Maluku Media Centre, Rabu, 19/05/2004 22:15:34 WIB
Warga Blokir Jalan, Ambon Kembali Tegang
Reporter : Azis Tunny, Saleh Tianotak
Ambon, MMC --- Setelah melewati masa tenang usai konflik 25 April, Kota Ambon
kembali tegang menyusul aksi pemblokiran jalan-jalan utama di dalam kota yang
dikomandani Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku lewat Pusat Komando Anti
FKM/RMS, Rabu (19/5). Pada pukul 11.00 WIT, sekitar 500 massa dari arah Masjid
Al-Fatah merangsek maju menuju kawasan Trikora, yang merupakan wilayah
embarkasi komunitas Islam-Kristen.
Barikade pun dipasang di Jalan AM Sangadji, tepatnya di depan Gereja Silo di
kawasan Trikora. Sambil meneriakkan kecaman terhadap gerakan separatis
FKM/RMS, massa juga menyatakan rasa kecewa mereka atas sikap pemerintah dan
aparat keamanan yang dinilai lembek mengatasi separatis di Maluku. "Masa tahanan
RMS di Polda Maluku bisa lolos. Ini ada yang tidak beres di dalam instusi Polisi di
Maluku. Mereka bukan melarikan diri tapi sengaja dilepas," tegas Hasan Ohorella,
koordinator aksi dari Pusat Komando Anti FKM/RMS kepada MMC.
Dia mengatakan, aksi pemblokiran jalan merupakan gerakan moral sebagai sikap
umat Muslim Maluku yang dengan tegas menolak adanya gerakan makar di NKRI,
khususnya FKM/RMS di Maluku. Dia menegaskan, langkah yang ditempuh MUI
Maluku bukan sebagai gerakan fisik, karena setelah melakukan pemblokiran, massa
selanjutnya akan di tarik kembali ke garis belakang.
"Kita hanya memberikan pressure sekaligus dukungan buat pemerintah khususnya
aparat keamanan untuk segera membasmi separatis di bumi Maluku, karena ini
memang tanggungjawab pemerintah. Namun kami tidak akan membuka jalan selama
tahanan RMS yang kabur tidak ditangkap kembali," katanya tegas.
Setelah memasang barikade, sekitar pukul 11.30 WIT massa kemudian merangsek
maju menuju Jalan Sultan Hairun, dengan melintasi Jalan AY Patti. Jumlah massa
semakin hari semakin besar karena menarik perhatian warga yang berada di
wilayah-wilayah tersebut. Setibanya di Jalan Sultan Hairun, telah terjadi kosentrasi
massa dari komunitas Kristen. Kejar-kejaran pun tak terhindarkan. Beberapa orang
dari massa kemudian tampak membekali diri dengan peralatan seadanya, seperti
kayu dan batu.
Para pegawai dari Kantor Gubernur Maluku, Wali Kota Ambon dan Pengadilan Negeri
Ambon yang kebetulan berlokasi di situ tampak panik dan berhamburan keluar
menuju wilayah komunitas agamanya masing-masing. Para pegawai dari Kantor
Gubernur Maluku yang beragam Islam terpaksa melintasi Lapangan Merdeka karena
pintu gerbang sisi kiri sebagai jalan keluar telah disesaki masyarakat beragama
Kristen.
"Abang tolong jangan maju dulu. Kita punya saudara Muslim masih banyak di Kantor
Gubernur Maluku," teriak Sam Sialana, pegawai Biro Humas Setda Maluku kepada
massa yang merangsek maju menuju Kantor Gubernur Maluku melintasi Lapangan
Merdeka Ambon.
Satu paleton personel dari Kepolisian Resort (Polres) Pulau Ambon dipimpin langsung
Kapolres AKBP Leonidas Braksan, turun untuk menenangkan massa yang sudah
saling kejar-mengejar di Lapangan Merdeka. Dibantu pasukan Brimob Resimen
Kelapan Dua, massa mulai ditenangkan kembali. Pantauan MMC, terjadi dua titik
kosentrasi massa di Jalan Sultan Hairun dengan jarak sekitar 100 meter. Barikade
kemudian dipasang kembali di jalan itu, tepatnya di depan Pengadilan Negeri Ambon
dan Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Sirimau.
Sekitar satu jam massa saling berhadap-hadapan dengan jarak yang dibatasi oleh
pasukan Polres Pulau Ambon dan Brimob BKO. Situasi yang sudah tegang itu
menyulut kedua titik massa saling menghujat. Tak elak, saling lempar pun terjadi
meski hanya berlangsung sekitar lima menit karena dilerai aparat kepolisian.
Sebuah bom terdengar meledak perbatasan Tanah Lapang Kecil
(Talake)-Batugantung. Meskipun demikian, daerah yang menjadi pusat konflik 25 April
lalu itu tidak menjadi konflik terbuka karena cepat ditangani Pasukan Brimob
Resimen Kelapa Dua yang telah menduduki kawasan itu.
Sementara itu, pemasangan barikade dilakukan di empat titik ruas jalan, yakni di
Jalan AM Sangadji (Kawasan Trikora), Jalan dr. Tamaela (Kawasan Pohon Pule),
Jalan Sultan Hairun dan Jalan Jenderal Sudirman (Perbatasan Batumerah-Mardika).
