Masariku Network, 30 April 2004
Masariku Update - 30 April 2004
Dear All,
Sampai saat ini situasi konflik masih menegang. Terutama di daerah Batugantung
sekitarnya, sampai ke Kudamati. Peristiwa penyerangan sejak malam sampai subuh
tadi ke wilayah Batugantung (sekitar gereja Rehoboth) menimbulkan kepanikan yang
cukup tinggi ddi kalangan masyarakat sekitar. Pengungsian dan evakuasi terpaksa
menjadi pilihan. Terutama setelah terlihat lidah api yang menyambar rumah keluarga
Apituley dan beberapa tetangga lainnya (yang memang terletak di tepi jalan raya
depan gedung gereja Rehoboth). Arus pengungsi tidak saja berasal dari wilayah
pemukiman sekitar gereja Rehoboth, tetapi juga sebagian warga Kudamati (terutama
wanita dan anak-anak) telah memilih mengungsi. Dorongan untuk mengungsi tidak
saja diakibatan oleh gerakan maju penyerang dan rumah yang terbakar, tetapi juga
dikarenakan ledakan roket launcher yang diarahkan ke wilayah-wilayah dimaksud.
Target penghancuran daerah Kudamati (yang dianggap basis dan symbol gerakan
FKM/RMS) oleh masa penyerang memang telah menjadi niat yang tak dapat ditawar.
Percakapan kami dengan beberapa rekan di wilayah Muslim menginformasikan
dengan sangat transparan rencana tersebut. Terutama ditegaskan rencana mereka
untuk menghancurkan Rumah Alex Manuputty di wilayah Kudamati. Upaya dimaksud
bahkan telah dinegosiasikan juga dengan beberapa pemuda Kristen, untuk
melakukan penyerangan ke wilayah sekitar Alex Manuputty secara bersama. Namun
hal ini ditolak mentah-mentah, berdasarkan alasan bahwa kasus FKM haruslah
diselesaikan secara hukum dan tidak dengan jalan kekerasan. Selain itu pilihan
kekerasan yang terfokus hanya pada FKM sebagai target prioritas, akan
mengaburkan berbagai dimensi lainnya dibalik realita FKM yang harus dengan keras
dikritisi. Terutama kelemahan antisipasi dan kecenderungan pembiaran
berlangsungnya demo/pawai para pendukung FKM, yang kemudian menjadi kondisi
yang tersedia untuk dipicu melalui kejadian penghadangan di Pohon Puleh. Selain itu
dengan hanya memfokuskan diri pada kasus FKM maka realitas peng hancuran yang
dilakukan terhadap kampus, sekolah, rumah ibadah, rumah-rumah warga, diselingi
pembantaian-pembantaian sadis yang dilakukan dari hari ke hari akan terdistorsi dari
perhatian public. Perayaan HUT RMS oleh FKM yang diikuti penangkapan dan
arak-arakan demo hanyalah salah satu instrument dalam rangkaian setting konflik
baru yang dipersiapkan cukup rapi oleh berbagai kekuatan lainnya di luar FKM (lihat
kronologis dan anlisa yang dilakukan teman-teman Crisis Center PGI dalam Masariku
Update sebelumnya). Karena itu pilihan penanganan hukum yang tegas, adil, dan
transparan menjadi tuntutan banyak warga maupun institusi gerejawi di pihak Kristen.
Baik yang dilakukan terhadap FKM maupun dilakukan terhadap para penyerang yang
menamakan dirinya 'pendukung NKRI'.
Sementara itu perkembangan lainnya menyangkut identitas para sniper yang
menembak dari beberapa gedung tinggi di wilayah Tanah Lapang Kecil, Batu Gantung
dan sekitarnya mulai terkuak. Salah seorang pejabat teras pemda provinsi Maluku
kepada Masariku menginformasikan disergapnya 3 orang sniper di atas salah satu
bangunan bertingkat di daerah Waringin – Batu Gantung Ambon. Pada rumah yang
telah sejak lama ditinggalkan pemiliknya dan dipakai sebagai markas
kesatuan-kesatuan yang bertugas di Ambon, disergap 2 anggota Brimob (belum jelas
dari kesatuan mana) dan 1 anggota TNI (juga belum jelas dari kesatuan mana) yang
berperan sebagai sniper. Dalam sergapan itu kedua anggota Brimob dimaksud
menyerah, sementara satu anggota TNI tertembak mati karena melawan. Hal ini
semakin menegaskan asumsi public bahwa ada anggota-anggota TNI-POLRI terlibat
sebagai penembak jitu/sniper, yang terus menerus memancing penaikan eskalasi di
kedua belah pihak.
Kondisi ini tak tertangani selama beberapa hari konflik ini, antara lain juga disebabkan
tidak solidnya kerjasama antara pihak Polda Maluku dan Kodam XVI Pattimura. Soal
kerjasama dan koordinasi ini juga menjadi persoalan antara gubernur Maluku dengan
jajaran pengamanan dibawah kendalinya (dalam kapasitas sebagai kepala daerah).
