SINAR HARAPAN, Jum'at, 30 April 2004
Perhimpunan Indonesia Timur: Presiden Harus Pecat Menko
Polkam, Panglima TNI, dan Kapolri
Jakarta Sinar Harapan
Sudah dapat dipastikan bahwa kerusuhan Ambon terakhir ini adalah skenario politik
para elite khususnya menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden 2004. Para
elite politik telah memanfaatkan momentum dan kondisi psikologis masyarakat
Ambon setelah kerusuhan Ambon yang pertama dengan terlebih dahulu memainkan
isu separatis FKM (Front Kedaulatan Maluku) dan RMS (Republik Maluku Selatan).
"Untuk itu, Perhimpunan Indonesia Timur (PIT) menuntut agar Presiden segera
memecat MenkoPolkam, Hari Sabarno, Panglima TNI, Endiartono Sutarto, Kapolri
Da'i Bachtiar, Pangdam Pattimura, Kapolda Maluku, Danrem/Dandim Ambon,
Kapolres Ambon, dan jajaran pejabat pemerintahan daerah yang terkait," kata salah
seorang anggota Presidium Persatuan Indonesia Timur, Robert B. Keytimu, SH dalam
jumpa pers, Kamis (29/4).
Ia melanjutkan provokator dan pengadu domba di Ambon ini harus diungkap secara
transparan agar masyarkat tidak lagi bias dengan berbagai analisis. "RMS itu adalah
satu semangat yang tidak akan pernah mati di Ambon, tapi dia bukan gerakan
bersenjata. Setiap bulan April, masyarakat Ambon menjadikan ini tradisi untuk
peringatan, seperti suku-suku lain punya tradisi masing masing. Mengapa kita tidak
saling menghormati dan justru menuduh memancing kerusuhan?" tegas pemuda NTT
ini.
Dalam kesempatan yang sama, anggota presidium yang lain Muhammad Syukur
Mandar, juga menegaskan agar pemerintah melarang keras kelompok/organsiasi sipil
bentuk apapun untuk masuk ke Ambon dengan dalih mengamankan kerusuhan
Ambon.
"Konflik di Ambon bukanlah merupakan konflik agama dan suku, melainkan
merupakan konflik politik di bawah permainan canggih para elite. Isu FKM dan RMS
versus NKRI bukalah merupakan pemicu kerusuhan Ambon, melainkan sekadar
siasat buruk dari para pemain profesional dari kalangan elit politik. Hanya saja
masyarakat sangat mudah terpancing dan terbawa emosi sehingga cenderung
membangkitkan sentimen kolektif antar kelompok dengan menggesek kembali luka
lama yang sebenarnya sudah menjelang sembuh," kata mantan Wakil Sekjen PB
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.
Muhammad Syukur Mandar yang pernah menjadi Ketua Badan Kordinasi HMI,
Maluku, Papua, dan Maluku Utara ini juga menegaskan bahwa PIT juga meminta
penindakan tegas para pelaku utama di balik kerusuhan Ambon ini, termasuk di
dalamnya mereka yang terlibat langsung dalam peristiwa kerusuhan.
Kelompok Terlatih
"Segera upayakan rekonsiliasi mendasar secara langsung melibatkan masyarakat
lokal akar rumput. Semua ini harus dilakukan sesegera mungkin sebelum pemilihan
presiden/wakil presiden 5 Juli 2004, demi kelancaran dan keberhasilan pemilu," kata
pemuda asli Maluku Utara ini.
Ketua Gerakan Pemuda Kristen Indonesia (GAMKI) Semmy Luhukay dalam
kesempatan yang sama juga menegaskan bahwa aparat keamanan dan pemerintah
daerah harus bertanggung jawab penuh atas kerusuhan di Ambon ini karena telah
membiarkan berlangsungnya kerusuhan dengan berbagai korban jiwa dan materinya.
Seharusnya peristiwa itu bisa dicegah dan sudah merupakan kewajiban pemerintah
untuk melindungi masyarakatnya dengan mengambil langkah-langkah antisipatif
dalam rangka keamanan dan keselamatan warga.
"Dari kronologi peristiwa dengan eskalasi kerusuhan Ambon terakhir yang demikian
cepat, terindikasi kuat adanya kelompok-kelompok yang sudah terlatih dalam
memainkan isu-isu sensitif, serta mahir dalam menggunakan gerakan-gerakan yang
tidak bisa dipantau secara kasat mata, termasuk didalamnya menggunakan senjata
organik yang jitu (sniper)," kata Ketua Solidaritas Anak Negeri Maluku ini. (web)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|