Liputan6.com, 26/04/04 06:58 WIB
Kasus Ambon
Ambon Bergolak, 12 Tewas
[PHOTO: Insiden kerusuhan massal di Kota Ambon, Maluku.]
25/4/2004 18:23 - Sedikitnya 12 orang tewas dan 91 luka-luka menyusul kerusuhan
massal sehubungan dengan perayaan HUT ke-54 RMS di Kota Ambon, Maluku.
Sejumlah gedung, termasuk rumah ibadah dan Kantor PBB di sana hangus terbakar.
Liputan6.com, Ambon: Kota Ambon, Maluku, kembali bergolak. Sedikitnya 12 orang
tewas dan 91 lainnya luka-luka menyusul kerusuhan massa di Kota Ambon, Ahad
(25/4). Selain korban jiwa, beberapa gedung serta rumah di sana hangus terbakar.
Namun, berdasarkan data Kepolisian Daerah Maluku, korban tewas berjumlah 10
orang. Sejauh ini kerusuhan massa diduga dipicu kekecewaan kelompok Islam
menyusul sikap kepolisian yang mengawal para simpatisan Republik Maluku Selatan
seusai menggelar perayaan hari ulang tahun. Sementara, hingga saat ini, korban
luka-luka masih dirawat di beberapa rumah sakit, seperti RS Al-Fatah, RS Bhakti
Rahayu, dan RS dr Haulussy.
Sebenarnya ketegangan dimulai sejak Ahad pagi. Saat itu, sebanyak 51 bendera
RMS kembali berkibar di Maluku terkait peringatan hari ulang tahun ke-54 kelompok
separatis tersebut. Melihat kondisi ini, Polda Maluku segera menerjunkan
personelnya untuk menurunkan bendera yang sebagian besar dipasang di atas pohon
dan gunung. Sedikitnya dua pengibar bendera RMS di Saparua juga ditahan polisi.
Situasi kian panas ketika kelompok RMS menggelar acara peringatan HUT ke-54
RMS oleh massa Forum Kedaulatan Maluku (FKM) di kediaman pemimpinan
eksekutifnya, Dr Alex Manuputty di kawasan Kudamati [baca: Lagi, Bendera RMS
Berkibar di Ambon]. Saat itu, upacara dipimpin Sekretaris Jenderal RMS Moses
Tuanakota dan diikuti sekitar 1.000 orang. Dalam acara ini, mereka juga sempat
mengibarkan bendera RMS dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tak berlangsung lama,
polisi yang datang ke lokasi segera menurunkan bendera RMS. Dalam kesempatan
ini, polisi juga membawa Moses ke Markas Polda Maluku dengan diikuti massa
sambil berpawai membawa bendera RMS. Sesampai di Mapolda, polisi akhirnya
menahan 24 orang lainnya yang mengaku turut bertanggung jawab.
Sementara sebagian massa RMS yang tak ditahan akhirnya kembali pulang. Tapi, di
tengah perjalanan, pendukung RMS yang kembali dari Mapolda Maluku justru
dihadang massa yang menamakan diri Pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia
di sekitar Tugu Trikora. Awalnya, kedua massa hanya saling lempar. Tapi, aksi kian
panas hingga terdengar letusan tembakan. Massa kian beringas. Kerusuhan pun tak
terelakan dan kembali pecah.
Tak hanya di kawasan Tugu Trikora, kerusuhan juga terjadi di beberapa kawasan lain
seperti Mardika dan Pokka yang menjadi lokasi konsentrasi massa. Di lokasi ini,
massa terprovokasi untuk melakukan pembakaran. Tak jelas kelompok mana yang
mulai membakar. Tapi, gedung perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di sana
menjadi bangunan pertama yang dibakar. Sebuah hotel serta sejumlah rumah dan
sebuah tempat ibadah pun turut dibakar.
Menurut Kepala Polda Maluku Brigadir Jenderal Polisi Bambang Sutrisno, sebenarnya
pihak Polda bekerja sama dengan instansi TNI dan pemerintah daerah setempat telah
mengantisipasi perayaan itu dengan melancarkan Operasi Merah Putih. Bahkan,
Polda Maluku juga telah mengantisipasi sikap tokoh RMS Moses Tuanakota yang
memprovokasi masyarakat dengan menyebarkan selebaran agar tak takut merayakan
peringatan ultah kelompok separatis tersebut. Diketahui, Moses juga melayangkan
surat kepada Presiden Megawati Sukarnoputri yang berisi rencana peringatan itu.
"Sejak 24 April malam kami telah menyita puluhan bendera RMS yang dinaikkan di
tempat-tempat terpencil, sampai dengan Minggu pagi, " ujar Bambang saat telewicara
dengan reporter SCTV Bayu Sutiyono, Ahad petang.
Mengenai situasi terakhir di Ambon, Bambang mengungkapkan, sudah dapat
dikendalikan dalam arti kata belum terjadi konflik baru antarkelompok. Pihaknya juga
telah berkoordinasi dengan para tokoh masyarakat dan berupaya meluruskan
informasi yang belum jelas. Polda Maluku juga telah menyekat wilayah-wilayah yang
kemungkinan akan menyebabkan bentrokan. Misalnya, jalur lalu lintas masyarakat,
dari bandar udara ke Ambon dihidupkan lagi melalui jalur laut. Selain itu, Polda
Maluku juga telah melaporkan kerusuhan ini dan meminta penambahan pasukan pada
Kapolri Jenderal Da`i Bachtiar. Begitu juga dengan pihak TNI juga sudah melaporkan
kepada Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto.
Sekadar menyegarkan ingatan, Kota Ambon dilanda konflik horizontal pada 19
Januari 1999. Konflik yang bernuansa suku agama ras dan antargolongan (SARA) itu
kemudian meluas di hampir wilayah Maluku. Pemerintah saat itu akhirnya
menerapkan Darurat Sipil bagi Maluku dan Maluku Utara. Dan, berbagai upaya
mendamaikan kedua kelompok yang bertikai akhirnya membuahkan hasil. Pada
pertengahan Februari 2002, Pertemuan Malino II menghasilkan sebelas kesepakatan
damai [baca: Sebelas Kesepakatan Mengakhiri Pertemuan Malino]. Perdamaian pun
mulai tampak meski sehari pascapenandatangan Malino II, Kota Ambon diguncang
tiga ledakan [baca: Tiga Ledakan Mengguncang Ambon].
Namun warga Maluku, khususnya di Ambon, tetap mengupayakan perdamaian.
Seiring dengan mereda konflik di sana, pemerintah pada 15 September 2003 akhirnya
mencabut Darurat Sipil yang diterapkan sesuai Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun
2000 tentang Darurat Sipil di Provinsi Maluku dan Maluku Utara--yang kemudian
diubah menjadi Keppres Nomor 40 Tahun 2002. Sedangkan status Darurat Sipil di
Maluku Utara sudah dicabut melallui Keppres Nomor 27 Tahun 2003 tentang
Penghapusan Darurat Sipil di Provinsi Maluku Utara [baca: Status Darurat Sipil di
Maluku Dicabut].(ORS/Sahlan Heluth)
© 2001 Surya Citra Televisi.
|