Contohnya ketika eskalasi berkembang dengan cukup tinggi semalam di wilayah
Batu gantung, gubernur ditelpon oleh salah seorang tokoh gereja. Dalam percakapan
keduanya gubernur mengaku bahwa kondisi seperti waktu Saleh Latukonsina (mantan
gubernur Maluku pada konflik sebelumnya) kembali berulang, dimana
perintah-perintah gubernur seringkali tak dijalankan di lapangan. Hal ini
mengindikasikan adanya kekuatan lain di luar gubernur maluku yang turut
mengendalikan situasi eskalasi konflik. Tentunya asumsi ini membutuhkan analisa
lebih lanjut, namun setidaknya ini mengingatkan kita pada peristiwa konflik selama
beberapa tahun lalu, dalam kaitan dengan koordinasi antar jajaran di tubuh Muspida
maluku. Berkaitan dengan itu kami memperoleh informasi selepas rapat koordinasi di
jajaran pemda Maluku dan jajarannya hari ini, yang diantaranya memutuskan untuk
melakukan penyekatan menyeluruh terhadap wilayah konflik (terutama di
Batugantung dan sekitarnya). Penyekatan disertai oleh pengambil-alihan
gedung-gedung tinggi disekitar wilayah itu oleh satuan Gegana Polri. Selain itu gelar
kendaraan panser juga akan dilakukan di jalur Waihaong, Talake, Waringin, dan
depan gedung Gereja Rehoboth. Perintah tembak di tempat akan dilakukan menyusul
dislokasi pasukan dimaksud. Beberapa warga memang meragukan pendekatan itu,
beradasarkan referensi perlakuan aparat pada konflik-konflik tahun sebelumnya.
Namun sebagaimana biasanya masyarakat tak pernah berada pada posisi memilih,
ketika security approach oleh TNI-Polri dilakukan.
Hal menarik yang kami pantau sejauh ini bahwa pengembangan konflik tak melulu
disetujui oleh semua komunitas Muslim. Dalam percakapan dengan beberapa rekan
Muslim diperoleh informasi bahwa terjadi cukup banyak friksi di kalangan Muslim
dalam menilai konflik kali ini. Misalnya berkaitan dengan permintaan MUI Maluku
untuk diberlakukan status Darurat Militer, ternyata ditolak juga oleh banyak kalangan
komunitas Muslim disini. Sekalipun penolakan tersebut tidak dilakukan secara
terbuka. Struktur komando sebagaimana yang terjadi pada konflik sebelumnya tak
lagi terlihat. Hal ini antara lain disebabkan berkembangnya pemahaman di kalangan
komunitas Muslim, bahwa konflik kali ini merupakan bagian dari setting yang rapi oleh
berbagai kekuatan yang bertarung pada posisi-posisi politis, ekonomi, dll. Pandangan
ini menjadi modal social bersama dalam penggalangan interaksi yang terus dilakukan
secara tertutup antara dua pihak. Hal semacam ini cenderung tak terjadi dalam
peristiwa konflik sebelumnya. Klarifikasi isyu-isyu terus menerus dilakukan secara
tertutup untuk menghindari pengembangan konflik lebih jauh. Dari wilayah Muslim
juga diperoleh informasi bahwa komunitas Muslim Lei Hitu sampai saat ini masih
memutuskan untuk tidak melibatkan diri kedalam konflik. Hal ini dapat dibenarkan
ketika kami melakukan check silang ke rekan-rekan Kristen di wilayah desa Hative
Besar dan sekitarnya. Agresifitas di wilayah itu hanya terjadi pada daerah Kota Jawa
di sekitar Wayame. Terbatasnya lokalisasi konflik pada beberapa daerah tertentu dan
tak merembet secara luas dan cepat ke wilayah lainnya (termasuk pula wilayah di
luar Pulau ambon), setidaknya sampai saat ini membuktikan bahwa ada
perkembangan yang lebih baik untuk memaknai konflik di tengah masyarakat kedua
belah pihak.
Upaya-upaya penyelesaian terus digalang melalui beberapa dinamika bersama yang
coba dibangun. Diantaranya pembentukan Pusat Informasi Publik oleh Pemda Kodya
Ambon. Pusat informasi ini bertempat di Kantor Catatan Sipil daerah Belakang Soya.
Sekalipun terletak di Belakang Soya yang nota bene merupakan pusat komunitas
Kristen, namun pengelolaan informasi dan sosialisasi didukung oleh berbagai relawan
dari dua komunitas. Kebersamaan ini sekalipun terus menerus diperkuat, namun tak
luput juga dari upaya provokasi untuk melemahkannya. Keterlibatan dalam FKM/RMS
masih tetap dimainkan sebagai isyu pokok untuk menggoyahkan keterlibatan
bersama diantara para relawan tersebut. Namun sejauh ini hal itu masih bias
tertangani. Berkaitan dengan upaya penyelesaian, mantan caretaker gubernur
Maluku, Sinyo Harry Sarundayang tengah ditugaskan di Ambon untuk mendampingi
Pemda Maluku dalam proses penanganan dan penyelesaian konflik baru ini. Belum
diperoleh informasi sejauh ini menyangkut langkah-langkah yang diambil secara
konkrit untuk merealisasikan penghentian konflik ini. Namun dalam penjelasannya
Sinyo menyampaikan optimismenya bahwa konflik bias tertangani dan diselesaikan
dalam waktu yang lebih cepat.
Jumlah pengungsi yang terdata di kedua belah pihak sampai saat ini sebanyak 2317
kk/10.694 jiwa, masing-masing:
1. Kecamatan Nusaniwe 772 kk/3765 jiwa
2. Kecamatan Sirimau 1150 kk/4893 jiwa
3. Kecamatan Baguala 395 kk/2036 jiwa
Sementara itu total korban jiwa pada kedua komunitas sebanyak 475 jiwa,
masing-masing:
1. Luka-luka 236 orang
2. Meninggal 34 orang
3. Rawat inap 110 orang
4. Rawat jalan 95 orang
Sumber Data : Pusat Pelayanan Informasi Pemda Kodya Ambon
Demikian beberapa informasi yang dapat disampaikan dalam pengamatan kami
sejauh ini. Informasi tambahan di bawah ini kami kutip dari pemberitaan beberapa
media masa local yang terbit di Ambon hari ini.
