Radio Nederland Wereldomroep, Selasa 04 Mei 2004 06:00 WIB
Wawancara Han Harlan, 3 Mei 2004
Di balik penangkapan istri dan putri pemimpin Front Kedaulatan
Maluku
Manakala kondisi Ambon dilaporkan mulai membaik, polisi menangkap istri dan putri
pemimpin FKM Front Kedaulatan Maluku, Alex Manuputty Sabtu lalu. Setelah selesai
dimintai keterangan, mereka resmi mendapat status tersangka tindak subversi.
Penangkapan ini dinilai merupakan bagian dari skenario penguasa, antara lain untuk
mempengaruhi opini publik guna menyudutkan kelompok tertentu, menyusul
kerusuhan 25 April. Demikian Butje Hahury, pembela aktivis FKM.
UU Subversi sudha tidak ada lagi
Butje Hahury [BH]: "Proses penangkapan kelompok-kelompok FKM/RMS itu
dibesar-besarkan baik di media lokal, nasional dan mungkin juga ada suara suara
yang ke luar negeri. Seolah-olah bahwa semua ini adalah perbuatan kelompok
FKM/RMS. Padahal itu sama sekali tidak benar. Untuk menjastifikasi skenario
mereka maka tokoh-tokoh FKM sekarang ini lagi diburu, termasuk yang sudah
ditangkap itu, Ibu Manuputty beserta anaknya. Sampai hari ini sudah sebagai status
tersangka."
Radio Nederland [RN]: "Polisi mengatakan bahwa mereka sudah dimintai keterangan
dan dituduh melakukan tindak subversi."
BH: "Kalau kita bicara soal subversi, sekarang di Indonesia tidak ada lagi Undang
Undang Subversi. Itu zamannya sistim pemerintahan otoriter Orde Baru-nya Soeharto.
Sekarang mereka disangka dengan tuduhan makar. Tetapi kalau dari Ilmu Hukum
Pidana maka saya bilang makar itu harus berdasarkan niat yang nyata, dengan suatu
tindakan-tindakan kekerasan. Jadi ada penyerangan, yang bisa memisahkan suatu
daerah wilayah kekuasaan. Tetapi yang terjadi sekarang ini adalah karena tidak ada
pasal pasal lagi yang bisa digunakan, maka pasal-pasal itu digunakan untuk
menjastifikasi skenario yang dibangun dalam kaitan dengan proses pembantaian
yang sedang berlangsung."
Harus ada komite independen
RN: "Apakah penangkapan ini berkaitan dengan penembakan oleh sniper di Ambon?"
BH: "Nah ini yang saya mau bilang...Kiki Syahnakri (Letjen Purnawirawan red.) dalam
komentarnya di Metro TV beberapa hari lalu dengan gamblang menyatakan bahwa
penembak gelap itu adalah orang orang FKM/RMS. Padahal itu sama sekali tidak
benar. Itu pemutarbalikan fakta. Makanya kalau dunia ingin tahu duduk persoalan
yang sebenarnya maka harus dibuat komite independen internasional untuk masuk
ke Maluku. Konteks kita adalah mengungkap keterlibatan orang-orang di dalam
masalah pembantaian ini. Karena rakyat sudah mati, rumah-rumah dan gereja sudah
dibakar. Apa hubungan antara gereja dengan FKM/RMS? Pemerintah harus
bertanggung jawab penuh terhadap masyarakat internasional dalam hubungan dengan
pembakaran kantor PBB di Ambon, maupun terhadap pembantaian yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok pro NKRI."
RN: "Tangkisan apa yang akan Anda kemukakan untuk menangkal tuduhan subversi
itu?"
BH: "Ini adalah politik yang dihukumkan. Artinya persoalan ini sebetulnya tidak
masuk dalam kwalifikasi tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan di dalam pasal
pasal 106 KUHP. Tetapi proses yang sampai saat ini saya ikuti dari dekat baik ke 15
orang yang ditahan pada tahun 2002 maupun 100 orang lebih yang ditahan dari tahun
2003 hingga sekarang, termasuk keluarga dr. Alex Manuputty, itu semuanya
menggunakan pasal-pasal seperti itu. Dalam konteks ilmu hukum pasal-pasal seperti
itu sama sekali tidak mendasar." Demikian Butje Hahury, pembela aktivis FKM.
© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
|