The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Liputan6.Com


Liputan6.com, 29/04/04 15:56 WIB

Topik Minggu Ini

Bara di Negeri Seribu Konflik

29/4/2004 02:28 - Pertempuran di Ambon cuma akan merugikan warga Maluku. Semua berharap situasi normal dan warga kembali hidup bersama keluarga. Itu bisa terjadi hanya jika bara di Negeri Seribu Pulau benar-benar padam.


Liputan6.com, Ambon: Ahad 25 April 2004. Petaka itu terjadi begitu cepat. Ratusan rumah terbakar. Korban berjatuhan, belasan orang tewas dan ratusan orang luka-luka. Asap mengepul di sejumlah titik. Ambon Manise sekejap berubah menjadi arena baku tembak.

Kerusuhan terjadi bertepatan dengan peringatan hari ulang tahun ke-54 Republik Maluku Selatan (RMS). Polisi menurunkan 51 bendera RMS yang berkibar di puncak pohon hingga di atas gunung. Sementara itu, sejak pagi, seribu orang berkumpul di rumah Ketua Forum Kedaulatan Maluku Alex Manuputty di kawasan Kuda Mati untuk memperingati HUT RMS. Acara tersebut tentu saja ilegal. Alhasil, polisi mencokok Sekretaris Jenderal FKM Moses Tuanakota dan menggelandangnya ke kantor polisi. Massa FKM ikut mengantar Sekjennya ke Markas Kepolisian Daerah Ambon.

Sekembali dari Mapolda, aktivis FKM bertemu dengan massa yang menamakan diri Pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia di sekitar Tugu Trikora. Bentrokan pun pecah. Suasana semakin panas ketika Gedung Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa dibakar. Terdengar bunyi tembakan. Dua kubu kian beringas.

Sepanjang pagi hingga malam Kota Ambon menjadi medan perang. Toko-toko dan rumah ditutup. Sebagian warga mulai mengungsi. Ledakan granat terdengar di mana-mana. Tembakan juga tak berhenti. Kerusuhan meluas. Sejumlah rumah sakit sibuk melayani korban tewas maupun cedera. Pemandangan ini mengingatkan kembali pada kerusuhan Ambon yang terjadi pada tahun 1999.

Kerusuhan terjadi nyaris serentak di berbagai daerah. Anehnya, tak ada yang bisa menjelaskan bagaimana konflik ini begitu cepat menjalar ke daerah lain dalam waktu yang bersamaan. Wajar jika muncul berbagai spekulasi, termasuk mempertanyakan dalang pertikaian sesama basodara ini.

"Yang menderita kita sendiri," kata Stevie yang kaki kirinya diamputasi akibat terkena lemparan granat di dekat Gedung Perwakilan PBB. Pemuda berbulu mata lentik ini tak menyangka harus kehilangan kaki kirinya. Meski begitu, dia mencoba tabah. "Yang penting masih bernapas," ujar pasien Rumah Sakit Bhakti Rahayu ini. Dia hanya berharap kelompok Kristen dan Islam menghentikan pertikaian ini. Sebab, seperti yang dia katakan di atas, kontak senjata ini cuma akan memperburuk keadaan dan merugikan warga Maluku sendiri.

Rumah Sakit Umum Al-Fatah juga kedatangan banyak tamu. Sama halnya dengan di RS Bhakti Rahayu, pasien dirawat dalam kondisi serba terbatas. Pasien yang datang melebihi kapasitas ruangan yang ada sehingga perawatan dilakukan seadanya.

Kekerasan memang cuma membawa luka dan dendam. Anak-anak dan para wanitalah yang paling sering menjadi korban. Mereka harus hidup di tempat pengungsian sambil memikirkan keselamatan suami atau saudara laki-lakinya yang ikut berperang. Rasa aman dan damai seakan lenyap. Anak-anak beraktivitas dalam situasi yang tidak seharusnya. Mereka tak hanya menyaksikan pertikaian tapi juga menelan pengalaman pahit saat teman-teman sebayanya di daerah lain sedang asyik menikmati keceriaan masa kecil.

Fitriani harus mengungsi bersama dua anaknya yang masih ingusan di Masjid Al-Fatah. Ketika konflik Ambon meletus pertama kalinya, perempuan berambut ikal ini terpaksa mengungsi di masjid tersebut selama enam bulan. Belum lagi dua tahun kembali ke rumahnya, dia malah harus kembali menjadi pengungsi di kampung sendiri. "Maunya keadaan aman saja, tapi keadaan sudah begini," ujar dia.

Fitri dan pengungsi lain berharap kerusuhan Ambon segera sirna. Sebab, anak-anak harus tetap bersekolah. Mereka juga tak mau merasa tidak aman di rumah sendiri atau hidup serba prihatin di tempat pengungsian. "Mudah-mudahan cepat aman," kata dia.

Rabu sore, situasi di sejumlah lokasi rawan kontak senjata mulai pulih. Sejumlah anggota Brigade Mobil dan TNI tampak berjaga-jaga di berbagai wilayah. Pengamanan ketat ini menghentikan lemparan granat dan berondongan senjata.

Meski relatif aman, kondisi masyarakat dan kota masih belum aman. Bahkan Pasar Baku Bae yang menjadi daerah bebas bagi kedua kubu juga tutup. Penutupan pasar kaget di sepanjang Jalan Pantai Mardika di depan Hotel Ambon Manise itu membuat warga kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok.

Pasar yang biasanya dibuka sejak pukul 04.30 WIT ini melompong. Para pembeli terpaksa harus berbelanja di pasar lain, seperti di Batu Merah dan Batu Gajah.

Pendeta I. W. J. Hendriks tak habis pikir mendapati Ambon kembali bergolak. Sebab, dia sangat yakin bahwa masyarakat lebih ingin kembali ke rumah masing-masing dan hidup berdampingan dengan damai. Apalagi, semua orang tahu bahwa pertempuran dua kubu cuma akan melukai diri masing-masing. "Kalau belajar dari sini jangan mau dipakai oleh siapa pun dan apa pun," ujar dia.

Ketua Muhammadiyah Maluku Idrus Tatuhey juga menyesalkan pembakaran dan perusakan berbagai fasilitas umum. Sekolahnya yang baru dibuka kembali setelah dibangun dengan biaya organisasi di bawah PBB, terbakar lagi. "Bagaimana anak-anak bisa sekolah," ucap dia sedih.

Sebelas butir perjanjian damai yang diteken perwakilan kedua belah pihak di Malino, Poso, Sulawesi Tengah, pada 12 Februari dua tahun silam, tinggal kenangan. Damai begitu cepat pergi dan begitu cepat mengacak-acak perasaan damai yang dirasakan dua tahun belakangan. Kini, Negeri Seribu Pulau itu menjadi negeri seribu tangis. Bara di Negeri Seribu Konflik ini juga belum padam.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)

© 2001 Surya Citra Televisi.
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/nunusaku
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044