The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Masariku Network


Masariku Network, 29 April 2004

Masariku Update - 29 April 2004

Dear All,

Kami tiba di Ambon pagi ini, dan kembali menjalani route konflik untuk mencapai pusat kota Ambon sebagaimana disaat eskalasi konflik cukup tinggi dulu. Dari Airport Pattimura kami menyeberang ke daerah Air Salobar dengan menggunakan speed boat carteran (Rp.50 000). Setibanya di Air Salobar perjalanan dilanjutkan menuju daerah Kampung Ganemo – Batu Gantung dengan menggunakan ojek motor (Rp. 500). Dari Kampung Ganemo kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju daerah Mangga Dua, dan terus menanjak ke daerah Pandan-Pandan. Kemudian perjalanan menurun ke daerah Batu Gajah, dan selanjutnya diteruskan dengan menggunakan ojek motor (Rp. 10.000) menuju ke Karang Panjang. Lama perjalanan dari daerah Air Salobar sampai ke Karang Panjang ditempuh selama 1,5 jam, hanya untuk menghindari wilayah jalan utama yang terblokade di daerah Batu Gantung dan Pohon Puleh. Jalur ini merupakan jalur yang harus dilalui komunitas Kristen ketika eskalasi konflik meninggi, dan puncak-puncak gedung bertingkat diduduki para penembak jitu. Sepanjang perjalanan dari Kampung Ganemo ke Batu Gajah, kami berpapasan dengan ribuan warga yang silih berganti melewati daerah tersebut untuk berbagai maksud. Kelompok anak-anak tanggung bergerombol menawarkan jasa memikul barang dengan bayaran berdasarkan ‘harga terserah' (terserah Om atau Tante sajalah). Beberapa warga di lingkungan yang dilalui juga menyediakan berbagai jenis minuman segar ataupun air putih biasa pelepas dahaga yang bias diperoleh dengan bayaran beberapa ribu rupiah. Keluhan-keluhan warga yang melintasi jalannan menanjak dimaksud terlepas dari berbagai ekspresi wajah. Namun umumnya mereka saling menertawakan apa yang oleh banyak mereka disebut ‘jalan santai olah batin'. Tak nampak wajah kesal yang berlebihan, dikarenakan umumnya mereka telah berulangkali melewati jalur tersebut disaat memansanya konflik beberapa tahun lalu.

Saat melewati daerah Kudamati dan Mangga Dua kami sempat dikejutkan dengan kerumunan masa, seakan sedang mengerubungi korban konflik yang tergeletak di jalan. Ternyata setelah mendekat barulah kami melihat bahwa hampir disemua tangan mereka terjinjing jerigen minyak. Warga tengah mengantre minyak tanah, yang rupanya telah menjadi komoditi dasar yang sulit diperoleh. Hal yang sama terjadi dengan minyak bensin, yang seakan hilang dari pasaran. Karenanya harga bensin kembali melambung ke angka RP. 4000. Sulit memang, namun warga telah terbiasa dan memiliki referensi untuk mengantisipasinya berdasarkan pengalaman konflik sebelumnya. Berbagai komoditi kebutuhan dasar tiba-tiba melambung harganya. Sayur mayur, ikan, daging, telur, gula dll mengalami kenaikan harga beberapa kali lipat. Jurus irit dan kencangkan pinggang menjadi kiat dasar yang tak terhindarkan ditengah memanasnya eskalasi konflik. Namun itulah realita yang sangat disesali banyak orang. "Kenapa konflik kembali terjadi?” Begitu sungutan mereka. "Kenapa karena kepentingan dan arogansi kelompok-kelompok tertentu, rakyat kecil harus kembali dikorbankan?” timpa yang lainnya. Sekian banyak penyesalan terucap dan kemarahan terungkap, bukan karena kondisi sulit yang harus kembali dijalani. Tetapi karena damai kembali hilang dan lepas dari pelukan batin warga Ambon. Berganti dentuman bom, granat, roket laouncher, salakan senjata, serta gelimpangan mayat korban dari hari ke hari. Genggaman tangan penuh ampunan itu telah kembali mengepal dalam amarah dan benci, yang sewaktu-waktu siap menumpahkan darah. Para ‘agas kecil' terampas kembali dari sekolahnya dan dihempaskan paksa ke pusaran konflik. Mengendap-endap bertelanjang dada penuh goresan arang. Menyusup ke kubu lawan sambil menggenggam bom rakitan dan sebatang kretek penyulut sumbu. Sungguh paru-paru kecil mereka telah menghitam dilumat kepulan asap kretek dan juga dendam. Kepala mungil mereka dicecoki strategi gerilya kota. Mengganti ingatan terhadap rumusan matematik yang seharusnya ditekuni di usia mereka. .Kotaku kembali ditimpa prahara, penuh laknat dan perkara. Mungkin itu yang terucap lirih di sudut hati warga Ambon yang kembali menangis. Menangisi indahnya perdamaian, yang hanya sekejap tergenggam. Semisal nyanyian perempuan Jerusalem, yang menangis mengenang disisi sungai Babel. "Sambil menangislah sangat, ingat kenang sioh amat. Yaah Sioh….., duduk kenang Yerusalem”.

