MENAPAK HARI
Ketika aku sedang berjalan maju…
Kalau kuhitung-hitung…
Berarti aku sedang membawa badanku
ke sisi yang berbeda…
Kalau kurenung-renung…
Berarti aku tidak lagi berada pada sisi yang sama Dan juga dengan perspektif yang sama seperti yang telah lalu…
Ah, tapi masa iya, aku sudah berlaku demikian?
Mungkin iya, mungkin tidak, namun....
Aku mau melangkah maju….
Karena itulah tanda dan bukti,
Bahwa aku adalah mahluk
yang masih memiliki keinginan untuk hidup Bukti dari sebuah keinginan yang masih terbit dari dalam hati
Ungkapan pernyataan dari kekuatan sebuah kemauan Dan yang bersedia membulatkan tekad Untuk tidak puas dengan menjadi sama seperti yang telah lalu
Tetapi aku tahu juga…
Kesemuanya memiliki resiko yang harus kutanggung, Harga yang mahal, yang harus kubayar, Dengan menerbitkan paradigma baru yang harus kusandang dihari esok
Dengan merancang kembali hidup
dengan penuh kreatifitas dan tidak membosankan Dengan berusaha membuat terobosan-terobosan baru di dalam hati
Dan kusadari…
Bahwa Tuhan yang Empunya Sekalian Alam,
Adalah yang berhak menentukan
kearah mana aku harus melangkah,
Tetapi yang tidak membatasi
keinginan dan kebebasan diri sendiri,
Yang selalu mengusahakan
nilai-nilai kebaikan dari apa yang ada,
Meski dalam wujud warna dan rona yang kelabu dan bertopeng samar-samar.
Hati ini memang penuh dengan luasnya kehendak… Yang bila tidak terkontrol hanya akan merusak diri, Yang bila berjalan terus maju tanpa henti, hanya akan menyatakan kebodohan diri Yang bila tidak berhenti sejenak, hanya akan menyatakan kebebalan telinga hati Dan yang bila tidak menengok keatas, justru akan menyatakan Wahai Tuhan, Engkau tidak lebih dari diriku.
Dan musnahlah jati diri manusia
Bersama dengan pemberontakan eksistensi Tuhan didalam relung hati, Dalam mahligai hidup mereka,
Dan nun jauh disana,
Kulihat kawan-kawanku bergelimpangan,
Jatuh karena tidak berdasar teguh kokoh, Karena tidak kuat dalam menjaga nurani kalbu, Karena tidak rajin membersihkan limbah kotor didalam sel-sel kelabu, Jatuh karena hempasan topan badai godaan tiada henti, Dan jatuh karena mereka tidak memegang erat dan bersimpuh sujud, Pada Tangan Sang Khalik
Dan anehnya…..
Aku yang seharusnya tahu,
Ternyata juga mengulang kesalahan yang sama, Pada hari demi hari, Minggu demi minggu, Bulan demi bulan, Tahun demi tahun, Windu demi windu, Dekade demi dekade, Dan apakah juga abad demi abad?
Ah, umurku tidak setua itu, dan tidak seberuntung itu…
Tapi yang pasti…
Aku ingin lebih bijaksana dalam menapak hari, ya Tuhanku….
Sebuah wacana buat rekanku...
Selalu dalam waktu demi waktu, kita menyaksikan dan mengikuti 2 buah perayaan, yaitu : perayaan Natal dan Tahun Baru, dengan selalu meninggalkan kesan adanya sesuatu yang merupakan hal yang wajib untuk dirayakan.
Mengapa? Mungkin akan banyak sekali dasar motifnya untuk disebut, akan tetapi kalau dengan sederhana saya boleh menyimpulkan, karena Natal dan Tahun Baru, selalu identik dengan perayaan SATU PAKET untuk memulai persiapan dalam Tahun yang akan datang, lepas dari kekeliruan makna yang harus kita pisahkan antara Natal itu sendiri dan makna Tahun Baru itu sendiri.
