The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Netherland Hilversum


Radio Nederland Wereldomroep, Selasa 27 April 2004 07:00 WIB

Konflik di Ambon: dari Agama menuju Separatisme

Intro: Ketika Ahad 25 Apil lalu Ambon kembali dilanda konflik, orang tak habis tanya bagaimana ini bisa kembali muncul. Bukankah masyarakat Maluku sudah mati-matian berusaha mewujudkan perdamaian? Banyak kalangan curiga jangan-jangan penyebab kerusuhan itu harus dicari di luar Maluku, seperti berikut dikemukakan oleh uskup Amboina, Monseigneur Mandagi:

Monseigneur Mandagi [MM]: Kekerasan itu bangkit kembali. Tentu saja ada provokasi-provokasi yang terjadi. Yang nampak kekerasan itu muncul akibat provokasi FKM dan RMS yang ada di Ambon, dalam kaitan dengan perayaan hari ulang tahun, hari Minggu tanggal 25.

Tetapi di lain pihak pasti sudah ada kelompok juga yang sedang siap-siap untuk memakai gerakan FKM dan RMS. Kelompok ini sudah siap-siap mencari momentum untuk mengadakan konflik lagi di Maluku. Saya tidak tahu apa yang menjadi target kelompok tersebut yang menyatakan diri sebagai kelompok pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang ada di Ambon ini.

Radio Nederland [RN]: Tapi Monseignur Mandagi, ini bukan pertama kalinya kalangan FKM/RMS mengadakan peringatan apa yang mereka sebut sebagai proklamasi RMS itu. Tahun lalu misalnya juga sudah ada. Mengapa tahun lalu tidak terjadi kerusuhan tahun ini terjadi?

MM: Ya itulah yang menjadi pertanyaan saya. Karena menurut pendapat saya, kalau melihat kenyataan yang terjadi, sepertinya konflik ini sudah disiapkan sebelumnya. Tinggal mencari saat pemicu saja. Itu yang saya lihat. Dan itu menjadi pertanyaan saya, kelompok mana dan kelompok siapa yang bermain di balik kekerasan ini?

Saya bertanya-tanya ini. Bisakah terjadi barangkali kelompok yang bermain di balik kerusuhan ini terkait dengan pemilihan umum? Terkait dengan pemilihan presiden yang mendatang? Inilah yang menjadi pertanyaan saya ini.

RN: Juga yang menjadi pertanyaan adalah bahwa tampaknya tahun lalu itu, aparat keamanan berhasil mencegah pihak FKM/RMS ini untuk mengadakan peringatan. Tahun ini kayaknya mereka tidak berhasil kalau gitu ya Monseigneur?

MM: Memang sebelum terjadi kekerasan saat ini, sudah ada antisipasi-antisipasi dari pihak aparat keamanan. Juga sudah ada antisipasi dari pada tokoh-tokoh masyarakat, termasuk saya sendiri untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa perdamaian itu yang penting, upaya rekonsiliasi itu yang penting. Janganlah mau terprovokasi dengan adanya perayaan RMS ini.

Tetapi, yah, kalau memang kelompok yang barangkali lebih kuat daripada aparat keamanan, yang lebih kuat daripada mungkin pemerintah itu sendiri, mau bilang apa ya, kelompok yang bisa bermain iini.

RN: Yang nampaknya juga menjadi pandangan masyarakat umum, masyarakat di seluruh Indonesia adalah bahwa FKM/RMS ini berkaitan dengan umat kristen. Bagaimana pandangan semacam ini menurut Monseigneur?

MM: Ya, itu yang saya rasa tidak, tidak benar. Jadi sekarang isu separatisme dipakai untuk menyebabkan konflik. Kalau konflik dua tahun lalu, yang berlangsung selama empat tahun, isyu agama yang dipakai. Itu yang menonjol isyu agama. Sekarang yang ditonjolkan ada isu separatisme. Dan isu separatisme perlahan-lahan mulai dikaitkan juga dengan agama. Ini yang saya sendiri bertanya-tanya mengapa terjadi ini. Siapa lagi yang bermain, mau mengambil keuntungan dari konflik ini.

RN: Jadi menurut Monseigneur umat kristen itu tidak selalu identik dengan FKM/RMS ini ya?

MM: Itu yang kita sama sekali sangat, sangat melawan itu. Bahwa janganlah FKM/RMS diidentikkan dengan umat kristen. Apalagi dengan umat katolik. Sudah jelas bahwa ummat katolik tidak demikian. Tapi juga dari pihak kristen protestan sudah jelas juga mengatakan. Baru belum lama ini di televisi lokal, Ketua sinode protestan Maluku dengan terang mengatakan, itu tidak adil kalau misalnya RMS/FKM dikaitkan dengan orang kristen. Itu tidak adil.