MASARIKU NETWORK AMBON
AMBON EKSPRES, Jumat, 30 april 2004
MUSPIDA HARUS BAKAR BENDERA RMS
Nyatakan Tolak Separatis di Maluku
Ketua KNPI kota Ambon, Halimun Sahilatu secara tegas meminta kepada pimpinan
di daerah seperti Gubernur, Kapolda, pangdam Walikota, ketua DPRD I dan kota
untuk bersama-sama membakar bendera RMS yang disaksikan oleh tokoh agama
dan masyarakat Maluku." Kalau memang benar pimpinan daerah ini menyatakan
bahwa tidak semua warga Kristen adalah pendukung Republik Maluku Selatan
(RMS), maka saya sarankan kepada para pimpinan ini dapat melakukan pembakaran
bendera RMS yang disaksikan seluruh masyarakat dan tokoh agama didaerah ini, "
ungkap Halimun kepada wartawan di Ambon, kamis sore kemarin. Apa yang
dikemukakan Halimun ini sangat terkait erat dengan pernyataan Ketua Sionode dan
Ketua keusukupan bahwa tidak semua orang Kristen RMS" untuk itu bagaimana
mengatasi persoalan yang terjadi saat ini, maka semua pejabat pemerintah notabene
adalah representasi daripada masyarakat , membakar bendera RMS sebagai bukti
bahwa RMS adalah musuh bersama" ungkapnya. Menurut Halimun , di harapkan
kepada pihak-pihak ketiga tidak memanfaatkan persoalan –persoalan yang
sementara terjadi . kaerena masalah saat ini sudah semakin berkembang dengan
jalan disusupi oleh pihak ketiga. Kenapa tidak masyarakat saja yang melakukan
simbolisasi menolak RMS ? " saya kira tidak mungkin masyarakat sendiri yang
melakukan simbolisasi, tapi semua muspida yang adalah representasi dari seluruh
masyarakat demi sebuah komitmen bersama menyatakan RMS itu ada di Maluku "
tandasnya. Masih kata Halimun , yang bertangungjawab penuh terhadap konflik yang
terjadi saat ini adalah Alex Manuputty dan pengikutnya. Alex cs harus diberikan
hukuman yang setimpal maksimal hukuman mati akibat perbuatannya banyak rakyat
tak berdosa yang jadi korban. Sealain itu pula, Halimun juga sepakat jika aparat
keamanan juga ikut bertanggungjawab terhadap persoalan ini. " saya hanya
menyarankan kepada aparat keamanan untuk lebih menjaga netralitas dalam
menjalankan tugas pengamanan di daerah ini. (ARI)
APARAT DINILAI GAGAL REDAM KONFLIK AMBON
PKP Indonesia Desak Pemerintah Hentikan konflik
Ambon, AE
Dewan Pimpinan Nasional Partai Keadailan dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia)
menilai konflik yang terjadi kembali pada 25 april 2004 lalu di Kota Ambon
menggambarkan bahwa telah terjadi penghancuran secara sistematis harkat dan
martabat kemanusiaan serta tatatanan kehidupan masyarakat di Kota Ambon.
DEmikian siaran pers yang ditandatangani Ketua Umum PKP Indonesia Edi Sudrajat
dan sekretaris jenderal Semuel Samson yang diterima Ambon Ekspres tadi malam
terkait dengan insiden 25 april yang telah menewaskan puluhan serta melukai ratusan
warga kota ini. Disebutkan jatuhnya korban jiwa berikut harta benda dalam
masyarakat, serta meluasnya radius konflik dikota ini, menandakan bahwa aparat
keamanan dinilai " tidak berhasil " meredam konflik apalagi menghentikan konflik
yang menelan korban manusia dan harta benda masyarakat. Menurut PKP Indonesia,
pemicu awal kejadian yaitu pengibaran bendera RMS oleh FKM RMS mestinya
diantisipasi dan dilokalisir oleh aparat keamanan dengan pendekatan hukum, bukan
sebaliknya " membiarkan " masyarakat melaksanakan hukum sesuai persepsi
kelompoknya. Dikatakan bahwa korban jiwa manusia dan harta benda telah
berjatuhan. Terjadi pembunuhan tanpa peri kemanusiaan. Jiwa manusia tidak
dihargai, rasa dendam telah merasuk dalam kehidupan masyarakat serta tatatanan
kehidupan masyarakat menjadi hancur dan telah menjurus kepada " etsnis cleasing ".
Dalam siaran persnya itu, PKP Indonesia menyerukan dan mendesak Pemerintah
pusat dan Pemda Maluku untuk menghentikan konflik yang memakan jiwa manusia
dan harta benda di Kota Ambon. SElanjutnya menyerukan dan menedesak Panglima
TNI, Kapolri, panglima Kodam XVI pattimura dan kapolda Maluku beserta smeua
jajarannyaagar bertindak secara tegas berdasarkan hukum positif yang berlaku. "
Tidak berpihak kepada kelompok tertentu dalam masyarakat serta menindak para
pendukung FKM-RMS dan perusuh yang telah membunuh dan membakar harta
benda masyarakat, katanya. Disisi lain, mereka menyerukan kepada tokoh –tokoh
masyarakat dan tokoh agama untuk mampu menenangkan anggota masyarakat
untuk tidak terpancing secara emosional dalam konflik yang akhirnya akan
mennyengsarakan masyarakat Maluku. Kepada seluruh masyarakat Maluku, tulis
siaran pers tersebut, juga kepada warga Kota Ambon diimbau untuk bias menahan
diri, tidak terjebak dalam scenario konflik yang pada akhirnya akan menghancurkan
harkat dan martabat masyarakat Maluku " marilah kita hidup salaing mengasihi dan
berdampingan dalam kedamaian. Membangun masa depan dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan semangat Proklamasi 17 agustus 1945 yang
berdasaarkan Pancasila dan UUD 1945 " demikian tulis siaran pers tersebut.. (R1)
ADA CAPRES TERLIBAT KONFLIK.
