Radio Nederland Wereldomroep, 15-03-2007
FPI Menyasar Sekolah Tinggi Teologia Setia
Terus lancarkan kekerasan
KBR68H Jakarta. Pada usianya yang ke 20 tahun, Sekolah Tinggi Teologia (STT)
Setia tiba-tiba diprotes massa yang diboncengi Front Pembela Islam. Protes
mengarah pada penolakan terhadap sekolah calon pendeta itu, dengan alasan
pembangunan asrama baru yang tidak sesuai ijin peruntukan bangunan. Bahkan FPI
sedang menghimpun suara warga dari lokasi STT Setia guna menolak kehadiran
sekolah itu bukan semata soal asrama baru.
Sabtu siang, akhir pekan lalu, massa berjumlah seribuan orang berdemo di depan
kampus Sekolah Tinggi Teologia STT Setia, di Jalan Kampung Pulo, Kelurahan
Pinang Ranti, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur. Mereka menuntut sekolah itu
ditutup.
Di belakang aksi itu giat Front Pembela Islam, FPI. Mereka keberatan terhadap
perkembangan sekolah belajar Alkitab itu. Wakil Komandan FPI Maman Suryadi
mengat! akan STT Setia menimbulkan kerawanan keamanan karena jumlah muridnya
sudah sangat banyak.
Maman Suryadi: Pertama itu kerawanan keamanan karena jumlah mereka ini sudah
mencapai di atas 7000 mahasiswa, mereka itu menganggu masyarakat sekitar dan
juga keberadaan kampung pulo mayoritas muslim. Jadi sangat mengganggu, baik dari
segi keamanan karena mereka nyanyi di malam hari sehingga masyarakat merasa
terganggu. (Jadi ini bukan hanya persoalan penambahan gedung asrama tapi
keberadaan sekolah itu sendiri) Iya betul.
Hal senada juga dinyatakan Ketua STT Setia, Pendeta Mangentang. Dia menduga
pihak luar membujuk warga setempat agar ikut berdemonstrasi menolak STT Setia.
Pendeta Magentang: Kami melihat! hanya segelintir saja masyarakat kalau saja tidak
ada provokasi atau tekanan dari luar saya pikir masyarakat kami di sana saling
menerima, saling tahu keberadaan. (Dari masyarakat tidak ada penolakan) tidak ada
sebenarnya, baru kali ini muncul, katakanlah sejak mereka tahu sudah ada ijin, mulai
muncul mengatasnamakan masyarakat.
Soal ijin
Kalau FPI menolak sekolah calon pendeta itu dengan alasan keamanan yang rawan,
maka bukan begitu pendapat Camat Makassar Erik Pahlevi. Camat yang baru
menjabat ini menilai persoalan muncul menyusul ijin pembangunan asrama baru.
Erik Pahlevi: Kita melihat ini masyarakat, dari warga sekitar. Jadi kita akan merespon
lima poin yang diminta masyarakat untuk mengecek.Yang dimasalahkan itu
perijinannya. Kita lihat dulu perijinannya dan itu masih tahap rapat, kita belum bisa
tentukan perijinannya.
Namun menurut Ketua STT Setia, Pendeta Mangentang, semua persyaratan perijinan
lembaga pendidikannya telah dipenuhi. Termasuk ijin mendirikan bangunan.
Pendeta Mangentang: Kami tinggal menunggu karena dari segi mana mereka mau
panggil. Karena sudah semua prosedur sebagai lembaga pendidikan yang sah
maupun juga prosedur perijinan bangunan semua kami urus. Jadi semua
persyaratan-persyaratan lingkungan dari RT, RW sampai kelurahan kami sudah
penuhi. Dan tidak ada masalah saya pikir. Kalau sudah dikasih IMB oleh aparat
terkait saya kira semua yang menjadi persyaratan sudah kami lalui. Begitu ya.
Persoalan antara STT Setia dengan warga sekitar Kampung Pulo segera mendapat
perhatian dari Pemerintah Pusat. Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama
Departemen Agama Abdul Fatah menyatakan segera menggelar rapat koordinasi
dengan Dirjen Bimas Kristen dan Pemda Jakarta. Tapi Abdul Fatah sudah
mengatakan jika STT Setia melanggar perijinan, sekolah itu harus ditutup.
Abdul Fatah: Saya kira ini bukan persoalan bertengkar atau tidak, ini adalah
persoalan yang asalnya perijinan. Jadi kita jangan lihat dari sisi pertengkarannya tapi
hikmahnya. Saya melihat ini tidak hanya persoalan itu sekolah teologi atau bukan, ke
depan kita dalam mengerjakan apapun juga syarat-syarat harus dipenuhi.
Bukan Islam
Abdul Fatah atau Erik Pahlevi, Camat Makassar tempat STT Setia berdiri, masih
berkepala dingin. Keduanya tidak serta merta mengamini tuntutan menutup STT
Setia. Mereka beranggapan masih banyak orang Indonesia yang memiliki tingkat
toleransi tinggi ketimbang segelintir orang saja yang mempersoalkan sekolah berbau
agama.
Tuntutan FPI ternyata juga tidak begitu saja dikabulkan. Seperti yang sudah-sudah
front ini selalu tampil konfrontatif tanpa enggan menggunakan kekerasan. Bukan
hanya soal STT Setia sekarang, tetapi juga dulu ketika meributkan Jaringan Islam
Liberal JIL atau memprotes pemberitaan harian Kompas yang mereka anggap
memojokkan Islam serta sweeping di bulan suci Ramadhan. Begitu getolnya
menggunakan kekerasan, sampai orang tidak lagi melihat I pada FPI sebagai
kependekan Islam.
Tim Liputan KBR68H melaporkan untuk Radio Nederland Wereldomroep di
Hilversum.
© Hak cipta Radio Nederland 2007 Disclaimer
|