SUARA PEMBARUAN DAILY, 28 April 2004
Kerusuhan Ambon Berlarut-larut Korban Terus Berjatuhan
[PHOTO: ANTARA/Saptono. SASARAN PENEMBAK JITU - Beberapa anggota
Brimob harus mengendap guna menghindari peluru yang dilepaskan penembak jitu di
sekitar Talake Waringin, Ambon, Maluku, Rabu (28/4) pagi. Dua anggota Brimob
tewas dan seorang terluka parah akibat aksi penembak gelap.]
AMBON - Ledakan bom dan pembakaran rumah kembali mewarnai Kota Ambon,
Maluku, sepanjang hari Selasa (27/4) hingga Rabu (28/4) dini hari. Sementara itu,
para penembak jitu (sniper) terus melakukan aksinya dengan menelan korban-korban
baru. Beberapa rumah warga di Karpan Bawah dibakar massa, dan Gereja Nazaret
akhirnya ikut terbakar bersamaan dengan penyerangan yang dilakukan sekelompok
massa itu. Tidak ada korban jiwa maupun luka dalam insiden penyerangan ini.
Di daerah Talake-Waringin terlihat kobaran api yang cukup besar sekitar pukul 18.30
WIT hari Selasa, disusul ledakan bom yang bertalu-talu. Belum diperoleh laporan
mengenai korban dalam insiden pembakaran rumah di Talake-Waringin ini.
Di sisi lain, para penembak jitu (sniper) masih terus beraksi di pinggiran Kota Ambon.
Seorang korban yang terkena tembakan "sniper", Rabu pagi langsung dilarikan ke
rumah sakit. Asal tembakan diperkirakan dari gedung- gedung bertingkat yang
jaraknya hanya ratusan meter dari lokasi kerumunan massa.
Tembakan itu memancing emosi massa, namun keadaan masih tetap terkendalikan.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Franky Kaihatu, yang memimpin tim DPR ke Ambon,
meminta agar Polda segera menyelidiki siapa penembak itu. "DPR telah meminta
kepada Polda Maluku untuk segera mengusut para penembak gelap itu," katanya.
Akibat konflik yang terus berlanjut, warga di sekitar kawasan Batu Gantung, Jalan Dr
Siwabessy, dan Wainitu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, mulai mengungsi
dengan mengangkut barang-barangnya. Situasi mencekan di sekitar lokasi tersebut
membuat masyarakat di wilayah itu terus berjaga-jaga.
Hari Rabu sekitar pukul 09.00 WIT, warga Karpan Bawah yang diserang sekelompok
massa mendatangi Mapolda Maluku, menuntut aparat TNI yang bertugas di sekitar
kawasan tersebut dikeluarkan. Mereka sekaligus meminta pemerintah daerah
menarik pasukan TNI yang di BKO-kan di Ambon
Masih Diblokade
Keadaan Kota Ambon sendiri sudah terlihat kondusif, pasar- pasar tradisional sudah
mulai buka, dan angkutan kota di kedua kelompok masyarakat tetap beroperasi.
Tetapi kantor- kantor pemerintahan, bank, dan sekolah masih tutup, serta ruas jalan
ke arah daerah komunitas bertikai masih tetap diblokade.
Suara tembakan dan ledakan bom di pinggiran kota masih sering terdengar, sedang
kerumunan massa masih terjadi di kawasan Talake-Waringin, di mana asap masih
mengepul dan aparat keamanan melakukan penjagaan yang sangat ketat.
Masyarakat Ambon sekarang ini mulai kesulitan mendapatkan bahan makanan dan
minyak tanah akibat lumpuhnya transportasi. Masyarakat mulai mengeluh dan
mencari toko yang buka dan menjual bahan kebutuhan pokok untuk membeli
keperluan sehari-hari.
Hal ini terjadi karena banyak toko yang menjual bahan kebutuhan pokok tutup,
apalagi yang ada di pusat Kota Ambon dan kalaupun ada hanya segelintir pedagang
yang menjajakan sayuran dan bumbu masak.
Di wilayah yang aman, toko maupun supermarket yang buka menjual barang dengan
menaikkan harga (lebih mahal). Sebagai contoh beras PO Dolog yang seharusnya
dijual dengan harga Rp2.900/kg kini harganya bisa mencapai Rp3.200 hingga
Rp3.500/kg, demikian pula dengan gula pasir yang biasanya Rp4.300/kg , kini naik
dan bervariasi antara Rp4.500 hingga Rp4.800/kg.