Ambon, AE
Ketua Keuskupan Amboina, Uskup PC Mandagi: Mandagi mempunyai pandangan
bahwa konflik di Maluku yang terjadi pada tanggal 25 April 2004 adalah bagian dari
skenario politik Nasional untuk menyukseskan para Capresnya. Menurutnya, indikasi
dari tersusupkannya Capres atau aktor politik dalam konflik ini dilihat dari banyaknya
cara-cara kekerasan sehingga menimbulkan keresahan dan ketakutan di tengah
masyarakat. Menurut Mandagi, dengan melakukan cara-cara kekerasan perihal di
atas kemudian akan melahirkan simpati dari masyarakat untuk memilih Capres dari
orang-orang yang dianggap lebih kuat dan memiliki kemampuan terorganisir dalam
memberi rasa aman kepada warga masyarakat. Mandagi berprediksi bahwa konflik ini
ditumpangi sebuah motivasi kolektif, misalnya menjelang Pilpres yang akan
berlangsung beberapa waktu yang akan datang.
D E W A, 30 APRIL 2004
APARAT ANTISIPASI MASUKNYA ORANG LUAR
Ambon, Dewa
Sinyalemen yang berekembang dimasyarakat mengenai bakal masuknya ribuan
orang dari luar Maluku, untuk melakukan perlawanan dengan aparat kepolisian,
ditanggapi oleh Irjen Depdagri Drs Sinyo Harry Saundayang. Kepada wartawan, kamis
(29/4) di Mapolda, mantan Penjabat Gubernur Maluku ini menjelaskan, sinyalemen itu
sudah diantisipasi oleh Kapolda maupun Panglima. Tetapi kan tidak ada itu , belum
ada itu. Dan itu sudah diantisipasi oleh Kapolda dan panglima " Jelasnya.
Sarundajang juga menghimbau masyarakat jika mendengar hal-hal yang demikian
segera melapor ke aparat keamanan. " Siapa yang mengetahui itu juga segera
melapor, " harapnya. Lelaki asal Sulawesi Utara ini mengakui, kehadirannya di
Ambon hanya satu sampai dua hari, meneteri mengatakan, bisa sampai satu atau
dua minggu. Ditanya soal langkah konkrit yang akan diambil ? Sarundajang
mengatakan, " pertama untuk saya perlu mendengar dari semua pihak, dari Gebernur,
Muspida, Tokoh-tokoh Masyarakat, Nelayan, petani , pemuda-Pemudi. Saya ingin
dengar mengapa hal ini bisa terjadi , walaupun kita tahu penyebabnya, Tetapi
mungkin , ada hal-hal lainnya yang ingin ketahui lebih banyak, " ungkapnya seraya
menambahkan solusinya hanya satu yakni mari kita menyadari bahwa apa yang
terjadi merugikan semua pihak. Bagaimanapun , sekuat tenaga apapaun aparat
kemampuan personil maupun fasilitas yang ada, namun tanpa bantuan masyarakat
tidak akan terwujud perdamaian itu. Atau tidak akan bisa terwujud perdamaian itu.
Atau tidak bisa kembali seperti semula stabilitas di Ambon. (D2W)
D E W A, 30 APRIL 2004
TALAKE HANCUR OLEH KELOMPOK BERSENJATA
Puluhan warga Talake yang menjadi korban pembumihangusan oleh kelompok
perusuh pada hari Senin (26/4) lalu, kamis (29/4) kemarin mendatangi gedung DPRD
Kota, dalam rangka menyampaikan aspirasi mereka , untuk meminta perhatian wakil
rakyat, terhadap nasib mereka yang sekarang sedang mengungsi, lantaran
rumah-rumah mereka hangus dibakar massa perusuh, yang menamakan diri mereka
pembela NKRI> Puluhan warga itu, diterima oleh ketua DPRD Kota Ambon Drs.