Perjalanan kami akhirnya tiba di rumah. Hangatnya tempat kediaman yang terampas dari banyak orang. Bahkan ketika mereka kembali mencoba membangunnya, untuk menyimpan mimpi dan nyanyian penidur anaknya. Rumah dan barak para pengungsi, yang kembali luluh lantak terpanggang api, dan bara kebencian yang belum redup. Tergusur…terusir…..terbungkus kantuk dalam terpal, dan sandaran triplek reot perisai hujan, panas, dan angin. Entah sampai kapan harus terus memendam rasa. Atau memang tak lagi terasa, kerna anggur kecut telah terminum dan menghamiri darah selama empat tahun prahara. Sampai kapankah laknat ini terus membara?. Ataukah akan pergi bersama kembara? Kerna mentari pagi masih akan bicara, tentang harapan hati yang berserah.

Masariku Network Ambon

Di bawah ini kami mengutip berita dua media lokal yang terbit hari ini di Ambon

Ambon Ekspres, Kamis 29 April 2004

MUI USUL MALUKU DARURAT MILITER

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku beserta komponen masyarakat muslim, meminta kepada Pemerintah Pusat untuk diberlakukannya Darurat Militer (Darmil) di Maluku. Oermintaan itu, disampaikan dalam pertemuan bersama rombongan Menko Polkam ad interim, Hari sarbarno bersama tokoh agama dari komunitas liannya Raby (28/4) kemarin. Pertemuan yang dilakukan di Bandara Pattimura Laha tersebut, dihadiri Kapolri, Jenderal Polisi Da'I Bachtiar, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Menteri Kesehata Farid A Moeloek.

Ketua MUI Maluku, Drs. Idrus Toekan mengatakan permintaan diberlakukannya Darmil tersebut dikarenakan saat ini banyak kelompok sipil bersenjata yang telah menewaskan puluhan melukai ratusan orang lainnya. Hal yang sama juga ditegaskan Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ambon, Drs. Muhammad Attamimi dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Bintang Reformasi (PBR) Maluku, Lutfi Sanaky, SH serta sekretaris DPW PPP Maluku, Drs. Sulaiman Wasahua. Tiga tokoh muslim ini mengatakan, jika Darmil tidak diberlakukan, maka akan sangat sulit untuk memberantas keberadaan FKM/RMS di Maluku. Bahkan Attamimi menegaskan, pihak gereja dan komunitas Kristen harus satu komitmen untuk memberantas separatis dalam hal ini kelompok FKM/RMS.

Saya kira kelompok Kristiani yang tidak terlibat FKM/RMS harus menyatakan sikap tegas untuk memberantas organisasi seperatis tersebut, sebagaimana kelompok muslim yang anti organisasi dimaksud. Sebab, konflik yang pecah tgl. 25 April lalu itu hanyalah akibat dan sebuah spontanitas masyarakat terhadap pawai FKM/RMS. Nah sekarang kalau itu meluas, maka yang perlu dilakukan hanyalah sikap tegas. Tidak hanya cukup dengan kutukan, sebab kita bukan Tuhan yang hanya mengutuk lantas manusia jera. Itu yang harus disadari,” tegasnya.

