DEWA, 08 May 2007
Solusi Pencemaran Teluk Dalam Ambon
Ambon, Dewa
Pernyataan Walikota Ambon, Drs. M. J. Papilaja, MS menyikapi temuan LIPI, bahwa
sampah di daerah teluk dalam, setebal 3 (tiga) meter harus disertai dengan solusi,
sah-sah saja kalau walikota merasa terganggu dengan hasil penelitian tersebut,
karena isu lingkungan sekarang merupakan sentral dunia, bahkan menjadi sorotan
semua orang. Penegasan ini disampaikan Dr A.Tulalessy kepada pers, Senin (7/5)
kemarin.
Menurutnya yang harus dibenahi duluan, mentalitas aparatur pemerintahannya,
karena merekalah yang memberikan teladan serta mengendalikan masyarakat, bukan
sebaliknya. Sebab dilihat dari tingkatan, pemegang kendali birokrasi di kota, maka
Walikota seharusnya memberikan contoh kepada warganya.
"Apakah sebagai seorang Walikota melaksanakan operasi mendadak (sidak) ke
pasar-pasar, atau pesisir pantai sepanjang teluk dalam Ambon ? ataukah hanya
duduk tenang di ruang ber-AC, kemudian mendengar laporan anak buahnya, bahwa
kota dalam keadaan bersih semua ?" tanya anggota Koalisi Peduli Lingkungan Hidup
Maluku (KPLHM).
Hal ini dapat dilihat, bagaimana pasar dan pantai selalu dalam kondisi sangat
memprihatinkan, karena penuh dengan sampah berserahkan dimana-mana, terangnya
sambil menunjuk pada arah teluk dalam.
Mentalitas seorang birokrat yang peduli pada kebersihan kota, zamannya Walikota
Decky Wattimena, memang dibutuhkan untuk membersihkan kota ini, kemudian
menjadi teladan kepada warga Ambon secara keseluruhan.
Tidaklah heran kalau kemudian zaman itu, kota ini menjadi begitu bersih dan
mendapat Adipura beberapa kali, disamping juga kebiasaan warga terbentuk, untuk
membuang sampah dengan teratur, karena pukul 05:00 subuh, Kota Ambon ramai
dengan mobil penerangan yang membangunkan warganya membuang sampah. Dan
jam 06:30, tidak ada lagi sampah di jalan umum. Berbeda jauh dengan sekarang,
dimana sudah jam 09:00, sampah masih berserahkan, terutama pada jalur protocol,
jelasnya.
Jangan sampai ada anggapan, seorang Sekot adalah dokter, dimanakah kebersihan
dan kesehatan lingkungan Kota Ambon, sehingga pernyataan bahwa asap
pembakaran sampah di gunung nona, tidak ada korbannya, atau dengan kata lain,
Sekot mengatakan, tidak berbahaya, ungkapnya.
Hal ini menandakan, ketidakpedulian para birokrat kita terhadap lingkungan yang
bersih dan sehat, sehingga mentalitas seperti inilah yang sudah harus diperbaiki
terlebih dulu. Untuk itu, mentalitas para birokrat justru penyebab terjadinya degradasi
lingkungan secara berkelanjutan, yakni mentalitas proyek semata.
Dicontohkan, proyek penghijauan gunung nona dan perbukitan lainnya yang
bertahun-tahun menelan miliaran uang rakyat dihabiskan, kenyataannya tidak ada
yang berhasil. Padahal sangat berpengaruh untuk mengurangi volume air yang
menuju ke laut.
Hal lain yang perlu disoroti para birokrat kita adalah, mentalitas harap gampang,
dimana yang menjadi tugas kita, tetapi diharapkan untuk dikerahkan oleh orang lain
atas kerjasama dengan UNDP yang mengelolah sampah kita dan menyiapkan
fasilitas pendukung lainnya, jelasnya.
Menurutnya, hal ini sangat riskan, karena persoalan ini berkaitan dengan kehidupan
dan kesehatan rakyat kita, sehingga lebih baik kalau tidak digantungkan kepada
pihak asing dan memang terlihat hasilnya seperti di IPTS Toisapu.
Dengan memiliki satuan keamanan Sat-Pol-PP di Pemkot, serta mentalitas para
birokrat untuk menjaga kestabilan kualitas lingkungan, maka sudah waktunya untuk
dibenahi sebelum hal-hal teknis lainnya diperbincangkan.
Untuk itu, hal terakhir yang harus diperhatikan Walikota Ambon, menempatkan
pegawai haruslah sesuai dengan bidang keahliannya, jangan karena "faktor lain" lalu
ditempatkan, padahal tidak berdasarkan kompetensinya, katanya.
Tulalessy mengusulkan, alangkah baiknya Kota Ambon, memiliki Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Kota, dikarenakankepadatan kota melebihi daya
tampung, akan mempunyai banyak persoalan yang berkaitan dengan dampak
lingkungan. [M8D] |