Harian Marinyo, 11-Mei-2007
Minim, Tenaga Guru Agama Kristen di Maluku
Harian Marinyo - Ambon
Ambon, Marinyo - Kuota pengangkatan guru Agama Kristen untuk Provinsi Maluku,
relatif sedikit, sementara kebutuhan akan guru Kristen di sejumlah daerah terpencil di
Maluku cukup banyak. Menyikapi hal ini, Kepala Bimbingan Masyrakat (Bimas)
Kristen Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Agama Maluku, Nick Dahaklory, Spak,
Msi mengatakan permasalahan kekurangan tenaga guru Agama Kristen di berbagai
daerah tersebut dikarenakan kuota tenaga guru Agama Kristen yang diangkat untuk
daerah Maluku sangat kecil.
Padahal, lanjut Dahaklory, hampir setiap tahun pihaknya telah memprogramkan
pengangkatan tenaga keguruan Agama Kristen yang diusulkan ke Pemerintah Pusat.
"Kurangnya kuota tersebut disebabkan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki
Pemerintah Pusat, sehingga masyarakat diminta memahaminya, " katanya
mengharapkan.
"Selain itu, kekurangan tenaga guru Agama Kristen juga diakibatkan karena
banyaknya sekolah-sekolah yang didirikan oleh masyarakat, sesuai dengan
semangat Undang-undang (UU) Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang
mengisyaratkan pendidikan berbasis kemasyarakatan, akan tetapi kebanyakan
sekolah-sekolah tersebut mengharapkan tenaga pengajar dari pemerintah, "tandas
Dahaklory kepada wartawan diruang kerjanya, Kamis, (10/5).
Karenanya, jika ada inspirasi masyarakat terkait dengan penempatan guru Agama
Kristen di Selatan Daya dan Maluku Tenggara adalah hal yang wajar, namun
masyarakat juga harus memahami kondisi yang sebenarnya, karena untuk
daerah-daerah tersebut, bukan tidak ada guru Agama Kristen sama sekali, melainkan
jumlahnya belum memadai.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Bimas Kristen Kanwil Departemen Agama, kalau
untuk Selatan Daya tercatat jumlah guru Agama Kristen sekitar 7 – 8 orang, Serwaru
10 orang, Tepa 20 orang. Demikian juga untuk Maluku Tenggara. Namun dirinya
mengaku kalau jumlah tersebut belum memadai dibandingkan dengan jumlah sekolah
yang ada didaerah itu.
Dikatakannya, belum memadainya tenaga keguruan tersebut, karena pengangkatan
tenaga guru Agama Kristen sangat terbatas sehingga kebutuhan di Maluku belum
bisa tertangani. Dengan demikian, dirinya berharap, seiring dengan otonomisasi
daerah, maka Pemerintah Kabupaten/Kota juga dapat mengakomodir pengangkatan
tenaga keguruan Agama Kristen sehingga dapat memenuhi kebutuhan di daerah.
"Jadi kalau ada kuota untuk pendidikan dan khusus bagi pendidikan agama, pasti
akan dibagi dalam lima agama, baru kalau dapat jatah untuk Agama Kristen, lalu
kemudian dibagi lagi dalam 32 provinsi yang ada di Indonesia dan hasilnya baru dapat
dibagi ke Kabupaten hingga ke Kecamatan yang ada. Jadi harus disesuaikan dengan
kebutuhan. "Saya harap ini bisa dimengerti oleh masyarakat, "pintanya.
Selain itu, dirinya menilai kalau alokasi anggaran untuk pendidikan dalam APBD
maupun APBN terlalu kecil, karena sampai saat ini, rata-rata masih dibawah 20%.
Padahal, untuk perhitungan kebutuhan anggaran dalam dunia pendidikan sendiri
harus diatas 20%. (M-6)
Copyright © Harian Marinyo Ambon
|