Lucky Wattimury yang didampingi Wakil Ketua DPRD Kota Ambon, Jhon Malaihollo
serta sejumlah anggota dewan DPRD Kota. Ketua RT 001/04 Kelurahan Wainitu
Jacob Lopulalan, usai menyampaikan aspirasi kepada DPRD Kota Ambon, kepada
Dewa menuturkan, sebelum hari pembumi hangusan rumah-rumah penduduk di
Kawasan Talake, minggu siang menjelang jam 10.00 malam kondisi disekitar
kawasan talake biasa-biasa saja tetapi setalh jam 10-12 malam, kita memantau dari
atas ketinggian, perusuh sudah berada pada posisi penyerangan, sementara yang
bediri di depan pos adalah okunum aparat dari TNI arhanude –8 dan didepan pos
aparat berdiri beberapa orang . Setiap kali kita pantau, posisi mereka tidak berubah,
malah tambah rapi mengatur strategi " ungkapnya. Lebih lanjut Lopulalan
menjelaskan setelah jam 05.30 pagi, kita saksikan bom jatuh pertama kali, yang
ditembak oleh oknum aparat TNI Arhanud 8. setalah melempar bom, rumah-rumah
kami dibakar . dan mulai saat itu para penembakan mulai dilakukan secara sporadis
tanpa ada pembalasan. Bom terus –menerus ditembakan, karena takut kami
masyarakat disekitar kawasan itu mengungsi. Melihat rumah-rumah yang sudah
terbakar kami hanya bisa pasrah, tanpa ada pembalasan, mau balas bagaimana,
masyarakat sipil tidak emmpunyai senjata. Lantaran tidak ada perlawanan ,
pembakaran terus dilakukan yang dipimpin oleh oknum TNI dari Arhanud-8 " Oknum
– oknum tentara dari TNI arhanuds-8 pimpin terus di garda depan, dengan melakukan
pemboman dan penembakan , Saat itu kami melihat , yang masuk pertama adalah
pasukan penjarah, mereka mengambil barang-barang milik warga, kemudian masuk
lagi pasukan pembakar yang dikawal ketat oleh oknum TNI Arhanuds-8. Kami lihat
dengan mata kepala sendiri ada beberapa oknum dari pasukan TNI Arhanuds-8 yang
melakukan penembakan, sebab dalam pantauan kami sangat jelas dan terang, TNI
arhaduds-8 didepan, pasukan penjarah dan pembakar ikut dari belakang . kami dapat
saksikan sendiri, karena tempat-tempat untuk memantau gerakan mereka cukup
banyak " ungkap Lopulalan. Ketika ditanya kondisi terankhir dikawasan Talake hari ini
(Kamis-red) menurut Lopulalan masih terjadi tembakan dan lemparan bom, kendati
kawasan itu sudah ditempatkan aparat BKO dari Brimob, tetapi rupanya aparat BKO
juga tidak bisa mengatasi para perusuh, hingga hari rabu, bom meledak terus.
Rata-rata bom yang meledak itu sejenis granat, sampai dengan pagi hari ini ,
tembakan dan bom masih terus terjadi, " katanya. Lopulalan juga mengaku bahwa
para perusuh yang menamakan diri mereka pembela NKRI, sebelum pembakaran
rumah-rumah penduduk, para perusuh tersebut masuk kerumah tante Melly, untuk
menjarah barang-barang, setelah selesai menajarah baru rumah tersebut dibakar.
Semua rumah yang hangsu terbakar itu , sebelum dibakar barang-barang dijarah lebih
dahulu. " kami melihat sendiri aksi penjarahan perusuh-perusuh tersebut. Maka patut
kita pertanyakan, mengapa mereka yang menamakan diri pembela NKRI, perilakunya
seperti itu, sebab yang namanya pembela NKRI, perbuatannya tidak seperti itu , tidak
membakar rumah, tidak membakar gedung sekolah dan gereja. Atas perbuatan
seperti itu kita bisa sebut mereka adalah Terorisme " tandas Lopulalan. Terkaitv
dengan kedatangan kami digedung DPRD Kota Ambon hari ini, menurut Lopulalan,
untuk minta abantuan pemerintah, dalam hal ini Gubernur Maluku dan Walikota Koata
Ambon, untuk memberikan bantuan kepada kami masyarakat Talake yang sudah
mengungsi. Kemudian kami juga minta pengamanan dari aparat keamanan yang
betul-betul netral, yang tidak memihak pada kelompok-kelompok tertentu. Dan kami
juga minta pengamanan dari aparat keamanan jangan pada satu komunitas, tetapi
untuk dua komunitas dan aparat keamanan juga tidak boleh berasal dari satu
komunitas, tetapi tempatkan aparat yang berasal dari tiga komunitas, sehingga Ada
perimbangan. " kami bisa menerima aparat TNI , tetapi betul-betul yang netral.
Memang saat ini sudah ada aparat BKO dari Brimob, tetapi kami minta harus dari tiga
komunitas, yaitu Islam, Kristen dan hindu/Budha, " imbuh Lopulalan. Sementara itu,
ketika meminta tanggapan dari Ketua DPRD Kota Ambon, Drs Lucky Wattiumury,
tentang aspirasi warga Talake, belum bisa memberikan keterangan, karena harus
melakukan rapat koordinasi dengan seluruh anggota dewan. " saya belum bisa
memeberikan keterangan, karena kami belum selesai rapat, nanti kalau selesai rapat,
baru saya memberikan keterangan. " katanya (D3W)
SARUNDAJANG DATANG, RALAHALU TAK MAMPU ?