Sementara itu, Lutfi Sanaky, SH meminta agar para pemimpin komunitas Kristen untuk bersama-sama melokalisir keberadaan FKM/RMS dari warga Kristen, sehingga tidak ada lagi stigma bahwa FKM/RMS sama identik dengan komunitas tertentu.

Menanggapi hal itu Ketua Keuskupan Amboina, Uskup Mandagi dan Ketua Sinode GPM Maluku Pendeta I.W.J.Hendriks menegaskan, selama ini pihaknya komitmen dengan melarang umatnya untuk tidak terlibat FKM/RMS. Bahkan dua tokoh ini membantah semua itu hanyalah akal-akalan semata. "Saya kira kita perlu duduk satu meja untuk mencarikan solusi yang tepat guna mengatasi hal ini. Saya juga sangat sependapat dengan pernyataan beberapa tokoh muslim yang mengatakan, tidak perlu ada dusta diantara kita. Saya juga ingin menegaskan FKM/RMS tidak identik dengan komunitas Kristen. Bahkan, sebagian besar warga Kristen adalah pendukung NKRI yang setia, "tandasnya. Mengenai keinginan darmil Mandagi menilainya bukan merupakan solusi yang tepat. Alasannya, hal itu belum dibutuhkan dengan kondisi Maluku saat ini.

Disisi lain baik Menko Polkam, Kapolri dan Panglima TNI menilai, permintaan untuk diberlakukannya Darmil akan dipertimbangkan. Namun yang pasti, kata Menkopolkam, hal itu membutuhkan sebuah proses yang panjang dan anggaran serta perhitungan yang matang. Sehingga, apa yang dilakukan benar-benar merupakan solusi untuk memecahkan sebuah persoalan.

Saya kira mengenai Darmil ini butuh proses yang panjang. Harus ada permintaan dari pemerintah daerah lewat persetujuan dewan. Selanjutnya usulan itu diajukan ke Presiden. Setelah itu, akan diadakan rapat dengan DPR-RI dan kemudian dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai sebuah ketentuan hukum. Jadi, semua itu tidak serta merta begitu saja,”terangnya.

KONFLIK AMBON MELEBAR

Korban Tewas dan Luka bertambah

Konflik antar massa di Ambon melebar semula wilayah konflik yang hanya terkonsentrasi di Waringin dan Talake, ukul 02.00 WIT, dinihari kemarin di Karang Panjang-Kecamatan Sirimau Kota Ambon dilaporkan diserang oleh sekelompok massa. Akibat penyerangan itu, satu rumah ibadah dan puluhan rumah milik warga hangus terbakar. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. Sementara di Waringin, sejak kemarin hingga tadi malam, masih terdapat korban jiwa. Dua warga tewas dan 11 orang dilaporkan luka dalam konflik sepanjang hari ini. Wartawan Ambon Ekspres yang meliput langsung dilapangan melaporkan korban tewas maupun luka yang berjatuhan di Waringin akibat ditembak para sniper (penembak jitu) yang dipasang khusus pada ketinggian untuk membendung massa anti RMS yang mati-matian ingin memasuki wilayah Kudamati yang merupakan basis separitis RMS. Ledakan bom dan senjata api masih menyalak, massa yang menamakan dirinya anti RMS terus memaksa merangsek maju menuju perbatasan kudamati. Namun upaya tersebut selalu kandas oleh peluru sniper yang siap membidik mereka tepat sasaran. Berkali-kali massa yang ingin maju selalu diingatkan tentang penembak jitu ini. Bahkan aparat Brimob BKO yang ditempatkan di Waringin hingga kemarin, masih belum mampu menghancurkan pertahanan para penembak gelap itu. Informasi yang berhasil dihimpun Ambon Ekspres menyebutkan, sejumlah intelijen polisi telah disusupkan masuk Kudamati untuk mendeteksi lokasi-lokasi penempatan para sniper yang terus beraksi. Menurut informasi itu, seluruh lokasi para penembak jitu sudah terdeteksi dan tinggal menunggu perintah penyergapan.