Minyak tanah saat ini juga sulit ditemukan di Ambon, dan kalau ada harganya
berkisar antara Rp2.000 hingga Rp2.500/botol. Max (47), salah seorang penyalur
yang ditemui ANTARA menjelaskan, sulitnya mendapatkan minyak tanah saat ini
karena transaksi dari depot Waiyame ke Kota Ambon cukup sulit, akibat arus
transportasi terputus.
"Jadi yang ada saja saya jual itupun dalam jumlah yang kecil, sedangkan harga yang
terkesan berubah naik itu atas tawar menawar dengan pembeli untuk mereka bisa
mendapatkan," ujar Max.
Muspida Maluku yang menjemput Menko Polkam ad interim Hari Sabarno ke Bandara
Pattimura, Rabu siang terpaksa berangkat menggunakan panser Polda Maluku
menuju Pelabuhan Laut Laha yang terletak di dekat Bandara. Mereka terpaksa
mengambil jalur laut, karena jalur darat tidak memungkinkan untuk dilalui.
Situasi keamanan yang tidak memungkinkan itu membuat sejumlah wartawan
memilih tidak ikut ambil bagian dalam pertemuan Menko Polkam di Bandara
Pattimura. Menko Polkam direncanakan hanya beberapa jam berada di Bandara
Pattimura dan berdialog dengan Muspida serta tokoh masyarakat, seterusnya
kembali ke Jakarta.
Salah seorang tokoh masyarakat Ambon, Ferry Wattimury kepada Pembaruan di
halaman Mapolda Maluku mengatakan, FKM/RMS hanya alasan dan masyarakat
Maluku akhirnya yang dikorbankan.
Menurutnya, konflik Ambon hanya pertarungan harga diri antara dua institusi
keamanan. Karena itu, Wattimury meminta baik TNI maupun Polri untuk melihat
masyarakat yang menjadi korban. Jangan karena kepentingan mereka warga menjadi
korban sia-sia.
Tindak Tegas
Wakil Ketua Komisi I DPR, Frangky Kaihatu di halaman Mapolda Maluku seusai
melakukan pertemuan dengan Muspida mengatakan, semua orang Maluku, baik itu
Kristen atau Muslim bila dibilang RMS, pasti marah. Komisi I meminta aparat
bertindak tegas kepada kelompok yang berniat makar itu.
Dikatakan, kelompok yang ingin mendirikan negara di dalam negara harus ditumpas
sesuai hukum yang berlaku. Namun, Kaihatu berharap warga tidak mengambil
tindakan sendiri karena ada aparat keamanan.
Terhadap pemuda yang mengaku pengikut RMS, menurutnya, harus diteliti, karena
pasti ada yang membiayai mereka. Apalagi umumnya simpatisan RMS ini
pengangguran, yang karena tidak punya biaya hidup lalu ikut-ikutan menjadi
pendukung RMS.
Hanya Kedok
Sementara itu, Dessi (29), warga Desa Galala, Ambon mempertanyakan tindakan
aparat dalam penanganan kerusuhan yang kembali terjadi di Maluku sejak Minggu
(25/4). Menurutnya, kerusuhan yang terjadi kali ini tetap sama dengan kerusuhan
antaragama yang terjadi pada 1999, namun berkedok perseteruan pendukung RMS
dan pendukung NKRI.
"Kalau memang ada perseteruan antara pendukung NKRI dan RMS kenapa yang
terjadi justru pembantaian kepada masyarakat yang berbeda agama. Buktinya, istilah
Acang (Islam) dan Obet (Kristen) yang muncul ketika kerusuhan 1999 kembali
digunakan. Jadi kalau kita lewat di wilayah tertentu kita pasti ditanya Acang atau
Obet, itu berarti bukan RMS atau NKRI lagi," kata Dessi kepada Pembaruan, Rabu
(28/4) pagi
Ia mengatakan, warga Ambon juga menjadi heran karena pertikaian terjadi selalu
melibatkan warga dari golongan yang berbeda. Seandainya pertikaian antarmassa
NKRI dan RMS, seharusnya polisi yang berdiri di depan untuk menangkap massa
pendukung RMS.
Kapolri Jenderal Pol Da'I Bachtiar bersama sejumlah petinggi Mabes Polri, Rabu
(28/4) berangkat ke Ambon dalam rangka bertemu dengan pejabat dan tokoh
masyarakat di wilayah tersebut membahas upaya penyelesaian selama konflik
berlangsung.
Kepala Penerangan Umum Humas Mabes Polri, Kombes Zainuri Lubis, mengatakan,
sampai Rabu dinihari, jumlah korban tewas pada kerusuhan di Ambon mencapai 34
orang, 100 orang luka berat, 56 luka ringan. Sementara dari pihak kepolisian, dua
tewas dan dua lainnya luka-luka. (VL/J-9/148/G-5/Ant)
Last modified: 28/4/04
|