PPK-GPM
Jl. Mayjen D.I. Panjaitan - Ambon 97124
Telp. (0911) 341406
Nomor : 52/PPK/b/05/2004
Perihal : PRESS RELEASE 10 Mei 2004
Press Release
Dengan ini kami ingin memberitahukan peristiwa pemotretan Bendera RMS oleh dan
bersama 3 orang angota Arhanud 11, yang terjadi di desa Hative Kecil - Kota Ambon
pada tanggal 07 Mei 2004 dengan gambaran sebagai berikut:
1. Pada tanggal 07 Mei 2004, kurang lebih jam 17.00 warga masyarakat melihat
beberapa anggota Arhanud 11 yang selama ini bertugas di wilayah itu berjalan menuju
bebukitan di belakang desa Hative Kecil. Bertolak dari rasa ingin tahu maka 3
anggota warga masyarakat memutuskan menyusul para anggota itu ke bukit
dimaksud.
2. Sesampainya mereka di atas bukit, terlihat 3 anggota Arhanud 11 sedang berfoto
bersama bendera RMS di bawah Menara Lonceng Bantu Gereja milik Jemaat GPM
Gatik (Galala-Hative Kecil). Selain mengambil foto secara bergantian bersama
bendera RMS, mereka juga meletakan bendera RMS di atas lantai menara lonceng
Bantu. Selanjutnya di atas bendera RMS mereka letakan peluru-peluru mereka, serta
dua buah senjata yang mereka bawa, untuk kemudian dipotret oleh mereka.
3. Menyadari kedatangan tiga anggota masyarakat di tempat itu dan menyaksikan
seluruh peristiwa itu, mereka kemudian mengajak ketiganya (warga Masyarakat)
untuk berpotret bersama mereka.
4. Terhadap peristiwa ini Danki Arhanud 11 (Kapten Try Sugianto) yang bertugas di
wilayah itu, telah mendatangi Kepala Desa Hative Kecil, Kepala Desa Galala, serta
pendeta Jemaat GPM Gatik (Galala-Hative Kecil) untuk meminta penyelesaian kasus
itu diantara mereka saja. Dalam percakapan itu Danki Arhanud 11 menyarankan
supaya peristiwa itu tidak usah dilanjutkan keluar, karena mereka telah membakar
bendera RMS itu, dan juga menghancurkan film negative dari foto-foto yang diambil.
Saran itu ditolak oleh Pendeta Jemaat GPM Gatik (Galala-Hative Kecil), yang lalu
melaporkannya kepada Badan Pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku (BPH
GPM) melalui Ketua Sinode GPM, Pdt. DR. I.W.J Hendriks MTh. Terhadap
percakapan itu Danki Arhanud 11 menanggapinya, dengan antara lain mengatakan
bahwa ia bisa saja menarik pasukannya dari situ, dan entah berapa banyak pasukan
lain akan dimasukkan kemudian di wilayah itu.
5. Melalui Ketua Sinode GPM, telah ditugaskan dua orang anggota Komisi Hukum
GPM, serta Sekretaris Crisis Centre GPM untuk mengambil semua data di
Galala-Hative Kecil berkaitan dengan peristiwa dimaksud. Untuk maksud itu telah
dilakukan wawancara dengan para saksi, dan kesaksiannya telah disusun dalam
kronologis peristiwa dimaksud.
6. Peristiwa dimaksud telah menimbulkan ketegangan di wilayah itu, dan beberapa
saksi langsung terhadap kejadian dimaksud telah memilih untuk mengungsi ke
wilayah yang lebih aman.
Terhadap semua kejadian di atas maka melalui surat ini kami ingin menyampaikan
beberapa sikap kami sebagai berikut :
1. Kami mendukung semua upaya hukum yang adil, menyeluruh dan transparan, baik
terhadap para aktivis FKM yang menaikkan bendera RMS, maupun terhadap para
perusuh yang melakukan penyerangan, pembakaran, penjarahan dan pembantaian
terhadap warga masyarakat tak berdosa
2. Kami mengecam dengan keras perlakuan 3 orang aparat Arhanud 11 yang
berpotret dengan menggunakan bendera RMS di Menara Lonceng Bantu Jemaat
GPM Gatik (Galala-Hative Kecil) pada peristiwa tanggal 07 Mei 2004 yang lalu.
Perlakuan ini di satu sisi sangat mencoreng citra dan martabat TNI di mata
masyarakat, namun di sisi lain dicurigai ada maksud tertentu untuk membenarkan
stigma yang mengidentikkan umat Kristen Maluku dengan FKM/RMS. Terutama
pilihan Menara Lonceng Bantu Jemaat GPM Gatik sebagai tempat pemotretan
bersama bendera RMS, adalah salah satu symbol gerejawi milik Gereja Protestan
Maluku yang terletak di desa Hative Kecil. Beberapa pertanyaan kritis segera muncul
berkaitan dengan peristiwa ini, a/l : Dari manakah anggota Arhanud 11 memperoleh
bendera RMS, dan untuk maksud apakah bendera RMS tersebut disimpan?. Dengan
dan untuk maksud apakah dilakukan pemotretan bendera dengan menebar banyak
peluru dan meletakan 2 buah senjata organic milik mereka di atas hamparan bendera
RMS?
Untuk maksud apakah Menara Lonceng Bantu Jemaat GPM Galala dipakai sebagai
lokasi pemotretan, dan bahkan bendera RMS diletakan di atas jubin Menara Lonceng
Bantu untuk dipotret? Mengapakah Danki Arhanud 11, Kapten Try Sugianto harus
meminta pemuka warga setempat untuk menyelesaikan persoalan ini ke dalam, dan
tidak mengembangkannya keluar? Beberapa diantara sekian banyak pertanyaan dan
keanehan ini harus dijawab secara transparan.
3. Demi pembelajaran hukum yang adil dan tidak berpihak kepada masyarakat, maka
kami mengharapkan dilakukannya proses hukum yang transparan terhadap ketiga
anggota Arhanud 11 yang terlibat dalam peristiwa itu.
4. Menyadari bahwa peristiwa ini telah menimbulkan tekanan psikis kepada warga
setempat, terutama para saksi dan keluarga mereka, maka kami meminta
dihindarinya berbagai bentuk tekanan (langsung maupun tidak langsung) kepada
warga setempat dan para saksi. Berkaitan dengan kondisi ini pula maka kami
mengharapkan digantinya kesatuan Arhanud 11 yang bertugas di wilayah Galala -
Hative Kecil dengan kesatuan lain.
5. bertolak dari kasus ini kami menghimbau masyarakat untuk mewaspadai siapapun
juga yang menyebarkan berbagai isyu, dan mencoba memprovokasi masyarakat
dengan upaya-upaya pamakaian atribut RMS dalam bentuk apapun juga. Untuk
maksud itu maka sedapatnya masyarakat mencatat dan melaporkan setiap detail
perkembangan situasi yang mencurigakan.
Demikian surat ini kami buat sebagai bentuk kesadaran dan dukungan kami terhadap
proses penegakan hukum yang menyeluruh, adil, transparan, dan yang sama-sama
kita dambakan. Atas perhatian dan pengerttiannya kami ucapkan terima kasih.
Ambon, 10 Mei 2004
Crisis Centre GPM |
Biro Hukum GPM |
Pdt. Jacky Manuputty
Sekretaris |
1. Pdt. Cor Leunufna Sm.Th, SH
2. Noija Phileo Fistos SH |
|