SINAR HARAPAN, Rabu, 07 April 2004
Pemeriksaan terhadap Ba'asyir atas Bukti Baru atau Intervensi?
JAKARTA – Sepak terjang Abu Bakar Ba'asyir tetap masih menjadi perhatian yang
patut disimak. Ba'asyir namanya kembali mencuat ke permukaan setelah majelis
hakim Mahkamah Agung (MA) yang diketuai Bagir Manan hanya menjatuhkan
hukuman pidana penjara selama 18 bulan. Dia hanya terbukti melakukan pemalsuan
dokumen dan keluar masuk wilayah Indonesia tanpa ijin petugas yang berwenang.
Putusan tersebut sekaligus membatalkan putusan yang dikeluarkan oleh majelis
hakim tingkat pertama yang menyatakan bahwa Amir Majelis Mujahidin Indonesia
(MMI) itu ikut serta makar sebagaimana diungkapkan oleh Umar Al-Farouq.
Keluarnya putusan kasasi tersebut menyebabkan banyak pihak tidak puas. Menteri
Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) Tom Ridge menyatakan kecewa
dengan putusan hakim yang menyatakan Ba'asyir tidak terbukti sebagai Ketua
Jamaah Islamyah (JI) yang mempunyai kaitan dengan organisasi teroris Al-Qaida
pimpinan Osama Bin Laden.
Kekecewaan serupa juga dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri Australia, Alexander
Downer. Untuk membuktikan keterlibatan Ba'asyir, Kapolri bertemu dengan Dubes AS
dan Australia. Bahkan Amerika mengirim ratusan bendel bukti keterlibatan Ba'asyir
sebagaimana diungkapkan oleh Hambali yang saat ini sedang ditahan oleh
pemerintah AS.
Menanggapi masalah ini, penasehat hukum dan pendukung Ba'asyir menganggap
pemerintah Indonesia tidak berani menangkis intervensi dari pihak asing. Lantaran,
Hambali sendiri tidak pernah dapat dimintai keterangannya oleh penyidik dari
Indonesia. Alasannya pun karena pemerintah AS belum mengizinkan Hambali untuk
dimintai keterangan.
Menanggapi bukti baru itu, Mabes Polri akan kembali melakukan pemeriksaan
terhadap Abu Bakar Ba'asyir yang kini masih ditahan di Rumah Tahanan (Rutan)
Salemba. Sebelumnya, Jumat lalu, Abu Bakar Ba'asyir bersama pengacaranya
kembali datang ke Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan. Dia diperiksa karena
adanya temuan baru yang mengarah adanya keterlibatannya dalam kasus peledakan
bom di Legian, Kuta, Bali pada 12 Oktober 2002.
"Itu sebenarnya sudah lama. Sekadar akumulasi saja. Ini sudah berupaya
menemukan bukti baru," ujar Direktur VI Antiteror dan Bom Mabes Polri Brigjen
Pranowo kepada wartawan.
Kesaksian Pelaku
Sementara itu, dalam keterangan saksi Faiz bin Abu Bakar Bafana, Jafar bin Mistuki
dan Hasyim bin Abas pada persidangan lalu, menyebutkan bahwa Abu Bakar Ba'asyir
adalah Amir atau Pimpinan Tertinggi JI yang merestui aksi-aksi peledakan bom di
Indonesia, seperti peledakan bom malam Natal di Jakarta dan Batam tahun 2000,
serta terlibat dalam rencana pembunuhan Megawati.
Namun dalam keterangan yang diberikan oleh Ali Imron, Amrozi, Ali Gufron maupun
Imam Samudera di persidangan terdahulu menyebutkan bahwa peledakan bom di
beberapa wilayah Indonesia pada malam Natal tahun 2000 bukan berdasarkan
perintah Ba'asyir melainkan Hambali sebagai anggota JI.
Para pelaku peledakan bom di Bali itu juga mengaku tidak mengetahui apakah
Ba'asyir termasuk anggota JI atau bukan. Imron dalam keterangannya juga mengaku
mengenal dan mengetahui Ba'asyir sejak lama. Awalnya pada sekitar tahun 1980-an,
Ali Imron bersama ayahnya pernah ke Pondok Pesantren Al Mukmin, Solo, Jawa
Tengah.
"Kenal beliau, karena ngikut bapak saya, waktu menengok kakak saya Ali Ghufron
yang mondok di Al Mukmin. Umur saya waktu itu sekitar 11 tahun," katanya.