Itu hanya segelintir orang yang menamakan diri RMS atau FKM. Misalnya contoh dari pihak kelompok lain, termasuk kelompok muslim, atau dari pihak pemerintah misalnya menghantam, atau menyerang, mengadili dengan mengatakan bahwa barangkali orang kristen adalah RMS. Itu tidak adil, karena merasa tidak adil.

RN: Dengan demikian Monseigneur juga mengecam ya kekerasan yang dilatarbelakangi oleh RMS/FKM ini ya?

MM: Oh tentu saja. Setiap kekerasan saya mengecam, karena itu bukan soal RMS atau FKM, ini soal kemanusiaan. Soal masyarakat kecil yang menderita, yang meninggal, yang rumahnya terbakar. Itu barangkali dari kelompok RMS atau FKM, bukan dari kelompok Pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mengalami penderitaan ini adalah masyarakat kecil, masyarakat yang barang kali tidak tahu menahu tentang FKM dan RMS. Atau tidak tahu menahu soal membela Negara Kesatuan Republik Indonesia, ya.

RN: Tetapi menurut Monseigneur apakah kalangan FKM/RMS ini memperhitungkan tidak semua orang kristen itu setuju dengan langkah mereka?

MM: Ya mereka tentu sudah memperhitungkan. Tetapi mereka mau pakai ini saat yang tepat untuk muncul ya. Di kala ada konflik di mana isyu agama dikedepankan, mereka masuk ini, di dalam arena ini ya.

RN: Dengan konsekuensi bahwa korbannya juga bisa dari kalangan kristen sendiri begitu?

MM: Iya. Dengan konsekuensi yang korban di kalangan kristen sendiri dan lama kelamaan barangkali gerakan mereka akan didukung oleh orang Kristen. Tapi ya saya rasa orang kristen yang ada di Maluku itu tidak bodoh. Cuma kasihan menjadi korban.

RN: Monseigneur sudah lama sekali mengkampanyekan perdamaian di Ambon. Lalu begitu ada masalah langsung perdamaian ini diinjak-injak. Perdamaian seperti apa yang sampai Ahad lalu terwujud di Ambn?

MM:Menurut pendapat saya memang masyarakat Ambon Maluku sebenarnya sudah suka damai. Tetapi kalau ada gerakan, ada kelompok orang yang begitu kuat di luar Ambon, yang misalnya menggerakkan, atau misalnya membiayai gerakan ini, siapa kita yang ada di Maluku? Ini kita kelompok kecil di Indonesia ini toh. Kita kecil saja, di antara masyarakat Indonesia. Apalagi di dalam situasi di Ambon masyarakatnya mengalami penderitaan.

Kalau misalnya ada kelompok di Jakarta atau di luar Maluku mau misalnya contoh dengan memberikan duit atau memberikan kebutuhan-kebutuhan lain, ya mereka dengan sendirinya barang kali terpengaruh dan sudah ikut saja di dalam menciptakan kekerasan.

Jadi sekali lagi kita di sini mau mengusahakan perdamaian. Dan kita sudah mulai alami itu perdamaian. Tapi kalau ada kelompok di luar Maluku yang mau, katakan, mengoyak-ngoyakkan persatuan dan perdamaian di sini, ya mungkin kita tidak mampu.

RN: Setelah kerusuhan kembali pecah ini, ke arah mana perhatian Monseigneur curahkan?

MM: Tentu saja arah saya ialah mau mencoba menyadarkan masyarakat lokal, baik yang kritsten mau pun yang muslim, masyarakat biasa, supaya tidak terjebak lagi di dalam konflik ini. Kita belajar dari konflik yang terjadi di masa yang lalu. Kita semuanya akhirnya menderita, baik yang muslim mau pun yang kristen. Kita menderita semuanya ini. Maukah kita masuk lagi di dalam penderitaan yang sama ini. Ya tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah di dalam konflik ini. Semua menderita. Jadi ini, saya coba memperkuat daya tahan masyarakat lokal yang ada di sini. Itu yang saya harapkan, walaupun selama dua hari ini ada konflik saya harap bahwa itu cepat akan selesai karena kesadaran masyarakat itu sendiri.

RN: Baik Monseigneur Mandagi, terima kasih banyak atas wawancara ini.

MM: Ya terima kasih ya.

© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/nunusaku
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044