Maluku Media Centre, Selasa, 11/05/2004 02:04:58 WIB
Nyanyian Duka untuk Ambon
Reporter : Koran Tempo, 9 Mei 2004
MEREKA sudah lama merantau dari tanah Maluku, tetapi tak ada yang bisa
menghapus kenangan manis atas tanah nan cantik itu. Ya, karena Maluku tetap
menjadi tanah tumpah darah mereka. Maka, ketika Ambon kembali dikoyak oleh
kerusuhan, 25 April lalu, mereka berduka. Mereka juga tidak terima Ambon kembali
dijadikan ajang pertentangan antarkepentingan.
Yopie Latul, Penyanyi:
"Kami Sudah Capek Bertempur"
Sebagai orang Ambon, saya sedih sekali dengan keadaan Ambon sekarang ini. Itu
ulah segelintir orang saja. Sebenarnya, kami sudah capek bertempur. Kami orang
Ambon, baik yang ada di Ambon maupun di luar Ambon, sudah berupaya membuat
Ambon kembali tenang. Saya beberapa waktu silam melantunkan kembali lagu Pela
Gandong dalam irama keroncong. Lewat lagu ini, saya ingin agar orang Ambon
kembali ingat akan semangat pela gandong, yang bercerita soal persaudaraan.
Saya ingat, ketika kecil, di desa saya yang bernama Batu Gajah, saya yang Kristen
selalu bersahabat dengan teman-teman muslim. Dulu kami berteman baik semua.
Kami bersekolah di sekolah yang sama, nakal bersama-sama, dan bernyanyi
bersama-sama. Ketika Natal, saya memberi kue-kue natal kepada teman-teman yang
beragama Islam. Sebaliknya, ketika hari Idul Fitri, saya juga kebagian kue Lebaran
dari teman-teman muslim. Suasana seperti itu enak sekali.
Suasana seperti terasa lagi September tahun silam, ketika hari ulang tahun kota
Ambon, kami berkumpul bersama di daerah Kudamati. Di sana, kami mengadakan
acara makan patita, yaitu makan bersama cara Ambon. Dalam acara ini, semua
masakan Ambon, seperti singkong, ikan bakar, papeda, dan sebagainya, disajikan
bersama-sama. Dan, kami semua, dari dua kelompok agama itu, makan dengan
lahap.
Saya senang sekali. Saya pikir, inilah momentum rakyat Ambon kembali bersatu,
hidup damai. Tapi ternyata ada peristiwa kemarin itu yang membuat acara-acara
perdamaian seperti itu menjadi sia-sia. Saya betul-betul sedih.
Ronny Pattinasarany, Pengamat Sepak Bola:
"Tetap Cinta Ambon"
Sebagai orang Ambon, tentu saja saya merasa sedih dengan keadaan Ambon seperti
sekarang ini. Saya berharap mudah-mudahan keadaan seperti ini tak berlangsung
lama.
Saya memang besar di Makassar, tapi tetap saja saya cinta Ambon. Untuk
mewujudkan kecintaan, pada 20 dan 21 September tahun silam saya membuat
pertandingan sepak bola kelompok umur U-15, hasil kerja sama Persatuan Sepak
Bola Seluruh Indonesia, UNICEF, dan PT Bogasari. Saya sengaja memilih
pertandingan sepak bola karena sepak bola sangat disukai di Ambon. Menurut saya,
sepak bola merupakan sarana yang paling efektif untuk mempersatukan rakyat
Ambon.
Semula, banyak pihak yang ragu kalau pertandingan ini akan berjalan dengan mulus.
Maklum, suasana Ambon saat itu masih panas. Banyak orang takut akan ada
kerusuhan lagi. Tapi akhirnya izin itu keluar juga setelah kami melobi Kepolisian
Daerah Maluku. Jadi, ketika pertandingan berlangsung, beberapa polisi mengawasi
pertandingan dari pinggir lapangan. Pertandingan itu berjalan dengan sukses.
Dalam pertandingan itu, dua pihak yang bertikai, Islam dan Kristen, berlomba
memenangkan pertandingan dengan sportif. Bahkan ada satu tim yang berisi
orang-orang dari kelompok Islam dan Kristen. Para penonton pun berbaur. Tak ada
lagi kubu Islam ataupun kubu Kristen.
Andre Hehanusa, Penyanyi
"Maluku Harus Punya Kebanggaan Lagi"
Feeling saya, kerusuhan 25 April itu cuma sebuah rekayasa dari pihak-pihak tertentu
yang tidak ingin melihat Ambon tenang. Ambon sebenarnya sudah bosan dengan
kekerasan. Pergantian tahun baru kemarin saya bernyanyi di sana. Saya juga
berkunjung ke remaja masjid di daerah Gereja Silo, juga mendatangi Gereja
Maranatha. Mereka itu orang-orang yang lugu dan ingin hidup damai berdampingan.
Makanya saya tidak tahu dari mana para separatis ini datang. Ingat, banyak daerah di
Maluku yang warga muslim dan kristiani bercampur. Jadi, jangan sangkut pautkan
konflik sekarang dengan keributan empat tahun lalu.
Ada beberapa kemungkinan kenapa warga Ambon mudah tersulut konflik. Pertama,
rendahnya pendidikan. Kedua, organisasi-organisasi masyarakat di sana terlalu
eksklusif. Juga, tidak pernah ada organisasi lintas agama. Ketiga, kebanggaan
terhadap Maluku sudah hampir hilang. Sekarang rakyat Maluku cuma punya
kebanggaan di bidang musik. Kita tidak pernah dengar ada menteri dari Maluku.
Saya sebenarnya pingin bikin satu album untuk Maluku. Di album itu yang menyanyi
bukan cuma orang Maluku, tapi semua seniman Indonesia. Kalau ada Iwan Fals, ada
Chrisye, ikut menyanyi, orang di Maluku tahu bahwa orang-orang daerah lain juga
peduli. Dari sisi musik, orang Maluku lebih cepat menerima.
Pita Loppies, anggota Trio Moluccas
"Jangan Korbankan Maluku"
Sedih sekali waktu dengar ada kerusuhan lagi. Saya pikir siapa pun dari daerah mana
pun akan merasakan hal yang sama. Saya cuma bertanya-tanya, kenapa sih cita-cita
ingin merdeka sampai harus mengorbankan saudara sendiri?
Saya bangga menjadi orang Maluku. Keluarga saya masih sangat banyak di sana.
Waktu ke sana pun saya masih merasakan sambutan yang penuh kekeluargaan.
Terakhir menengok kampung halaman, September 2003. Waktu itu sekalian show
untuk merayakan ulang tahun kota Ambon. Itu sungguh perayaan yang sangat besar,
penuh kegembiraan, setelah empat tahun pertikaian. Tidak ada perbedaan. Orang
Maluku Islam dan Kristen bersatu dalam perayaan itu. Orang Maluku sebenarnya
sangat baik hati, suka saling melayani dan teguh pada prinsip.
Saya menyesal kedamaian yang terbangun itu hanya seumur jagung. Sifat orang
Maluku yang teguh pada prinsip tampaknya suka dijadikan pemicu masalah. Habis
perayaan September 2003 itu kami sejumlah artis asal Maluku sempat membuat
pertunjukan untuk Ambon. Tujuannya ingin mengundang investor luar negeri kembali
menanamkan modal di Maluku. Gaungnya lumayan juga sampai ke Belanda. Tak
menyangka kalau ternyata sekarang begini lagi.
Nunuy Nurhayati/Utami Widowati/Ucok Ritonga/Rian Suryalibrata
© 2003 Maluku Media Centre, All Rights Reserved
|