SUARA PEMBARUAN DAILY, 1 Mei 2004
Pers Harus Teliti Pemecah Belah Rakyat Maluku
JAKARTA - Pers harus mampu mengungkapkan upaya memecah belah rakyat
Maluku dengan isu-isu gerakan separatisme. Penyebutan yang menunjukkan para
simpatisan Front Kedaulatan Maluku/Republik Maluku Selatan (FKM/RMS) berasal
dari komunitas Kristen dan rakyat yang mengusung semangat Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) berasal dari komunitas Islam merupakan upaya memecah
belah rakyat Maluku.
Harapan tersebut dikemukakan Direktur Institut Titian Perdamaian, Ichsan Malik,
kepada Pembaruan di Jakarta, Sabtu (1/5) siang. Menurutnya, upaya memecah belah
rakyat Maluku dalam kerusuhan di Ambon beberapa hari lalu yang menggunakan isu
gerakan separatisme merupakan upaya lain dari kelompok tertentu yang merasa
gagal menggunakan isu agama.
''Rakyat Maluku sudah muak dengan pertikaian yang menggunakan isu agama
tersebut. Mereka sebelumnya sudah menyadari bahwa mereka adalah saudara yang
berbeda agama. Sekarang mereka berhadapan dengan isu mengenai adanya gerakan
separatisme yang dikait-kaitkan dengan agama.
Di sini pers harus berupaya menggali kemungkinan keterlibatan kelompok politik
tertentu yang terus berupaya memecah rakyat Maluku,'' kata dosen Pasca Sarjana
Psikologi Sosial Universitas Indonesia yang lima tahun terakhir menjadi fasilitator
gerakan perdamaian di Maluku.
Konflik di Ambon telah menjadi perhatian banyak kalangan di Jakarta berkaitan
dengan kekhawatiran akan meluasnya konflik tersebut ke wilayah lain di Maluku.
Sejumlah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), aktivis Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) dan Institut Titian Perdamaian tengah merancang sejumlah
agenda kerja bersama untuk memantau situasi di Maluku.
Di gedung LIPI Jakarta kemarin berlangsung pertemuan yang dihadiri beberapa warga
Maluku, pengamat politik seperti Ikrar Nusa Bhakti, Mochtar Pabotinggi, Syamsudin
Haris dan sejumlah jurnalis. Mereka pada intinya mengaku heran dan geram
menyaksikan sebuah film mengenai kerusuhan di Ambon yang kembali merusak
persaudaraan rakyat Maluku.
Menurut Ichsan, pers seharusnya terus menggali informasi kemungkinan adanya
kelompok yang menggunakan isu baru di Maluku untuk kepentingan politiknya.
Secara khusus ia mengkritik pers yang tidak tekun mempertanyakan tindak lanjut
dari perjanjian damai Malino.
Perjanjian damai Malino telah memerintahkan pemerintah untuk melakukan
investigasi mengenai penyebab kerusuhan di Maluku yang hingga kini tidak ada
tindak lanjutnya. '' Kesalahan utama memang terletak pada ketidakseriusan
pemerintah menjalankan perjanjian Malino. Sialnya masalah tersebut tidak diberitakan
oleh media massa,'' tambahnya. (A-14)
Last modified: 1/5/04
|