Kapolda maluku Brigjen Polisi Bambang Sutrisno yang ditanya wartawan seputar informasi lokasi sniper yang telah terdeteksi, usai pertemuan dengan Menko Polkam ad interim, kemarin, menolak memberikan penjelasan. Konflik massa di kedua lokasi ini juga disampaikan oleh Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, kepada Menko Polkam ad interim Hari Sabarno, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kapolri Jenderal Da'I Bachtiar, dan Ketua Badan Intelejen Indonesia (BIN) Hendro Priyono, di Bandara Internasional Pattimura, kemarin.

Gubernur mengungkapkan, korban akibat pertikaian antar warga berjumlah 203, 32 diantaranya meninggal dunia dan 84 orang lainnya masih dirawat di rumah sakit. "Sisanya hanya rawat jalan, dan sudah dipulangkan,”papar dia.

Menurut dia pertikaian antarwarga terjadi juga di wilayah perbatasan Batu Merah-Karang Panjang, pukul 03.00 WIT hingga dengan pukul 05.00 dini hari. Suara ledakan bom rakitan dan tembakan bersahut-sahutan, di lokasi tersebut. Begitupun yang terjadi didaerah perbatasan Talake-Batu Gantung dan sekitarnya. Pertikaian antar warga baru reda sejak pagi hingga sore kemarin. Aktivitas warga kota Ambon mulai nampak, sejumlah pertokoan, yang sejak dua hari lalu menutup usahanya, mulai terbuka kembali. Begitupun dengan kegiatan pemerintahan, dijajaran Pemda Maluku, katanya dalam laporannya kepada Menko Polkam dan rombongan.

JEMAAT BETHABARA DEMO

Warga Jemaat Bethabara, Rabu kemarin melakukan aksi demo di Mapolda Maluku. Kedatangan jemaat yang berlokasi di Karang Panjang ini, untuk menuntut agar aparat TNI yang ditempat di seputaran Karang Panjang ditarik, menyusul terbakarnya salah satu tempat ibadah di kelurahan Karang Panjang, Rabu dini hari. Mereka mendatangi Mapolda untuk bertemu Gubernur, Pangdam XVI Pattimura dan Kapolda Maluku. Hanya saja, mereka tidak bisa menemui para pejabat tersebut dan hanya diterima Wakapolda Maluku, Kombes Pol Bambang Suedi. Dalam orasinya ketika berdemo mereka mengatakan, akibat ketegangan yang terjadi beberapa hari terakhir ini, warga setempat kemudian melakukan penjagaan di tempat ibadah itu. Namun, beberapa saat kemudian datang sejumlah aparat TNI yang menganjurkan agar warga meninggalkan lokasi itu. "Tapi tidak lama kemudian tempat ibadah yang ditinggalkan terbakar. Karena itu kami minta agar aparat TNI yang berlokasi disana segera ditarik,”teriak sejumlah pendemo. Menurut mereka tempat ibadah tersebut terbakar sekitar pukul 03.00 WIT setelah ditinggal warga dan dijaga aparat. Sementara Wakapolda Maluku yang menerima para pendemo itu tidak bisa memberikan jaminan penarikan aparat TNI. Menurutnya sesuai pembagian tugas pengamanan di lapangan. Lokasi Karang Panjang sekitar gereja Nasaret merupakan kawasan TNI. Meski demikian para pendemo tetap bersikeras untuk menemui Gubernur, Pangdam dan Kapolda Maluku. Beberapa utusan demonstran kemudian bertemu Kapolda. Sayangnya tidak diketahui hasil pembicaraan para demonstran dengan Kapolda Maluku. Sekitar pukul 11.00 WIT massa kemudian meninggalkan Mapolda karena hujan lebat.

Sementara itu Kamerawan SCTV Rio Haryodewanto, Rabu kemarin dikeroyok massa di pertigaan depan Mapolda Maluku. Saat itu Haryodewanto tengah mengambil gambar aktifitas masyarakat diseputaran Mapolda. Akibat pemukulan tersebut, wajah Haryodewanto memar-memar dan terdapat goresan, sementara darah segar keluar dari hidung dan mulut korban. Menurut sejumlah saksi mata, saat itu warga menegur Haryodewanto yang terlihat mengenakan kartu Pers SCTV. Rupanya warga marah akibat pemberitaan SCTV yang diduga mendiskreditkan kelompok tertentu. Dia dipukul oleh beberapa warga yang berada di lokasi itu. Haryodewanto kemudian diamankan oleh anggota Polda di Mapolda Maluku.

