah melakukan identifikasi yang secara tidak langsung menunjuk bahwa warga Kristen adalah pendukung FKM/RMS, sedangkan warga Muslim adalah pembela NKRI.

Beberapa catatan

Berdasarkan kronologi peristiwa di atas, dapat dikemukakan sejumlah catatan berikut:

1) Berdasarkan informasi tentang pergerakan aparat keamanan, dapat dikatakan bahwa meskipun situasi ketegangan dan rencana pengibaran bendera dan perayaan HUT RMS telah diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh pihak aparat keamanan, namun ternyata pada tanggal 24 dan 25 April 2004 aparat keamanan tidak mengambil tindakan yang memadai untuk mencegah meluasnya aksi pengibaran bendera dan perayaan HUT RMS tersebut. Dapat ditunjuk beberapa peristiwa yang membuktikan dugaan tersebut, antara lain:

a) Dalam upacara HUT RMS di Negeri Waai, tanggal 24 April 2004, aparat keamanan tidak mengambil tindakan pencegahan, hal itu dibuktikan dengan tidak hadirnya aparat keamanan di lokasi kejadian.

b) Dalam upacara peringatan HUT RMS di halaman rumah dr. Alex Manuputty di Kudamati, yaitu lokasi yang sejak lama diduga merupakan pusat perayaan di Kota Ambon, tidak dilakukan tindakan pencegahan sejak awal. Upacara dapat berlangsung selama hampir 50 menit dan bendera berhasil dikibarkan. Pembiaran atas pengibaran bendera ini tentu menjadi "pintu masuk" yang akhirnya memungkinkan aparat keamanan dan publik menimpakan kesalahan terjadinya peristiwa kekerasan tanggal 25 April 2004 kepada pihak FKM/RMS.

c) Bukti lainnya adalah satuan aparat keamanan yang melakukan patroli sejak pagi hari di wilayah Kudamati menjelang upacara perayaan HUT RMS (Kudamati adalah lokasi peringatan HUT RMS) ternyata hanyalah satuan dari POLSEK SIRIMAU. Satuan patroli itupun hanya melakukan patroli di jalan raya dan tidak memasuki Lorong PMI, yaitu wilayah tempat tinggal dr Alex Manuputty.

d) Ketika terjadi penembakan di sekitar Tugu Trikora terhadap massa yang saling berhadapan, yaitu massa FKM yang pulang dari demo di POLDA dengan massa yang menghadang dan mengidentifikasi diri dengan simbol merah-putih, ternyata tidak ada satupun anggota TNI yang terlihat di lokasi tersebut, yang mengamankan hanyalah aparat kepolisian. Situasi ini sangat kontradiktif dengan situasi pada Malam Hari tanggal 24 April 2004, dimana tersebar banyak anggota TNI yang bergerak tanpa senjata pada pemukiman warga di Kota Ambon, yang katanya hendak mengantisipasi peristiwa perayaan HUT RMS; situasi ini sangat kontradiktif karena pada malam tanggal 24 april 2004 itu anggota kepolisian hampir tidak terlihat.

e) Aparat keamanan tidak berbuat banyak di lapangan ketika aksi-aksi kekerasan kolektif terjadi, misalnya ketika rumah-rumah warga dan Gereja Silo dibakar di depan aparat keamanan.

2) Dengan demikian, peristiwa kekerasan yang terjadi tanggal 25-26 April 2004 dapat disimpulkan merupakan peristiwa kekerasan antar warga yang dibiarkan terjadi. Terjadinya pembiaran dimulai dari pembiaran terhadap pelaksanaan upacara peringatan HUT RMS di halaman rumah dr. Alex Manuputty. Pembiaran terhadap jalannya upacara tersebut dapat diduga merupakan bagian dari pematangan kondisi konflik. Sebelumnya pematangan kondisi sudah terjadi melalui polemik tentang pengibaran bendera RMS di media massa. Bukti lain dilakukannya pembiaran terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan tersebut diperkuat oleh kontradiksi yang timbul dalam sikap aparat keamanan sebelum dan sesudah tanggal 25 April 2004. Sebelum tanggal 25 April 2004 sebenarnya aparat keamanan telah mengantisipasi situasi dan membuat pernyataan antisipatif. Namun ketika peristiwa kekerasan terjadi terlihat aparat keamanan yang bertugas sangat terbatas dan tidak mengambil tindakan yang tegas.