Hingga menjelang pukul 17.00 WIT, barikade masih terpasang dan tidak ada
kendaraan yang melintas di dekatnya. Aparat keamanan dari TNI/Polri di tempatkan
berjaga-jaga di sekitar barikade yang juga merupakan daerah perbatasan yang
selama konflik merupakan ruang perang terbuka antara dua komunitas agama di Kota
Ambon.
Aksi pemblokiran jalan-jalan utama tersebut merupakan sikap MUI Maluku sebagai
wujud nyata terhadap pernyataan sikap mereka sebelumnya pada tanggal 15 Mei
yang mendesak agar pelaku makar yang lolos dari tahanan Polda Maluku segera di
tangkap kembali. Pernyataan tersebut tertuang didalam Maklumat Pusat Komando
Anti FKM/RMS MUI Maluku yang ditandangani Panglimanya H. Salim Said
Bahasoan.
Dalam maklumat tersebut disebutkan, pelaku makar separatis FKM/RMS yang kabur
dari tahanan Polda Maluku sampai saat ini belum juga ditangkap. Mereka menilai
FKM/RMS tidak henti-hentinya melakukan aksinya dengan mengudarakan balon gas
dengan bendera RMS, termasuk 17 Mei lalu.
Bahasoan, yang ditemui di Posko MUI Maluku mengatakan, kondisi Maluku
khususnya Kota Ambon tidak akan normal dan stabil jika gerakan separatis
FKM/RMS masih eksis di Maluku. "Mereka terus menjalankan aksinya dan apabila
tidak segera dihentikan maka akan sangat berbahaya dan berdampak buruk bagi
keutuhan bangsa dan negara," tegas dia.
Dia menyebutkan, ada upaya pengkaburan akar permasalahan separatis FKM/RMS
di Maluku, dengan memutar-balikkan fakta dengan statemen dan pernyataan dari
pejabat-pejabat publik lewat media massa. Seperti "Teroris" oleh Rektor Universitas
Kristen Indonesia Maluku (UKIM) MJ. Norimarna, "Mencegah Orang Luar Masuk" oleh
Rektor Universitas Pattimura H.B Tetelepta, "HUT RMS Pesta Hiburan Tahunan" oleh
Walikota Ambon MJ Papilaja, serta "Stigma NKRI dengan Bukan NKRI" oleh
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, kemudian "Gerakan Pengacau Keamanan"
oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Maluku. "Persoalan separatis di
Maluku ini sengaja dibelokkan menjadi tindakan "Teroris" maupun "Gerakan
Pengacau Keamanan" oleh konspirasi yang dibangun elit-elit politik di Maluku," tegas
dia.
Dia menilai, Pemerintah Daerah Maluku yakni Gubernur Maluku dan Wali Kota
Ambon, tidak tanggap dan tak langkah-langkah konkrit untuk memecat anak buahnya
yang nyata-nyata terlibat gerakan separatis FKM/RMS. Dalam penangkapan para
anggota FKM/RMS yang sekarang di tahan sebanyak 36 orang, yang kemudian
empat diantaranya kabur, dua diantaranya adalah pegawai Kantor Gubernur Maluku.
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu sendiri telah menyatakan, kedua pegawainya
itu telah diberikan Surat Pemberhentian Sementara. "Tindakan pemecatan akan
diambil sambil menunggu hasil pengadilan," kata Albert Ralahalu.
Selain itu, sikap MUI Maluku juga mendesak Pangdam XVI/Pattimura dan Kapolda
Maluku untuk segera mengambil langkah tegas dengan memecat atau menghukum
anak buahnya yang terlibat gerakan makar.
Di tempat terpisah, Kapolres Pulau Ambon AKBP Leonidas Braksan mengatakan,
saat ini aparat keamanan dari pihak kepolisian dibantu TNI telah menduduki
lokasi-lokasi yang dianggap rawan konflik. Dia mengatakan, sementara ini warga
masyarakat yang ingin bepergian dilarang dulu untuk melintas pada barikade yang
terpasang di jalan karena dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan pengguna
jalan. "Kita telah mengamankan titik-titik rawan dan membubarkan massa yang
terkosentasi di daerah perbatasan. Untuk saat ini kondisi masih terkendali," katanya
tegas.
Menjawab wartawan tentang penaikan dua bendera RMS dengan menggunakan balon
gas, Senin (17/5) lalu, Leonidas mengungkapkan, sejumlah Ketua RT/RW di
Kawasan Batugantung-Kudamati, akan dimintai keterangan. "Mereka akan kita
panggil untuk meminta keterangan terkait penaikan bendera RMS kemarin," katanya.
Hingga pukul 17.00 WIT, di Kota Ambon masih mencekam di kawasan-kawsan
perbatasan. Tampak aparat kepolisian dan TNI berjaga-jaga dengan senapan yang
siap menyalak. Kosentrasi massa sudah sedikit menjauhi titik barikade karena
diperintahkan oleh tokoh kedua komunitas masing-masing maupun aparat keamanan.
Meskipun sempat terjadi ketegangan, tidak ada korban dari kedua pihak. (MMC)
© 2003 Maluku Media Centre, All Rights Reserved
|