Sementara itu, terkait dengan tudingan dari beberapa kalangan khususnya Jemaat Bethabara, Karang Panjang, bahwa TNI yang bertugas di lokasi tersebut mengetahui aksi pembakaran tempat ibadah, dibantah keras Danrem 151 Binaya Kol Inf Tony Husodo.

Dihubungi Ambon Ekspres via telepon Rabu sore kemarin, Tony Husodo menegaskan bahwa aparat yang bertugas dilokasi tersebut sudah sesuai dengan mekanisme. "Terserah orang mau ngomong apa. Situasi sekarang ini memang isu selalu beredar dan berkembang. Kalau seandainya kita tidak tahu, maka tanyakan kepada yang tahu, jangan asal hembuskan saja,”tegas Dandrem Tony Husodo. Menurutnya TNI datang ke Maluku adalah untuk mengamankan daerah ini dari pertikaian, bukan malah sebaliknya menuding TNI yang bukan-bukan. Ini namanya orang-orang bodoh.

MINTA APARAT KEAMANAN KOMPAK

Kapolri Jenderal Polisi Da'I Bachtiar minta jajaran aparat keamanan baik Polri maupun TNI yang ditugaskan di daerah ini harus kompak. Aparat keamanan harus kompak dan benar-benar satu. Usahakan agar langkah-langkah pembagian sektor itu dapat menjamin rasa aman kepada masyarakat, ‘ pintanya. Anggota kepolisian yang korban ditengah konflik antar kelompok adalah resiko bagi setiap anggota kepolisian yang mengamankan masyarakat. Meskipun begitu, kata Da'I resiko itu harus diperhitungkan. Karena resiko merupakan bagian dari mengamankan rakyat. Oleh karena itu Kapolri minta pada Kapolda Maluku Brigjen Polisi Bambang Sutrisno untuk betul-betul menjaga anggota kepolisian yang bertugas mengamankan daerah ini. "Polri harus mengutamakan pengamanan terhadap masyarakat dari serangan datangnya dari manapun juga”perintahnya.

Langkah penegakan hukum terhadap FKM/RMS, kata Kapolri, adalah betul-betul harus nyata dan jelas dilihat secara transparan oleh masyarakat. Meski begitu harus dipahami bahwa ada aturan untuk memproses seseorang dalam tindak pelanggaran hukum. Tidak bisa dengan pemikiran dan persepsi sendiri-sendiri diluar aturan hukum itu sendiri. "Mohon dipahami. Ada hal-hal dalam penegakan hukum terhadap FKM/RMS tidak dilakukan, ada penyimpangan, silahkan dikoreksi dan ditegur, tapi bukan dengan mengambil cara-cara sendiri,'harapnya.

Sedangkan langkah penegakan hukum selanjutnya adalah tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan dengan tembakan, ledakan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu. Pada dasarnya semua itu adalah suatu pelanggaran hukum yang harus dicari dimana pun dia dan siapa pelakunya akan ditindak.

Hanya saja, mencari orang bersenjata, kata dia, tidak mudah. Berbeda dengan mencari pelaku kejahatan yang tidak menggunakan senjata. Tentu harus dilakukan taktik-taktik tertentu yang dapat melindungi aparat keamanan di lapangan. Oleh karena itu, apabila dilakukan penelusuran pencarian terhadap orang-orang bersenjata, maka kekuatan kepolisian harus diback-up kekuatan TNI. "Tanpa back-up dari kekuatan TNI, tidak mungkin Polri berhasil mencari pelaku-pelaku bersenjata maupun bom di daerah ini, "tandasnya. Kapolri mengaku proses hukum terhadap FKM/RMS sudah dilakukan dan akan terus dilakukan. Hanya saja, aparat kepolisian harus didukung oleh TNI dan kejaksaan untuk mencari pelaku kejahatan yang membuat kekacauan di Maluku baik pelaku pembakaran, pembunuhan, maupun kejahatan lainnya.”Karena itu adalah bentuk-bentuk pelanggaran hukum,” ujar Da'i.

