SUARA PEMBARUAN DAILY, 30 April 2004
Tajuk Rencana
Kerusuhan Ambon Memang Serius
ADA dua hal penting yang dapat dicatat dari pernyataan Panglima TNI Jenderal
Endriartono Sutarto di Jakarta, Kamis (29/4) siang, seusai Rakor Polkam, tentang
situasi keamanan di Ambon, Maluku. Pertama, seluruh prajurit TNI di Ambon
diperintahkan untuk menembak mati para penembak jitu (sniper) yang membuat
kekacauan di Kota Ambon. Kedua, masih ada peluang untuk membuat Kota Ambon
segera damai, yakni dengan menjadikan kelompok Front Kedaulatan Maluku
(FKM)/Republik Maluku Selatan (RMS) sebagai musuh bersama.
Pernyataan pertama mengindikasikan bahwa keadaan di Ambon serius, ditandai
dengan adanya penembak jitu. Karena itu, Panglima TNI memerintahkan Pangdam
Pattimura untuk mencari dan menembak mati para pelaku. Kegawatan kerusuhan
Ambon juga terkesan dari kunjungan kerja Menko Polkam ad interim Hari Sabarno ke
Ambon, Rabu (28/4) karena dia hanya sampai di Bandara Pattimura. Hari Sabarno
dalam kunjungan kerja tersebut, didampingi Panglima TNI Jenderal Endriartono
Sutarto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, Kepala Badan Intelijen Negara
Hendropriyono, dan Menteri Kesehatan Achmad Sujudi.
Pertanyaan kita, siapa sesungguhnya sniper yang telah menggelisahkan masyarakat
dan menjadikan Ambon begitu menakutkan? Dari mana senjata mereka?
Dalam pemahaman kita, sniper adalah orang yang secara khusus dilatih sebagai
penembak jitu. Karena itu, sniper yang dimaksud pastilah orang yang profesional
dalam bidang penggunaan senjata. Jadi bukan orang atau sekelompok orang yang
sekadar bisa menembak, apalagi awam dalam penggunaan senjata api. Bukan juga
orang yang buta terhadap peta dan situasi tempat kejadian.
Kalau begitu, mungkinkah para sniper itu dari kelompok FKM/RMS? Kalau ya,
apakah memang begitu rapi organisasi mereka selama ini dan dengan demikian
sungguh profesional "angkatan bersenjata"-nya? Ataukah ada "kelompok" profesional
lain yang dengan sengaja ingin mengacau situasi? Untuk menjawab itu semua, kita
persilakan aparat kepolisian melakukan pengusutan secara profesional, dan tuntas.
OPTIMISME Panglima TNI bahwa masih ada peluang untuk membuat Kota Ambon
segera damai, yakni dengan menjadikan kelompok FKM/RMS sebagai musuh
bersama juga menjadi optimisme kita. Hemat kita, sekecil apa pun, dan apa pun
bentuknya, segala upaya separatis untuk merongrong negara kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) harus dilawan. Itulah sebabnya, dalam minggu-minggu penentuan
calon presiden dan wakil presiden sekarang ini, kita mendukung pernyataan banyak
pihak yang menghendaki calon pemimpin masa depan dipilih dari warga negara yang
memiliki visi untuk membangun dan mempertahankan NKRI.
Visi seperti itu penting, karena pengalaman kita selama ini menunjukkan, betapa sulit
menyelesaikan, apalagi menuntaskan suatu pertikaian atau kerusuhan bernuansa
separatis maupun primordial. Kita masih ingat kerusuhan Ambon dan sekitarnya
tahun 1999, yang berlangsung sekitar tiga tahun. Kita juga mencatat kerusuhan
Poso, hanya beberapa saat setelah kerusuhan Ambon. Poso kini belum bisa
dikatakan aman. Di sana penembak gelap masih menjadi momok bagi masyarakat.
Korbannya sudah banyak, tetapi pelakunya belum juga tertangkap. Alasan aparat
keamanan selalu monoton. "Pelaku adalah penembak gelap, sudah lari ke hutan".
KITA mau mengatakan, kasus Ambon yang terbaru ini harus dituntaskan. Tidak
sebatas wacana. Siapa pun pelakunya, hendaknya ditangkap dan diproses sesuai
ketentuan yang berlaku. Mungkin FKM/RMS, tapi tidak tertutup kemungkinan
pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja ingin mengacau.
Dikhawatirkan, kerusuhan Ambon sekarang ini sangat potensial menjadi kasus
Ambon jilid dua yang melibatkan dua kelompok berbeda agama kalau tidak
diselesaikan secepatnya. Untuk itu, selagi masih ada kesempatan, semua pihak
mestinya menjadi bagian dari penyelesaian Ambon. Bukan sebaliknya, menjadi
bagian dari kerusuhan.
Last modified: 30/4/04
|