SINAR HARAPAN, Rabu, 28 April 2004
Semalam di Tengah Hujan Bom, Mortir, dan Rentetan Tembakan
Oleh Wartawan "SH", IZAAC TULALESSY
AMBON—Membaca judul tulisan di atas, Anda pasti mengira saya sedang berada di
Baghdad, Irak atau di jalur Gaza. Namun sebetulnya saya saat ini berada di Kota
Ambon, Provinsi Maluku, di negara Indonesia. Indonesia? Ya, di Indonesia. Nah, Anda
pasti bingung, bagaimana mungkin Indonesia yang sedang giat mempromosikan
keamanan wilayah guna menarik kunjungan wisatawan asing, justru dilanda aksi
kekerasan bersenjata.
Tulisan ini saya buat ketika saya berada di tengah hujan bom dan mortir serta
rentetan tembakan senjata organik yang terjadi dari Selasa (27/4) malam hingga Rabu
(28/4) pagi. Awalnya saya tidak yakin dapat menyelesaikan tulisan ini, namun
ternyata selesai juga, walaupun harus bersembunyi di balik puing-puing bangunan
yang telah dibombardir oleh kelompok yang ingin mengacaukan situasi keamanan
yang telah kondusif sejak tahun lalu.
Selasa kemarin sekitar pukul 20.00 WIT hingga Rabu hari ini sekitar pukul 06.00 WIT,
hujan bom, mortir dan serentetan tembakan senjata organik "memecahkan" Kota
Ambon, khususnya di kawasan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau.
Warga pun berlarian mencari tempat perlindungan di antara dentuman bom itu. Ketika
saya berteduh di balik puing-puing bangunan yang telah dibombardir, saya sempat
melihat anak-anak kecil menangis meninggalkan rumah mereka dengan hanya
membawa pakaian apa adanya.
"Saya lagi belajar namun dipaksa papa dan mama harus mengungsi meninggalkan
rumah karena takut ada tembakan," ungkap Patrick (9) siswa salah satu SD di Kota
Ambon.
Diakuinya, sejak mengungsi dirinya tidak sempat membawa buku-buku pelajaran dan
pakaian sekolah. "Saya tidak bawa apa-apa, hanya dengan pakaian yang dipakai
sekarang ini," katanya.
Berbeda dengan Ny. Henny yang mengaku masih mencari salah satu anaknya yang
tercecer ketika berlari menyelamatan diri. "Saya masih mencari salah satu anak saya
yang duduk di kelas VI SD, karena sewaktu kami lari dia terpisah dari saya karena
saat ini banyak sekali warga yang mengungsi," tuturnya.
Entah, apalagi dosa warga Ambon sehingga cobaan seperti ini datang lagi. Namun di
kala kita mempertentangkan apakah ini memang cobaan dari Tuhan atau proyek dari
pihak-pihak tertentu di bumi Indonesia ini, muncul fakta-fakta di lapangan yang patut
dikaji.
Simak saja pengakuan Ketua Majelis Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM)
Nazareth, Pendeta FL Hitijahubessy STh, yang gerejanya dibakar. Ketika dikonfirmasi
SH, Pendeta Hitijahubessy mengaku sejak Minggu (25/4) telah menerima teror-teror
melalui telepon oleh oknum yang tak dikenal yang mengancam akan membakar
gedung gereja Nazareth.
Bahkan, tambah Pendeta Hitijahubessy, Rabu (28/4) sekitar pukul 02.00 WIT, ketika
situasi dan kondisi keamanan di kawasan Karang Panjang,
Kecamatan Sirimau, Kota Ambon mulai mencekam, tiba-tiba muncul satu regu
personel TNI dengan persenjataan lengkap yang menjamin akan mengamankan
gereja serta lingkungan sekitarnya. Tetapi setelah itu warga setempat diintimidasi
oleh oknum TNI untuk segera meninggalkan lokasi gereja dan rumah-rumah yang
letaknya berdekatan dengan gereja.
Pengacau Baru
Di sisi lain, Gubernur Maluku Karel Ralahalu ketika dihubungi SH, Rabu (28/4) pagi,
mengaku saat ini ada kelompok pengacau baru muncul dan berusaha menunggangi
konflik yang terjadi di Kota Ambon sejak Minggu (25/4). "Pertikaian ini sebenarnya
disulut oleh aksi Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang memperjuangkan kembalinya
kedaulatan Republik Maluku Selatan (RMS) melalui pemisahan diri dari NKRI dan di
sisi lain muncul sekelompok massa yang menamakan dirinya pendukung NKRI,
namun demikian justru massa ini yang melakukan pembakaran dan pengrusakan
terhadap fasilitas pemerintah, pendidikan serta rumah-rumah ibadah. Padahal
fasilitas-fasilitas ini merupakan aset NKRI," papar Ralahalu.
Dijelaskan, sebenarnya simpatisan RMS di Maluku hanya segelintir orang dan tidak
dapat dijustifikasi dengan komunitas agama tertentu, sebab sejarah RMS sejak dulu
didukung oleh warga yang berlainan agama. "Dari indikasi-indikasi tersebut dapat
ditarik kesimpulan, ada kelompok pengacau baru yang sengaja memanfaatkan aksi
FKM yang memperjuangkan kembalinya kedaulatan RMS pada Minggu (25/4) ,"
ungkapnya.
Tentunya kita pun bertanya-tanya, ada apa di balik kejadian tadi malam, yang saya
sebut "semalam di tengah hujan bom, mortir dan rentetan tembakan" itu. Siapa
sebenarnya pengacau baru tersebut? Apakah mereka pendukung NKRI atau siapa
lagi? Target apa yang hendak mereka capai? Apakah hanya untuk mencapai target
itu lalu puluhan nyawa harus menjadi korban?
Hanya perjalanan sejarah yang akan menjawab semua itu. Semoga hujan bom dan
mortir serta rentetan tembakan selama 10 jam di Kota Ambon ini tidak menjadi
pembasah jalan bagi oknum-oknum tertentu untuk menggapai bangunan megah
berwarna putih yang terletak di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Entah apalagi yang akan terjadi nanti malam, besok, lusa dan seterusnya. Semoga
judul tulisan ini tidak lagi berkembang menjadi sepekan di tengah hujan bom, mortir
dan rentetan tembakan. ***
Copyright © Sinar Harapan 2003
|