Pusat akan selalu memperhatikan dan memberikan dukungan terhadap permintaan dari jajaran aparat penegak hukum maupun keamanan. "Tadi kita turunkan anggota kepolisian yang berseragam dan juga anggota yang bertugas melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap kasus-kasus yang terjadi di Maluku termasuk juga pengungkapan terhadap latar belakang kasus yang baru terjadi disini,'katanya.

Persoalan Maluku tidak bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah, tetapi butuh dukungan semua pihak, Sebab tidak mungkin pemerintah mampu menyelesaikan, tanpa keikutsertaan masyarakat,. "Kekuatan kemanan yang telah diegelar oleh Polri dan TNI harus dapat memberikan jmainan kemanan maupun kepoastian terhadap proses hukum yang terjadi didaerah ini,” katanya. Sementara itu Kapolda Maluku Brigjen Polisi Bambang Sutrisno mengaku, pihaknya bersama jajaran Muspida dan Pangdam XVI Pattimura telah melakukan langkah-langkah terpadu untuk meminimalisir konflik yang terjadi 25 April 2004 lalu. "Kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Kalau eskalasinya meningkat, ada metode seperti waktu-waktu sebelumnya. Kita menunggu perintah,”tandasnya.

SUARA MALUKU, Kamis 29 April 2004

KAMI BUKAN WARGA NEGARA INDEKOS

Oknum Arhanudse Dituding yang Bakar Gereja Nazareth

Harapan akan tetap berada dan aman dalam penjagaan aparat TNI dari Kesatuan Arhanudse 11 yang diharapkan warga kawasan Karang Panjang khususnya Jemaat GPM Bethabara akhirnya pupus, ketika gedung gereja Nazareth dan belasan rumah mereka dibakar perusuh dan diduga didukung aparat keamanan yang bertugas dikawasan tersebut.

Pengakuan adanya tudingan keterlibatan oknum-oknum Arhanudse itu dituturkan langsung Ketua Majelis Jemaat GPM Bethabara Batu Merah yang membawahi gereja Nazareth, Pdt. Leo Hitijahubessy kepada wartawan di Mapolda Maluku, Rabu (28/4). "Kami bukan warga negara indekos di negara ini. Kami warga NKRI. Kami tuntut keadilan,”tegasnya.

Dikatakan, dua hari ketika kerusuhan Ambon kembali pecah sejak Minggu (25/4) daerah perbatasan Karang Panjang-Batu Merah tidak menimbulkan gejolak apalagi sampai mengancam masyarakat. Kalau ada isu pun hal itu dapat diatasi walau tanpa aparat keamanan. Namun pada hari ketiga rasa aman mulai berubah , ketika datang aparat keamanan dari satuan Arhanudse 11 yang ditugaskan jaga dan menempati rumah milik Jakarta Baru pada wilayah Karang Panjang Bawah. Disitu mereka membangun pos dengan alasan untuk menjaga masyarakat serta mengantisipasi adanya serangan dari kelompok perusuh. Kami memberikan satu tempat. Namun tempat yang diberikan tidak disetujui karena terlalu jauh dari gereja. Oknum-oknum Arhanudse 11 meminta tempat yang lebih dekat dengan gereja, Kami kemudian memberikan tempat yang agak tinggi dan agak dekat dengan perbatasan desa Batu Merah, "jelas Hitijahubessy. Dituturkan lagi, pada Rabu (28/4) malam sekitar pukul 23.00 WIT saat semua orang berada dalam suasana tenang terdengar ledakan bom, bahkan berlangsung tiga kali berturut-turut. Bom yang diledakan itu diketahui dilempar dengan alat pelontar, karena sebelum meledak terdengar bunyi aneh dan mencurigakan. Hitijahubessy mengatakan sebagai bentuk kerjasama antara aparat keamanan dengan rakyat ditawarkan agar kalau boleh anak-anak jemaat diperbolehkan dapat jaga bersama, karena lebih mengetahui medan tersebut. Permintaan warga itu ditolak, biar saja kami yang kerja begitu kata Hitijahubessy menirukan kata aparat tersebut. Maka sebagai pemimpin umat dirinya tetap berada di dalam gereja dan berdoa walau pun disekitarnya terus dihujani lemparan bom. Usai berdoa sekitar pukul 02.00 WIT, dirinya memutuskan untuk meninggalkan gereja. Dan saat berpapasan dengan aparat yang masih berjaga dirinya masih disapa, dan mereka berjanji akan tetap menjaga kondisi ini. Sikap baik aparat ternyata hanya kepada dirinya, karena ketika warga yang nota bene anggota jemaat ingin mengambil barang mereka, namun dilarang oleh aparat. Warga disuruh keluar dari rumahnya kalau tidak ditembak sayangnya dirinya tidak mengetahui nama-nama oknum aparat Arhanudse yang kebetulan menempati rumah Jakarta Baru. Warga akhirnya keluar dan kedapatan rumah keluarga Ayal telah dibakar, disusul kemudian gedung gereja Nazareth dan pastorinya. Ia mengakui, selaku Ketua Majelis Jemaat setempat, dirinya menyesalkan sikap dan perlakuan dari aparat keamanan yang demikian kejam. Padahal anggota jemaat ini bukan warga yang lagi indekos di Indonesia. Kami warga negara asli dan sudah sukses Pemilu, ini hal terbaik yang kami berikan kepada bangsa ini. Namun mengapa setelah dibakar pada 28 Pebruari 1999 saat berada di Batu Merah Dalam untuk kedua kalinya perumahan kami kembali dibakar. Kami sangat mengharapkan adanya keadilan bagi diri kami di negara sendiri, tegas Hitijahubessy. Agar tidak terjadi lagi terhadap wilayah maupun jemaat lainnya, dirinya meminta agar Kapolda Maluku lebih bijak mengatur pasukan pasukan pengamanan, sehingga masyarakat benar-benar merasa terlindung dan aman. Sementara itu anggota masyarakat lainnya turut melihat aksi pembakaran ini R. Latupeirissa menyatakan, kekecewaannya karena aparat yang diharapkan memberikan perlindungan kepada warga yang lemah namun malah balik menyerangnya.