Ambon, Dewa
Irjen Depdagri Drs Sinyo Harry Sarundajang mengatakan, kedatangannya ke Ambon
adalah tugas dari Pemerintah pusat untuk membantu pemerintah daerah, masyarakat
dan semua pihak unutk menyelesaikan permasalahan yang saat ini terjadi. " daya
mau klarifikasi, bahwa kedatangan saya ke Ambon adalah tugas dari Pemerintah
pusat untuk membantu Pemerintah , masyarakat dan semua pihak antara lain apa
yang dapat saya bawa ke pusat yang setiap saat saya laporkan keatas untuk
perhatian Pemerintah. Tetapi juga akan bersama-sama saudara saudaraku disini
untuk mari kita ciptakan damai lagi. Kita bangun perdamaian yang abadi , sehingga
tidak terjadi lagi diwaktu-waktu yang akan datang, " jelasnya kepada wartawan, kamis
(29/4) saing di Mapolda. Menjawab pers mengenai kedatangan anda bukti pejabat di
daerah tidak mampu? Sarundajang menampiknya. Menurutnya, apa yang terjadi saat
ini di Ambon merupakan kejadian luar biasa. Oleh karena itu, kata Sarundajang harus
dibantu oleh semua pihak, bukan karena Gubernur atau aparat disini, kapolda,
Pangdam dan Gubernur tidak mampu " mereka mempunyai kemampuan tetapi siapa
saja membantu. Itu misi saya juga untuk membantu mereka. Saya saksikan mereka
sudah kerja keras, siang dan malam prajurit itu di lapangan. Cuma memang kurang
dan perlu ditambahkan kekuatan personil, karena masyarakat sekarang tergantung
dari aparat. Aparat pindah, masyarakat pindah, aparat kemana, masyarakat ikut. Ini
kan sebenarnya tidak boleh terjadi. Tetapi karena aparat sedikit dan dip;indah-pindah
terus tidak ada yang menjaga, karena itu masyarakat ikut kemana, padahal itu tidak
boleh, " jelasnya. Mantan penjabat Gubernur Maluku ini menambahkan
kedatangannya ke Ambon hanya untuk membuat semua pihak agar sama-sama
bertanggungjawab untuk meredam situasi ini. " Kedatangan saya juga membuat
semua pihak mari ini tanggungjawab kita semua untuk meredam situasi ini, batu
pemerintah, bantu aparat yang dengan susah payah menyelesaikan masalah ini
dengan tuntas. Karena rakyat sudah menderita korban nyawa, harta benda sudah
habis. Kita semua harus prihatin dan saya setiap saat melapor kepada Menkopolkam
yang juga selaku mendagri," ungkapnya seraya menambahkan , sekali lagi tidak ada
jalur komando, saya tidak memegang otoritas, kewenangan. Tetapi sekali lagi
sekedar datang untuk membantu. Apa saja yang dimintakan oleh pemerintah daerah
disini, masyarakat untuk sama-sama kita lakukan (D2W).
METRO MALUKU 30 April 2004
DIDAKWA PBB, PEMERINTAH SEGERA ANULIR "PRO NKRI"
Ambon, MM
Terminologi pro NKRI yang didengungkan saat pecahnya konflik di Maluku dan kota
Ambon khususnya, harus menuai kritikan yang cukup pedas dari berbagai kalangan.
Karena dianggap menggunakan terminologi ini berdampak kurang baik bagi keutuhan
NKRI. Pasalnya, dengan menjustifikasi istilah ini berarti NKRI sementara melakukan
pembantaian terhadap warganya di provinsi Maluku. Hal tersebut sementara dialami
melalui penyerangan dan pembantaian masyarakat Maluku yang dilakukan kelompok
yang menamkan dirinya pro NKRI melalui konflik yang sementara terjadi. Menyikapi
persoalan ini, praktisi hukum Johanis Hahury, SH kepada Metro Maluku di Ambon
kemarin mengatakan, yang pertama masyarakat perlu mengetahui bahwa
penggunaan istilah atau terminologi pro NKRI adalah penggunaan istilah dari
pemerintah dalam hal ini Gubernur, Pangdam dan Kapolda Maluku. Lebih daripada
itu, kelihatannya bahwa ada sesuatu konspirasi penggunaan terminologi untuk
mendiskreditkan tetapi kenyataannya di lapanagn sangat tidak efektif. Pemerintah
sekarang akhirnya sadar tetapi sudah terlambat oleh karena terminologi ini sudah
memasyarakat, bukan saja secara nasional, tetapi sudah mendunia, tandasnya.
Menurutnya implikasi politik dari penggunaan terminologi ini adalah pemerintah
Indonesia ini adalh pemerintah Indonesia telah mengakui eksisitensi daripada yang
namanya Republik Maluku Selatan (RMS) dan itu konsekwensi. Konsekwensi
lainnya, yaitu pembakaran kantor perwakilan PBB di Ambon menunjukan bahwa yang
harus bertanggungjawab adalah Pemerintah NKRI. Mungkin atas dasar kesadaran ini,
sekarang opini akan dibalik, tetapi sudah sangat terlambat. Karena yang pasti akan
terjadi adalah pemerintah harus bertanggung jawab menurut norma dan kajian hukum
internasional terhadap kondisi penyerangan baik dari sisi HAM maupun sisi hukum
internasional terutama menyangkut pengrusakan otoritas dan kewibawaan dari
institusi internasional yakni PBB. Sekarang ini, lanjunya lagi, Indonesia kini tengah
berhadap-hadapan dengan PBB dalam kondisi sekarang ini. Oleh karena kesadarn
itu, Pemerintah berusaha untuk merevisinya, namun sudah sangat terlambat karena
Pemerintah harus berhadapan dengan proses penuntutan hukum yang dilakukan
masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia harus siap menjadi terdakwa
didalam proses pembakaran kantor PBB. Selanjutnya kata Hahury, pemerintah
Indonesia harus bertanggung jawab secara hukum dari sisi HAM karena yang terjadi
sekarang ini di Ambon bukan konflik tetapi penyerangan dan pembunuhan serta
pembakaran secara sepihak terhadap satu komunitas dalam arti, baik bangunan fisik
maupun manusianya. Menurutnya, menyangkut sanksi hukum idealnya demikian oleh
karena itu kalau berbicara menyangkut penanganan persoalan ini tidak terlepas dari
tindakan hukum, tetapi sampai sekarang ini tidak pernah ada proses penangkapan
yang dilakukan oleh aparat kemanan, baik TNI maupun Polri terhadap mereka yang
melakukan penyerangan. Jadi kalau pemerintah lewat institusi penegakan hukum ini
tidak mampu lagi, maka siapa lagi yang akan menegakan hukum di negara ini. Oleh
karena itu, untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat yang sekarang menjadi
fokus atau sasaran pembunuhan, penganiayaan dan pembakaran-pembakaran dunia
internasional harus terpanggil dengan dasar pertimbangan kemanusiaan karena itu
merupakan suatu keharusan dan mutlak, sehingga dengan alasan ini, pemerintah
Indonesia tidak mempunyai alasan apapun untuk menghalangi karena dengan
norma-norma internasional dengan alasan kemanusiaan bisa digunakan untuk
melakukan upaya-upaya lebih lanjut dalam hal menyelematkan HAM di Maluku. Saya
kuatir proses proses penyerangan ini akan berlanjut terus dan memakan korban yang
begitu banyak kemudian pemerin tah akan mengambil kebijakan untuk memenagkan
konsep-konsep politik yang sudah diskenariokan sejak awal yaitu kembalikan lagi
keadaan Darurat, ini sangat membahayakan, tegasnya. Jika ini yang akan
diberlakukan, maka sudah jelas bahwa ada kepentingan dari pihak-pihak tertentu dan
sangat mungkin kepentingan dari pihak militer untuk merebut posisi RI I, baik dari
Susilo Bambang Yudhoyono maupun Wiranto. Kita tahu bahwa SBY adalah salah
satu orang yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam proses konflik ini dan
kelihatn sekali dari laporan yang dikeluarkan dari kantor MenkoPolsosK yang
menyebutkan bahwa mesjid yang terbakar berjumlah 1.800 sekian, sedangkan gereja
yang terbakar hanya beberapa saja, dan sangat berlawanan dengan fakta yang terjadi
di lapangan, dan ini laporan-laporan yang bernuansa provokatif," paparnya.
