Cenderawasih Pos, Sabtu, 24 Maret 2007
JK: Uang Tommy Bukan Hasil Korupsi
JAKARTA-Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui memberi izin pada Menteri Hukum
dan HAM Hamid Awwaludin mengurus pencairan dana milik Hutomo Mandala Putra
alias Tommy Soeharto di BNP Paribas di London. Persetujuan tersebut didasari
keyakinan uang senilai USD 10 juta (Rp 100 miliar) itu bukan hasil korupsi.
"Sudah ada keterangan yang kita baca bahwa uang perusahaan itu tidak tersangkut
macam-macam, pada waktu itu. Apakah salah satu orang itu (Hamid Awaludin, Yusril
Ihza Mahendra, dan Tommy Soeharto) sedang terpidana korupsi? Dari tiga orang ini
tidak ada korupsinya. Tommy terpidana membunuh orang, bukan korupsi," ujar Kalla.
Selain itu, Kalla menilai upaya memasukkan kembali uang tersebut ke dalam negeri
bertentangan dengan kebiasaan koruptor yang gemar melarikan uangnya ke luar
negeri untuk menghindari penyitaan. "Saya hanya berfikiran baik. Biasanya, koruptor
itu tidak pernah bawa uang kembali ke sini. Orang korupsi biasanya bawa uang
keluar," tegasnya.
Apalagi, Kalla menilai uang milik perusahaan tersebut dapat bermanfaat bagi iklim
investasi di Indonesia. Karena itu, Kalla mengaku menutup mata bila ada uang
tersebut bukan digunakan untuk kegiatan usaha. "Kalau ada uang masuk dalam
negeri mudah-mudahan itu baik untuk investasi dalam negeri, yang lainnya saya tidak
tahu," katanya.
Tentang penggunaan rekening Departemen Hukum dan HAM sebagai rekening
penampung, Kalla mengaku tak memahami prosedur pencairan dana. "Itu soal
prosedural. Wapres kan tidak bisa membaca semua undang-undang tentang
prosedural," sergah dia.
Kalla meminta keterlibatan Wapres, Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, dan
Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dalam pencairan dana milik mantan terpidana
pembunuh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita itu tidak dicurigai sebagai upaya
main mata pemerintah dengan keluarga Cendana. "Jangan selalu kita curigai apa saja
yang terjadi di negeri ini. Saya tidak tahu lagi kenapa orang memandang seperti itu,"
keluhnya.
Kalla juga mengaku tidak bisa memahami pola pikir masyarakat menyangkut
pengembalian dana yang diparkir dari luar negeri kembali ke Indonesia. "Kalau ada
orang Indonesia bawa uang ke luar negeri, kita marah karena Si A melarikan diri,
koruptor. Sekarang, kalau ada orang memasukkan uang ke dalam negeri, kita marah
juga. Jadi kapan kita tidak marah. Bawa uang ke luar negeri marah, bawa uang
kembali marah juga," tukasnya.
Terpisah, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, kejaksaan belum tentu
memanggil Yusril dan Hamid terkait pencairan uang milik Tommy. Kejaksaan sendiri
masih menunggu hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) terkait aliran pencarian dana milik Tommy tersebut. ''Kalau pun
ada laporan, kami masih perlu mempelajari terlebih dahulu,'' kata Arman -sapaan
Abdul Rahman Saleh, di gedung Kejagung, kemarin. Dari penelusuran di PPATK,
kejaksaan menginginkan hasil secara full disclose alias menyeluruh.
Menurut dia, pencairan dana milik Tommy yang menjadi kontroversi belakangan,
berbeda di banding gugatan intervensi yang diajukan kejaksaan. ''Kalau yang
dicairkan itu dana di BNP Paribas di London, sedang gugatan kami di BNP Paribas di
Guernsey. Perusahaan penyimpannya juga berbeda,'' kata Arman.
Arman membeberkan, prosedur pencairannya juga berbeda. BNP Paribas di London
langsung menanyakan ke pejabat di instansi-instansi tertentu. Sebaliknya, BNP
Paribas di Guernsey di mulai berperkara di royal court Guernsey.
Soal pencairan dana milik Tommy yang lain, khususnya di sebuah bank di
Linchestein, Swiss, di era Jaksa Agung MA Rahman pada 2002 silam, Arman
menolak menjawab. ''Saya perlu meneliti, apakah benar atau tidak pencairan
tersebut,'' kata Arman.
Dari informasi koran ini (grup Cenderawasih Pos), uang milik Tommy dicairkan melalui
rekomendasi MA Rahman untuk selanjutnya diserahkan ke sebuah yayasan di
Davos, Filipina. Nah, dari yayasan tersebut, uang tersebut disebut-sebut masuk ke
rekening Tommy di Indonesia. (noe/a)
All Rights Reserved 2004. Cenderawasihpos.com
|