Selanjutnya Ali Imron mengaku juga pernah bertemu dengan Ba'asyir di Malaysia,
tepatnya di Negeri Sembilan, ketika dirinya ingin melanjutkan sekolah ke Pakistan
dengan meminta bantuan Ali Ghufron yang saat itu berada di Malaysia. Ketika
bertemu di Malaysia, Ba'asyir saat itu mempunyai nama lain, yakni Abdul Somad.
Keikutsertaan dirinya dalam organisasi tersebut tanpa melalui proses baiat atau
sumpah. Ia hanya mengaku, pernah mengucap janji di hadapan Abdullah Sungkar
saat ingin melanjutkan sekolah ke Pakistan, yakni menegakkan dan menjalankan
kewajiban Syariat Islam.
"Mengenai adanya sejumlah aksi peledakan bom yang terjadi di Indonesia, Ali Imron
mengaku mengetahuinya melalui media massa. Namun, seluruh peristiwa tersebut
tidak terkait dengan organisasi JI. Selain itu juga tidak pernah ada perintah atau
anjuran dari terdakwa Ba'asyir," ujranya.
Ali Imron menjelaskan, pengeboman di sebuah gereja di Mojokerto pada malam Natal
beberapa tahun lalu memang dilakukannya bersama beberapa kawan lain, seperti
Muhajir, Ali Fauzi, Mubaroq dan Sawat alias Sarjio.
Hanya saja peledakan bom itu sendiri bukan atas perintah organisasi JI, melainkan
dari Hambali, salah seorang yang disebut sebagai anggota JI. "Perintah itu dari
Hambali, waktu ada pertemuan singkat di Hotel Mesir, Surabaya. Saat itu Hambali
bilang, ini untuk misi jihad," ungkapnya.
Sementara mengenai keterkaitan Ali Ghufron, Ali Imron hanya mengetahui dari
Amrozi bahwa Ali Ghufron adalah seorang pemimpin JI di Malaysia. Padahal Amrozi
sendiri tidak menjelaskan lebih detil soal JI, baik organisasi maupun para
pemimpinnya. "Soal itu, saya tidak tahu. Cuma Amrozi pernah bilang bahwa kita
adalah anggota JI yang ketuanya adalah Abdullah Sungkar," ucapnya.
Ali Imron juga menyebutkan, setelah pulang dari Afganistan, pernah bertemu Ba'asyir
saat memberikan ceramah sebagai pimpinan MMI di beberapa daerah, seperti Solo,
Malang dan Madura. Ali Imron juga pernah bertemu Ba'asyir di Pondok Pesantren
Ngruki untuk membicarakan seputar pondok pesantren. Saat itu, Ali Imron didampingi
Ustadz Zakaria, Mubaroq dan Amrozi.
Saksi Imam Samudra mengaku tersangka Abu Bakar Ba'asyir tak pernah menyuruh
dirinya melakukan pengeboman di Batam, Jakarta dan tempat-tempat lainnya. Selain
itu, pengeboman dimaksud tidak ada hubungannya dengan JI, Hambali.
Juga, pendanaannya bukan berasal dari JI maupun Ba'asyir. Imam pun mengakui
dirinya pernah bertemu dua kali dengan Ba'asyir pada 1998 di Malaysia. Pasalnya,
antara rumah Ba'asyir dengan dirinya jaraknya berdekatan, kurang dari satu
kilometer. Tapi, selama mengenal Ba'asyir, Imam mengaku tak pernah diambil
sumpah. Imam Samudra bahkan mengomentari soal ceramah Ba'asyir di Negeri Jiran
itu. Ceramah Ba'asyir saat itu menurutnya menarik sekaligus membosankan.
Pasalnya, menurut Samudra, sekarang ini ceramah Ba'asyir sudah tak relevan
dengan kondisi kini yang sudah memasuki masa internet dan perang. Menurutnya,
peledakan bom merupakan bagian dari jihad. Karena berjuang melawan
musuh-musuh Islam. Dalam melakukan pengeboman, Imam mengaku tidak pernah
mendapatkan perintah dari Ba'asyir. Dia juga tak pernah melaporkan aksi-aksi
pengebomannya itu kepada pimpinan MMI itu. Jika kebanyakan saksi yang
merupakan pelaku utama peledakan bom di Bali mengaku bahwa Ba'asyir bukan
pemimpin JI dan terlibat kasus peledakan bom di Bali, maka permasalahan Ba'asyir
tentunya akan menimbulkan tanda tanya apakah langkah Polri melakukan
pemeriksaan tersebut dilandasi adanya bukti baru ataukah sebuah intervensi?
(SH/tutut herlina)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|