KOMPAS, Jumat, 22 Juni 2007
Empat Pelaku Teror Bom di Palu Ditangkap
Pendukung Kelompok Bersenjata Masih Menjadi Ancaman Keamanan
Palu, Kompas - Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Rabu (20/6), berhasil
menangkap empat warga Poso yang kerap melakukan sejumlah teror bom di Palu.
Satu dari empat pelaku yang ditangkap itu diketahui sebagai pendukung kelompok
bersenjata pimpinan Basri.
Kepala Polda Sulteng Brigjen (Pol) Badrodin Haiti, Kamis di Palu, menyatakan,
keempat pelaku teror bom yang ditangkap itu adalah RS alias AD (18), JUL alias KF
(17), EA (17), dan FP (26). Tiga orang pertama ditangkap di Perumahan BTN Lasoani
Palu, sedangkan FP ditangkap di rumah kontrakannya di Jalan Hayam Wuruk, Palu.
Badrodin mengatakan, keempat warga Poso ini kerap melakukan teror bom di
pusat-pusat hiburan di Palu.
Selasa lalu, keempat pelaku ini juga berencana meledakkan bom di Space Bar, salah
satu kafe di Palu. Karena situasinya tidak memungkinkan, mereka lalu meledakkan
bom di rumah Winardi yang terletak di Jalan Garuda, Palu, tidak jauh dari Kafe Space
Bar. Tidak ada korban jiwa, tetapi Ny Winardi dilarikan ke rumah sakit karena shock.
FP, kata Badrodin, adalah orang yang menetapkan lokasi peledakan, menyediakan
bahan peledak, dan memerintahkan tiga pelaku lainnya melakukan peledakan. Bila
berhasil, FP berjanji akan memberikan imbalan kepada RS, JUL, dan EA. RS
diketahui sebagai salah seorang pendukung kelompok bersenjata Gebang Rejo Poso.
Badrodin memperkirakan, sampai saat ini terdapat lebih dari 100 orang pendukung
kelompok bersenjata Gebang Rejo. Menurut dia, para pendukung ini masih menjadi
ancaman bagi keamanan di Poso karena mereka sangat berpotensi melakukan tindak
teror dan kekerasan bersenjata.
Namun, kata Badrodin, pihaknya sudah mengantongi semua nama pendukung
kelompok bersenjata tersebut. Gerak-gerik mereka selalu dipantau untuk
memudahkan polisi melakukan penangkapan bila ada indikasi awal mereka akan
melakukan tindakan teror.
Menurut Badrodin, pendukung kelompok bersenjata Gebang Rejo ini perlu mendapat
perhatian ekstra dari pemerintah, misalnya dengan memberikan pelatihan
keterampilan untuk modal mencari kerja. "Mereka rata-rata pengangguran dan mudah
terpancing untuk berbuat kejahatan," katanya.
Saat melakukan penangkapan besar-besaran terhadap anggota kelompok bersenjata
Gebang Rejo, 22 Januari lalu, polisi mendapat kesulitan karena para pendukung yang
terdiri dari pemuda dan orang tua terkesan menghalangi-halangi. Saat itu polisi
menangkap sekitar 80 pendukung, namun sebagian besar kemudian dilepaskan
karena tidak cukup bukti mereka terlibat dalam aksi teror dan kekerasan bersenjata.
Para pendukung kelompok bersenjata Gebang Rejo ini juga diduga telah mendapat
indoktrinasi yang salah dari sejumlah warga dari Jawa yang datang ke Poso dengan
mengaku-ngaku sebagai pemuka agama.
Dituntut 15-20 tahun
Pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jaksa menuntut 17 terdakwa
perkara pembunuhan di Kabupaten Poso, Sulteng—pasca-eksekusi mati terhadap
Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva, September 2006—dengan
hukuman 15-20 tahun penjara.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Syafrullah Sumar, lima terdakwa dituntut 15 tahun
penjara. Mereka adalah Arnoval Mencana alias Opan, Bambang Tontou alias
Bambang, Jonathan Tamsur alias Nathan, Dedy Doris Serpianus Tempali alias Dedi,
dan Roni Sepriyanto Rantedago Parusu alias Oni.
Dalam sidang lain yang dipimpin hakim Ahmad Sobari, 12 orang duduk di kursi
terdakwa. Dua di antaranya dituntut 20 tahun penjara, yakni Harpri Tumonggi alias Api
dan Edwin Poima alias Epin. Sementara itu, 10 terdakwa lain dituntut 17 penjara.
Mereka adalah Darman Aja alias Panye, Agus Chandra alias Anda, Syaiful Ibrahim
alias Ipul, Erosman Tikoi alias Eman, Walsus Alpin alias Eje, Benhard Tompondusu
alias Tende, Sastra Yuda Wastu Naser alias Ibo, Romiyanto Parusu, Fernikson
Bontura alias Kenong, dan Jefri Bontura alias Ate.
Menurut jaksa, semua terdakwa terbukti melanggar Pasal 6 Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003.
(rei/idr)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|