Cukup menarik kalau kita pertimbangkan, kelahiran dari Tuhan Yesus, telah membagi selang waktu dengan berjangka milenium dari B.C. (Before Christ) menjadi A.D. (Anno Domini). Kalau melihat dari segi yang lain, ini menandakan dimulainya sebuah ERA baru yang penuh harapan, bahwa Juru Selamat yang telah dinanti-nantikan dalam drama kolosal terbesar, melebihi kisah pementasan Hamlet, Titanic dan Romeo-Juliet, telah mencapai titik kulminasi dalam penggenapan janji ALLAH pada Adam kepada umatNya di era Perjanjian Baru. Era yang sudah ditransformasikan Tuhan kepada umatNya, untuk menyatakan sebuah refleksi pembaruan dalam kesempatan langka, yaitu adanya kesempatan untuk melaksanakan pemulihan peradaban manusia.
Tahun 2003 diwarnai dengan kejadian-kejadian tragis, mulai dari pemboman JW Marriot karena fanatisme agama, tragedi Poso yang terulang kembali, Disetujuinya RUU Sisdiknas yang menghebohkan itu, kejadian dalam dunia politik yang tidak mencerminkan negeri kita sebagai negara hukum, apalagi dengan prestasi negara dengan peringkat 6 terbaik dalam korupsi, para pimpinan negeri dan parpol yang tidak berhenti memainkan kartu kekuasaan dengan cara-cara yang tidak etis, walau didalam negeri yang sama, syukurlah bahwa kita masih diberi kesempatan untuk menelorkan prestasi anak negeri yang telah memenangkan hadiah olimpiade fisika, dan menelorkan calon-calon tonggak bangsa dengan prestasi membanggakan ditengah coreng moreng dan carut marutnya negeri dalam krisis multi dimensi ini.
Disadari atau tidak, langkah kemajuan dan kemunduran sejarah itu, selalu kita buat waktu demi waktu.
Menilai, merenung, mengevaluasi, mempersiapkan, merencanakan hidup pribadi, bergereja dan macam-macam lainnya, merupakan hal wajib yang biasanya kita lakukan menjelang pergantian tahun. Hanya saja, kalau kita mau jujur dengan diri sendiri dalam menjawab dan bergerak untuk kemajuan sebuah cita-cita dan harapan, visi dan misi yang telah ditetapkan bersama serta tujuan dan sasaran yang telah digagas bersama, sudahkah kita beranjak maju dengan makna maju untuk mencapai tahap yang baru dalam arti yang sesungguh-sungguhnya?
Terlalu sering kita menipu diri sendiri, dengan kompromistik nilai-nilai yang kita anut untuk menjadi pembenaran diri sendiri, bahwa kita telah maju sekian tahap, kita telah beranjak sekian langkah, dan lain-lain alasan dan argumentasi untuk menenangkan nurani yang berontak ini, apalagi dengan tekanan demi tekanan yang kita kerjakan, seakan-akan kita harus mencapai sekian target dalam satu tahun. Nah, hal ini sebenarnya cukup melelahkan dan cukup memiriskan bukan, fakta sebenarnya ini? Mungkin kalau kesulitan dalam mencari solusi permasalahan ini, saya menyarankan, bahwa mungkin akan jauh lebih bijaksana, bila kita bersedia mengatakan : Ya Tuhan, biarlah tahun yang akan datang ini diserahkan kepada ALLAH dalam setiap saatnya! Satu tahun terdiri dari banyak menit-menit. Biarlah menit-menit itu terlihat dipersembahkan kepada ALLAH! Karena hanya didalam pengudusan hal-hal yang kecillah akan didapatkan penyucian dari hal-hal yang besar. (G.Campbell Morgan)
Kenapa?
Karena masa lalu yang sudah kita kenang, dan Tahun Baru dengan segala kemungkinannya yang tersembunyi itu, dihadapai dengan hati yang tenang dan berani, dan dengan ketetapan hati menyelesaikan segala permasalahan yang ada dengan sebagaimana mestinya, dengan cara penuh tanggung jawab dalam menghargai hari yang telah berlalu, sama seperti Tuhan sudah memberikan kepada segenap kita untuk dipakai dengan bebas namun bertanggung jawab. Yang dapat saya janjikan cuman satu, kehadiran dan penyertaan ALLAH akan selalu ada kepada mereka yang mau bersungguh hati mencari DIA, dan hanya dengan memberikan segala sesuatu kepadaNya, hari depan itu niscaya benar-benar akan memberi pengharapan dalam arti yang sesungguhnya buat saya dan saudaraku semua.