Terkait terbakarnya gedung gereja Nazareth, kemarin sekitar 500 warga Jemaat GPM Bethabara Karang Panjang Kecamatan Sirimau Kota Ambon mendatangi Markas Polisi Daerah (Mapolda) melakukan demonstrasi memprotes sikap oknum aparat satuan Arhanudse 11 yang dituding telah melakukan pembakaran rumah gereja mereka.

Warga berduyun-duyun dengan pakaian lusuh dan mengibarkan beberapa bendera Merah Putih setengah tiang tanda duka yang diikatkan pada tiang kayu mapun bambu. Mereka terlihat histeris dan terus meneriakan oknum-oknum Arhanudse yang membakar rumah dan gereja mereka.

Luapan emosional ini juga dilontarkan kepada anggota DPRD Provinsi Maluku dan Kota Ambon yang disebut mandul dan tidak mampu membawa aspirasi mereka.”Mana, mana anggota DPRD jangan sembunyi ketika rakyat susah,” tegas mereka.

Perwakilan warga ini yang dipimpin Ketua Majelis Jemaat GPM Bethabara Pdt. Leo Hitijahubessy bersama rombongan kemudian diterima Kapolda Maluku Brigjen Bambang Sutrisno dan stafnya, sedangkan yang di luar ditemui Wakapolda Kombes Pol. Bambang Suedi. Kepada Kapolda serta stafnya, Hitijahubessy kemudian menceritakan kronologis terjadinya pembakaran tersebut dan meminta agar lebih bijak dalam penempatan aparat sehingga masyarakat tidak lagi dikecewakan.

TERORIS BERKEDOK PRO NKRI RUSAK CITRA BANGSA

Masalah yang dihadapi di Ambon bukan hanya sekedar antara pendukung RMS dan NKRI tetapi, yang terutama sekali antara sekelompok teroris yang berkedok membela NKRI. Namun perbuatan pembelaannya tidak semestinya sebagai orang yang cinta akan tanah air, bangsa dan negara karena telah melakukan serangkaian pembantaian, pembunuhan dan lebih dari itu pula telah melakukan pembakaran terhadap institusi pendidikan, maupun rumah-rumah rakyat.

Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Dr. MKJ Norimarna kemarin menegaskan saat ini masalah terbesar yang dihadapi pemerintah dan rakyat Maluku adalah adanya sekelompok orang yang menyebut dirinya pro NKRI, tetapi tindakan mereka tidak mencerminkan orang yang pro NKRI.

Malah sebaliknya berbuat yang destruktif, merusak dan membakar rumah warga NKRI sendiri sampai dengan membunuh bayi warga NKRI yang tidak bersalah. "Mereka menyebut dirinya pro NKRI, tetapi perilaku mereka jauh dari sifat-sifat orang NKRI. Orang NKRI itu memiliki sifat cinta akan perdamaian, tidak destruktif seperti yang telah diperlihatkan sekelompok orang yang menamakan dirinya pro NKRI, "paparnya.

Para teroris ini telah melakukan teror terhadap rakyat NKRI yang beragama Kristen terutama dengan membakar rumah-rumah orang Kristen yang tidak ada sangkut pautnya dengan RMS.

Dikatakan pihaknya sangat kecewa dengan ketidaktegasan aparat dilapangan khususnya di kawasan Tanah Lapang Kecil (Talake). Padahal kawasan Talake pada tahun 2000 juga pernah dihancurkan termasuk pembakaran kampus UKIM. Menurutnya, perbuatan para pembela atau pro NKRI ini jauh dari apa yang dituangkan dalam UUD 1945 dan Pancasila, yang mengajak warganya untuk mencintai dan menghormati sesama anak bangsa. "Bukan sebaliknya merusak dan membunuh, ini sama sekali tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Norimarna juga mempertanyakan, apakah masyarakat yang turun dari KM Dororonda itu juga orang-orang RMS sehingga dengan seenaknya dibantai, termasuk ibu hamil maupun bayi. Mereka yang mengklaim dirinya sebagai pro NKRI ini harus dihadapi oleh pemerintah, TNI dan Polri karena telah menimbulkan banyak masalah, kerusakan termasuk merusak citra pemerintah dengan perbuatan dan pelanggaran HAM bahkan citra bangsa Indonesia di mata dunia pun menjadi tercoreng dan rusak.

WARGA KUDAMATI TOLAK SEGALA TINDAKAN SEPARATIS

Memahami dan mengkaji konstalasi kerusuhan yang diakibatkan oleh mereka yang menamakan diri kelompok FKM/RMS tanggal 25 April lalu, telah menimbulkan berbagai macam reaksi dari masyarakat Kota Ambon yang telah menimbulkan masalah sosial yang baru saja dengan banyak pengorbanan dan penderitaaan yang dialami oleh masyarakat, maka masyarakat Kelurahan Kudamati Kecamatan Nusaniwe yang diwakili para Ketua RT/RW tokoh masyarakat dan tokoh agama menyampaikan empat butir pernyataan sikap yang diterima langsung Gubernur Maluku Karel Ralahalu di Aula Mapolda Maluku tadi malam.

Dalam pernyataan itu, mereka menolak secara tegas segala tindakan yang bersifat separatis yang bertujuan untuk memecah belahkan keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. mereka juga menolak secara tegas stigma yang menggeneralisasi seluruh Orang Kristen adalah FKM/RMS, khususnya warga kelurahan Kudamati karena pergerakan FKM/RMS hanya dilakukan oleh segelintir orang di Maluku. Selain itu, mereka juga minta kebijakan dan kearifan aparat TNI maupun Polri untuk menangani hal ini secara tuntas sesuai hukum yang berlaku secara proposional serta meminta Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian secara arif dan bijaksana demi menciptakan suasana aman dan damai dikota Ambon dan Maluku secara keseluruhan. Menanggapi pernyataan warga Kudamati itu, Gubernur Maluku Karel Ralahalu juga minta agar masyarakat tetap tenang dan jangan terprovokasi atau termakan isu-isu yang menyesatkan, Semua persoalan hukum juga sebaiknya diserahkan saja kepada aparat penegak

hukum dan Pemerintah juga sudah punya komitmen yang kuat soal FKM maupun RMS, dimana tidak ada tempat dimanapun di dalam wilayah daerah ini untuk gerakan separatis seperti itu hidup, NKRI adalah harga mati bagi rakyat Maluku.

Masariku Network Ambon

MASARIKU NETWORK AMBON
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/nunusaku
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044