The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Netherland Hilversum


Radio Nederland Wereldomroep, Jumat 30 April 2004 06:45 WIB

Penembak Jitu di Ambon: Siapakah Mereka?

Intro: Panglima TNI Jendral Endriartono Sutarto memerintahkan seluruh prajurit untuk menembak mati para penembak jitu atau sniper yang beroperasi di kota Ambon. Memasuki hari ke lima konflik di Ambon, para penembak jitu masih beraksi. Bahkan Kamis ini dua orang dilaporkan menjadi korban mereka. Melihat ketepatan tembakan maka kecil kemungkinan pelakunya adalah masyarakat biasa. Lebih masuk akal untuk menganggap penembak jitu berasal dari kesatuan angkatan tertentu. Hanya ada dua angkatan yang memang terkenal akan keahliannya dalam menembak. Berikut penjelasan Thamrin Amal Tamagola, pakar sosilogi dari Universitas Indonesia di Jakarta:

Thamrin Amal Tamagola [TAT]: Kita kan bisa membedakan dua kelompok. Kelompok pertama adalah dari kesatuan tertentu. Dan kelompok kedua ya dari masyarakat luas. Nah, kemungkinan bahwa ada penembak jitu di masyarakat luas saya kira itu kecil sekali. Jadi tinggal kemungkinan bahwa para penembak jitu itu kemungkinan berasal dari satu satuan tertentu.

Nah di Indonesia ini, di kalangan angkatan bersenjata itu, hanya ada dua kesatuan yang terkenal keunggulan kesatuannya dalam menembak jitu. Kesatuan itu yang pertama adalah Brimob, dan yang kedua adalah Kopassus. Jadi tinggal salah satu dari dua itu.

Radio Nederland [RN]: Pak Thamrin, kenapa kemungkinan kecil bahwa para penembak jitu berasal dari masyarakat luas?

TAT: Karena untuk menembak secara jitu dengan satu hasil yang sangat akurat dan kemudian tidak ada dampaknya pada si penembak, itu memerlukan latihan yang sangat lama. Dan saya kira tidak ada di kalangan masyarakat luas yang mempunyai kemampuan, yang menjalani latihan yang sangat lama itu.

Kalau penembak-penembak jitu dari Brimob itu saya sudah melihat sejak saya masih SMP di Ternate itu ya. Setiap tanggal 1 Juli itu, mereka mendemonstrasikan penembakan jitu itu. Balon ditaruh di depan hidung itu bisa pecah tanpa menyentuh hidung.

RN: Pak Thamrin, kalau para penembak itu memang katakan dari kalangan TNI, lalu apa yang ingin mereka capai dengan hal ini?

TAT: Saya sudah menulis satu artikel yang nanti hari Sabtu terbit di Kompas. Kalau dugaan saya, kalau ini dilakukan oleh angkatan terutama dari militer, paling tidak ada tiga kemungkinan. Pertama, ada oknum atau pihak yang ingin meyakinkan Indonesia bahwa Indonesia itu butuh seorang pemimpin dari kalangan militer yang kuat. Kemudian kemungkinan kedua, ada oknum atau pihak yang ingin mendiskreditkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla karena dua orang ini yang sebenarnya berhasil memadamkan Poso dan Ambon begitu.

Kemungkinan ketiga, ada oknum atau pihak yang sakit hati karena kalah dalam pemilu 5 April lalu atau kalah dalam konvensi Golkar untuk calon presiden yang lalu sehingga melampiaskan kekesalan begitu saja di lapangan begitu.

RN: Jadi memang kecurigaan turut bermainnya pihak ketiga dalam konflik Ambon yang terbaru ini memang dasarnya kuat, ya Pak?

TAT: Cukup kuat. Saya sudah mendapat dua telepon dari lapangan dan bukan dari orang Indonesia tapi dari wartawan asing yang bertugas di sana. Itu mereka menceritakan secara sangat detail bagaimana tidak bisa ditolak kemungkinan bahwa militer ikut bermain di Ambon.

RN: Kembali ke penembak jitu. Dalam kerusuhan yang lalu, juga ada penembak-penembak jitu. Apakah pola para penembak jitu sekarang sama dengan yang lalu?

TAT: Polanya sama, selalu di gedung yang sudah menjadi puing-puing. Polanya sama. Jadi itu sangat aneh saya kira kalau polisi dan tentara yang bertugas sebagai satuan pengamanan itu kok tidak langsung bertindak ke arah yang sudah jelas itu, gedung-gedung yang sudah menjadi puing, dan jendela-jendela yang sudah terbakar. Dari situ mereka menembak kan. Itu polanya persis sama.

Jadi saya lihat cara penanganan aparat benar-benar sangat menyedihkan. Jadi kalau saya pikir barangkali orang Ambon itu mati terkapar terus karena gagalnya negara untuk mengurusi rakyatnya sendiri.

Sementara, mengenai pemicu kekerasan di Ambon Ahad lalu, Thamrin mengatakan:

TAT: Sebenarnya peristiwa di Ambon yang mulai tanggal 25 April itu, pemicu utamanya bukan penaikan bendera RMS itu sendiri. Tapi pemicu utamanya yaitu sebenarnya keteledoran polisi dalam menangani penaikan bendera itu. Itu sebenarnya yang merupakan trigger utamanya. Mereka di kawal melalui jalan-jalan utama ke kantor polisi. Kemudian pentolannya ditahan, kemudian sekitar 200 orang dilepas lagi ke jalan. Itu sama dengan melepaskan umpan manusia ke harimau-harimau lapar yang sudah menunggu di luar. Nah itu pemicu yang sebenarnya

Tetapi akar pokok persoalannya lebih dalam dari itu. Kalau saya lihat ada tiga masalah, yaitu belum ada penyelesaian hak keperdataan atas tanah dan rumah bagi para pengungsi. Yang kedua, masalah pekerjaan dan pengangguran dalam Kotamadya Ambon. Kemudian yang ketiga adalah miskinnya layanan dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Nah ketiga hal ini kemudian menimbulkan frustasi yang sungguh dalam di kalangan kelompok kristen dan islam dua-duanya. Ini gara-gara loyonya konsistensi dan determinasi pemerintah pusat dan daerah dalam menindaklanjuti hasil-hasil kesepakatan Malino.

Pemerintah pusat karena sudah sibuk dengan proyek yang lebih besar di Aceh, kemudian sibuk dengan pemilu, RI 1, RI 2, menko, menteri, semua ikut berpacu di dalam pemilu untuk merebut kursi dan kedudukan, akhirnya Ambon terlupakan dan terlantarkan sehingga tidak ada lagi yang ngurus rakyat Ambon itu. Rakyat Ambon dilupakan sama sekali.

Pemerintah propinsi juga sama ambur adulnya. Pemerintah propinsi itu cenderung mengambil alih semua urusan dan mengangkangi semua urusan. Tidak mendelagsikan pekerjaan kepada walikota, bupati, apalagi camat. Pemerintah propinsi main langsung dengan bapak-bapak raja dan ibu-ibu raja. Saya kira itu mengangkibatkan roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Jadi frustasi yang menumpuk itu hanya tinggal menunggu satu pemicu seperti cara penanganan polisi yang sangat teledor. Akhirnya meledak tanggal 25 April itu. Tapi harus ditambah faktor ketiga, yaitu pihak ketiga yang berfungsi sebagai provokator dan penembak jitu itu.

Demikian Thamrin Amal Tamagola, pakar sosilogi dari Universitas Indonesia di Jakarta:

© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/nunusaku
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044