3) Peristiwa pemicu, yaitu peristiwa yang menyebabkan timbulnya aksi-aksi kekerasan kolektif antar warga, justru adalah peristiwa penghadangan dan pelemparan terhadap massa demonstran yang hendak pulang. Kelihatannya peristiwa pemicu ini kurang diangkat dan disoroti. Karena banyak pihak tidak memiliki data dan informasi yang lengkap maka segera berkembang setting bahwa pemicunya adalah pawai massa FKM/RMS. Dari laporan kronologi peristiwa, sangatlah jelas bahwa yang terjadi sebenarnya bukanlah pawai yang terencana. Justru iring-iringan massa yang semakin banyak, dan kemudian dianggap sebagai pawai (karena ada yang membawa bendera RMS), terjadi karena penangkapan terhadap Moses Tuwanakotta (Sekjend FKM) dilakukan dengan berjalan kaki dan tidak diangkut dengan mobil. Penangkapan dan penggiringan ke kantor POLDA yang jaraknya jauh itu tentu sangat provokatif dan jelas memancing terjadinya konsentrasi dan penambahan massa. Perlu diketahui bahwa Kota Ambon adalah kota kecil sehingga arak-arakan massa demikian akan sangat menarik perhatian masyarakat dan menimbulkan konsentrasi massa.

4) Lambatnya dan tidak tegasnya tindakan aparat keamanan dan Pemda ketika peristiwa kekerasan terjadi telah memungkinkan lambatnya tindakan pencegahan perluasan konflik. Isu yang berkembang sebelum tanggal 25 April 2004 dan pada saat terjadi penembakan di sekitar Tugu Trikora sampai Pohon Pule juga telah makin mematangkan kondisi konflik dan memungkinkan konflik pecah pada sejumlah titik di dalam dan luar Kota Ambon. Titik-titik api yang menyala ini secara kebetulan adalah wilayah dimana upaya rehabilitasi dan pembangunan kembali wilayah pemukiman yang hancur sedang berjalan dan proses saling menerima tengah diupayakan. Terjadinya aksi-aksi kekerasan kolektif tanggal 25 dan 26 April 2004 yang telah menghancurkan wilayah dan bangunan yang baru dibangun kembali tersebut kini memupuskan upaya pemulangan pengungsi yang tengah dirintis.

5) Berdasarkan analisa di atas, dapat dikatakan bahwa aksi kekerasan kolektif antar warga yang terjadi tanggal 25 April 2004 di Ambon bukanlah dipicu oleh faktor antar agama. Peristiwa yang terjadi justru sumbu-sumbu agama yang masih dalam upaya rekonsiliasi (dan belum tuntas) dinyalakan kembali dengan menggunakan isu politik RMS.

6) Situasi Kota Ambon kini semakin tegang. Pernyataan bahwa penembakan dengan peluru tajam yang dilakukan ketika terjadi penghadangan di Tugu Trikora dan Pohon bukanlah dilakukan oleh aparat kepolisian (yang hanya menggunakan peluru karet), membuktikan bahwa telah ada kelompok yang mempersiapkan diri untuk meningkatkan eskalasi konflik menjadi kerusuhan yang meluas dan melibatkan seluruh warga Kota Ambon. Eskalasi konflik juga meningkat karena teror dan isu menyesatkan yang dikembangkan oleh pihak-pihak tertentu dalam masyarakat (misalnya isu kehadiran Jafat Umar Thalib di Ambon yang setelah kami konfirmasikan ke berbagai pihak ternyata Jafar Umar Thalib berada di Yogyakarta). Pemberitaan media massa yang tidak melakukan pemberitaan secara berimbang juga telah menciptakan kegelisahan warga masyarakat dan menimbulkan ketegangan lain.

MASARIKU NETWORK AMBON
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/nunusaku
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044