AKIBAT KONFLIK, STAF PBB DIEVAKUASI KELUAR AMBON
Ambon, MM
Konflik sosial yang kian memanas didaerah ini rupanya melumpuhkan segi-segi
kehidupan secara universal di kota ini. Betapa tidak, sejak peristiwa itu terjadi
beberapa hari lalu, hampir seluruh aktivitas baik yang ada di instansi swasta terlihat
tidak menjalankan kegiatannya lagi. Pemandangan demikian bukan saja dialami oleh
instansi-instansi local yang ada didaerah ini tetapi hal inipun terjadi kepada
lembaga-lembaga internasional yang menjalankan misi sosialnya di daerah ini.
Betapa tidak, sesuai hasil pemantauan media ini kemarin di lapangan menyebutkan,
akibat peristiwa tragis yang menimpa daerah ini banyak lembaga asing tersebut
akhirnya hengkang dari daerah ini secara tiba-tiba. Hal ini terlihat jelas ketika media
ini mengetahui bawa proses pengevakuasian itu terjadi dengan begitu cepat dimana
para pekerja kemanusiaan itu dijemput oleh pihak kepolisian untuk membawa mereka
ke bandara Pattimura menanti untuk diterbangkan ke Jakarta. Sesuai penuturan salah
seo rang staff PBB yang dimintai komentar oleh media ini dia mengatakan, sebagai
staf ekspatriat telah mendahuli mereka keluar dari daerah ini dan kemudian dirinya
serta beberapa staf lainnya menyusul untuk dievakuasi. Menjawab media lanjut,
dirinya mengungkapkan bahwa bukan saja staf ekspatriat saja yang diungsikan keluar
dari daerah ini akan tetapi staf local yang berjumlah dua puluh tujuh beserta
keluarganya pun turut diungsikan ke Jakarta menanti saat aman tiba barulah mereka
dikembalikan lagi untuk melanjutkan tugas kemanusiannya lagi di daerah ini. Menurut
ungkapannya lanjut, diberitahukan bahwa pengevakuasian mereka keluar dari daerah
ini, itu adalah instruksi langsung dari pihak PBB sendiri. "Mau buat apalagi, ini 'kan
tugas!, Jadi kalau diperintahkan untuk meninggalkan daerah ini, yah, kita turut saja
demi tugas", jelas staf itu yang diketahui bernama Steve.
TNI CEGAH MASUKNYA LASKAR JIHAD KE AMBON.
Jakarta, MM
TNI akan berusaha mencegah mesuknya berbagai kelompok yang tidak
berkepentingan ke Ambon. Maluku, yang bisa mengeruhkan suasana disana ,
termasuk Laskar Jihad. Kita punya cara untuk menc egah mereka amsuk kesana,"
kata Panglima TNI Endrriatono Sutarto kepada pers sebelum mengahdiri sidang
kabinet yang dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarno Putri di Gedung Utama
Sekretariat Negara Jakarta, kamis. Ma salah itu dikemukakan Panglima TNI ketika
dimintai komentarnya tentang kemungkinan masuknya berbagai kelompok yang tidak
berkepentingan, sehingga menambah panasnya suasana di Ambon. Ketika
menjelaskan hasil kunjungannya ke Ambon, Rabu (28/4), Endrriartono menegaskan,
suasana disana sudah semakin membaik setelah terjadi kerusuhan beberapa waktu
hari yang lalu. Ia menyebutkan, kelompok Muslim dan Kristen sepakat bahwa yang
menjadi penyebab munculnya tindakan kekerasan di Ibukota propinsi Maluku ini
adalah kelompok separatis Reepublik Maluku Selatan (RMS). Mereka akan kita
sikat," kata Panglima TNI ketika ditanya wartawan tentang bagaimanasikap
pemerintah terhadap RMS. Kerusuhan di Ambon tersebut dimulai ketika Forum
Kedaulatan Maluku (FKM) berusaha memperingati HUT RMS, 25 April lalu. Saat ini
tercatat sedikitnya 34 orang tewas, 82 menderita luka berat dan sekitar seratus
lainnya mengalami luka ringan dan dirawat di tujuh rumah sakit lokal. Panglima TNI
menegaskan situasi keamanan di Ambon yang sudah membaik itu perlu
dipertahankan.
TEMBAK MATI "SNIPER"
Panglima TNI Soal Ambon:
Jakarta, MM
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Endiartono Sutarto, mengatakan
dengan banyaknya sniper (penembak jitu) yang ada di Ambon saat ini, dia telah
memerintahkan Pangdam Pattimura untuk melakukan pencarian. Endriartono
mensinyalir bannyaknya sniper tersebut karena saat ini masih ada sekitar 300
senjata yang beredar di masyarakat. Kita akan kejar terus dan saya sudah
memerintahkan kepada Pangdam, karena mereka menembak orang, ya kalau ketemu
kita tembak mati lagi," ucap Panglima TNI setelah mengikuti rapat koordinasi (rakor)
Polkam Kamis (29/4) pagi. Dari ambon dilaporkan, data RSU Alfatah Ambon
menunjukan bahwa satu orang meninggal , tiga kritis dan tujuh orang lainnya harus
menjalani perawatan intensif karena terkena tembakan dari sniper di kawasan
Waringin-Talake, Kecamatan Nusaniwe, kota Ambon, Rabu (28/4) malam. Polisi
rumah sakit tersebut mengatakan berdasrakan keterangan saksi, padaa saat kejadian
tidak ada massa yang sedang berhadap-hadapan di kawasan waringin Talake, namun
kemudian tiba-tiba korban berjatuhan. Kondisi ini menunjukan indikasi bahwa sniper
masih berekeliaran di ambon. Korban meninggal bernama Garman (22), yang
tertembak di bagian kepala, sedangkan tiga lainnya yang kritis yakni Rivai, D.
Tomagala dan yanno haw, mereka terluka dibagian bahu dan pelipis kiri. Petugas
Paramedis di RSU alfatah kesulitan menangani para korban sejak kerusuhan 25 april,
karena keterbatasan ruangan sehingga pasien ditempatkan di islamic centre.
PENGUNGSI TALAKE BUTUH PERHATIAN PEMERINTAH
Ambon, MM
Imbas dari tindakan manusia yang tak berperikemanusiaan semenjak konflik kedua
pada tanggal 25 aporil 2004 lalu adalah sekelompok masyarakat kecil yang bermukim
di tanah lapang kecil (Talake).Pasalnya puluhan kepala keluarga (KK) dengan jumlah
jiwa sekitar ratusan jiwa terpaksa harus mengungsi dari tempat tinggal mereka
ketempat pengungsian didaerah kudamati, teaptnya Sekolah Dasar 14 Ambon dan
Gedung Gereja Pantekosta Elim Kudamati Ambon. Untuk kedua kalinya warga yang
bermukim di seputaran tanah lapang kecil dan Batu gantung Waringin harus menrima
nasib yang buruk, dimana pada peristiwa 19 januari 1999 warga tersebut juga tergusur
dari tempat tiinggal mereka, dan ketika kondisi kembali aman, (baca-sebelum 25
april) kemarin atas bantuan Pemerintah, mereka telah kembali ketempat pemukiman
mereka, lewat rumah-rumah pengungsi yang dibangun dengan biaya pemerintah,
namun belum mencapai satu tahun mereka menikmati/menempati rumah mereka,
kembali lagi mereka harus tergusur dari tempat tinggal mereka akibat tindakan oknum
yang menyatakan diri sebagai Pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kini untuk kedua kalinya mereka harus tergusur dari daerah mereka kedaerah yang
lebih aman, namun sangat disayangkan , apa yang mereka rasakan atau alami ,
kondisi mereka ketika tiba ditempat pengungsian semakin terpuruk. Ditempat
pengungsian ini ditemukan berbagai masalah yang dihadapi oleh para pengungsi,
mulai dri kebutuhan sembilan bahan pokok, masalah MCK maupun
kebutuhan-kebutuhan lainnya, hal ini disebabkan karena ketika pecahnya konflik 25
april lalu, mereka terpaksa harus keluar dari rumah mereka atanpa membawa barang
milik mereka. Tindakan pembakaran dan penjarahan terhadap rumah-rumah serta
kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) oleh orang-orang yang
mengatasnamakan Kaum pembela NKRI. Perlu dipertanayakan, pasalnya bangunan
dan perumahan warga diseputaran Talake adalah warga yang tahu menahu dengan
masalah FKM/RMS. Kepada Metro Maluku salah satu pengungsi asal Talake yang
namanya tak mau dikorankan mengatakan, dirinya bersama masyarakat yang
bermukim di Talake sangat heran dengan tindakan yang dilakukan oleh kelompok
yang menyatakan diri sebagai warga NKRI, dimana mereka dengan sangat sadis dan
tak kompromi langsung melakukan seranagan pada kami yang tidak tahu-menahu
dengan persoalan yang sementara terjadi dan jika sasaran mereka adalah kelompok
yang menyatakan diri sebagai kelompok FKM/RMS yang semestinya mereka
menyerang daerah-daerah yang dianggap sebagai basis kelompok tersebut bukan
malah sebaliknya melakukan serangan pada kami yang tidak tahu masalah jelasnya.
Untuk itu dirinya sangat mengharpkan adanya perhatian yang serius dari Pemerintah,
dalam hal ini Karel Alberth Ralahalu, dan Walikota Ambon Drs. M.J.Papilaya MS
untuk dapat memperhatikan nasib mereka serta kepada Kapolda Maluku dan
pangdam XVI Pattimura untuk dapat mengusut tuntas siapa dalanglah dibalik
peristiwa ini apakah warga yang menyatakan dirinya sebagai kelompok FKM/RMS
atau sebaliknya kelompok yang menyatakan dirinya sebagai Pembela NKRI (mm-6)
MASARIKU NETWORK AMBON
|