Radio Baku Bae, 18-Apr-2007
Zeth Lekatompessy: Biduan Amahusu yang Jadi Legenda
Maluku
Julaila Papilaya, Radio Baku Bae - Ambon
La hampir malam, hampir malam
Beta di laut e, sioh, beta di laut ee
La tempat beta, tempat beta di timba ruang e
La konabadan, konabadan, konabadan e…
Itulah sebait lagu Zeth Lekatompessy yang berjudul Konabadan. Lagu ini dipopulerkan
oleh musisi legendaries Maluku bersuara alto tersebut, saat masih bergabung dengan
band Leiheles pada tahun 1973. Musisi gaek ini rencananya akan mengadakan
konser tunggal pada 12 Mei mendatang. Konser ini akan menjadi konser terbesar
pertama yang di adakan di Ambon untuk penyanyi negeri Maluku.
Untuk lebih jauh mengenal lelaki kelahiran Amahusu 67 tahun lalu tersebut, Radio
Baku Bae sengaja mengulas perjalanan hidup dan karier Zeth secara singkat, agar
seluruh penggemar merasa lebih dekat dengan idolanya tersebut.
Suatu hari di bulan Juni 1940, tepatnya pada tanggal 4, lahirlah seorang bayi di
kawasan Pantai Desa Amahusu. Pasangan suami istri Hermanus Lekatompessy dan
Elisabeth Matitaputty, sangat gembira menyambut kelahiran buah hati mereka itu.
Sejak kecil, suami Hendrine Matitaputty ini, telah menyadari bakatnya. Karena itu,
dia secara otodidak sering melatih kemampuan vokal di hadapan audience jemaat
Amahusu. Bakat alam jualah, serta pengaruh nyanyian ombak di tepi pantai
Amahusu, turut membentuk karakter suara jantan dari kerongkongan bapak delapan
orang anak ini.
Setamat Sekolah Rakyat Amahusu tahun 1953, Zeth melanjutkan studinya ke
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Ambon, yang saat itu dipimpin oleh
Mevrouw Pupella. Di sekolahnya ini, Zeth selalu merajai kontes-kontes menyanyi
antarsiswa, hingga dia menyelesaikan pendidikan SMP-nya tahun 1956. Karena
ketagihan pada aktifitas menyanyi, Zeth memutuskan untuk tidak meneruskan
sekolahnya ke tingkat lebih lanjut. Mulailah sejak itu, ia bergabung bersama
band-band kampong, yang manggung dari pesta ke pesta.
Inilah masa dimana Zeth mulai membangun citra sebagai biduan lokal berprestasi
nasioal, serta mampu melahirkan penggemar fanatik di kalangan anak-anak SMP dari
Ambon hingga Saparua kala itu.
Bersama band Leiheles yang beranggotakan Zeth, Rina Hetharia dan Syul
Lewakabessy, mereka menelurkan dua album piringan hitam. Album tersebut diberi
judul Tanase dan Ambon Negeri Asalku. Lagu mereka yang paling popular adalah
Mama Sudah Jauh ciptaan Tety Mataheru.
Tahun 1964 untuk pertama kalinya Zeth mengikuti Lomba Bintang Radio. Meski tidak
memiliki kemampuan membaca not balok, yang menjadi syarat peserta, dia
mengakali kelemahannya tersebut dengan merubah not balok menjadi not angka agar
mudah dipahaminya. Usahanya berhasil dan dia lolos test dan masuk dalam area
perlombaan. Ternyata, Zeth berhasil menyabet juara ke-2 satu tingkat lebih baik dari
almarhum Broery Pesolima, yang saat itu belum menjadi penyanyi top. Jenis lagu
yang diperlombakan adalah lagu pop.
Totalitasnya dalam bidang seni ini telah tergambar dari awal. Selama kurun waktu
1964-1965, bersama Broery, Zeth acap kali pulang ke rumah dengan berjalan kaki
diterangi obor yang dipegang bergantian dengan sahabatnya itu. Tahun 1965 barulah
mereka menggunakan sepeda untuk alat transportasi.
Selama tahun 1966 hingga 1975 sebagai juara Bintang Radio musisi yang
mengidolakan Nat King Cole dan Broery Pessolima ini, selalu mengikuti penyisihan
Bintang Radio di Jakarta sebagai wakil Maluku. Dia mengirimkan demo lagu yang
direkam dalam pita cassette. Sayangnya selama periode ini Zeth tidak pernah lolos
ke babak selanjutnya.
Prestasi dalam kancah musik nasionalnya dimulai pada tahun 1976, dengan
menyabet juara II untuk jenis lagu hiburan dan penampilan terbaik, pada lomba
Bintang Radio tingkat nasional. Di tahun yang sama "Om Teka" begitu biasanya dia
disapa, mendapat kesempatan untuk berduet dengan Andi Meriam Matalata.
Hijrah ke Jakarta
Setelah peristiwa tersebut Zeth yang mahir memainkan alat musik organ sebagai
pendukung penampilan panggungnya ini kemudian memutuskan untuk hijrah ke
Jakarta, demi mengembangkan kariernya sebagai penyanyi. Masih dalam tahun yang
sama 1976, Zeth sempat merakan masuk dapur rekaman dan menelorkan satu album
pop Maluku yang di aransemen oleh band D’lloid pimpinan Bartje van Houten. Selain
itu zeth bergabung bersama band Andarinyo. Zeth juga sering berduet dengan
penyanyi nasional lainnya kala itu seperti Titiek Puspa, Emilia Contessa dan Frans
Doromes.
Meski telah meraih sukses di ibu kota, kerinduannya pada tanah kelahirannya Ambon
Manise tidak mampu dibendungnya. Zeth kemudian memutuskan kembali berkarier di
Ambon pada 1978. Sejak itu Zeth mulai mengembangkan kemampuannya dalam
berolah vocal bukan saja untuk musik pop tapi mulai merambah ke aliran musik lain.
Hasilnya tidak tanggung-tanggung, tahun 1980 Zeth berhasil menjadi juara III penyanyi
seriosa dan penampilan terbaik pada lomba menyanyi seriosa tingkat nasional. Saat
mengikuti lomba inilah seorang penggemar fanatic Zeth mengamuk dan
menghancurkan televisi karena menganggap idolanya dicurangi hingga hanya berhasil
menyabet juara III. Selanjutnya prestasi lainnya diraih pada tahun 1986 saat zeth
menjadi solois tim Pesparawi yang diadakan di Manado.
Ke luar negeri
Sejak tahun 1987 hingga sekarang Zeth menjadi penyanyi tetap hotel berkelas, Tirta
Kencana Amahusu, Ambon. Selain itu dia juga kerap mengisi acara lokal seperti
jamuan tamu-tamu penting Maluku. Zeth juga sering di daulat untuk mengisi acara di
luar negeri seperti ke Belanda, Amerika Serikat, New Zeland dan secara rutin ke
Darwin Australia untuk mengisi acara Darwin-Ambon race.
Zeth menginginkan agar pemerintah dan masyarakat Maluku lebih menghargai peran
seniman-seniman lokal dengan memberi ruang pada mereka untuk berkarier. Prestasi
mereka dalam mengharumkan nama Maluku seringkali tidak di hargai. Buktinya pada
apa yang dialaminya sendiri saat mengikuti Lomba Bintang Radio tahun 1976.
Setelah menjuarai lomba tersebut Zeth malah dipecat dari pekerjaannya sebagai PNS
di Universitas Pattimura, yang telah dijalaninya sejak tahun 1964.
Pengkuan yang dimaksud oleh Zeth, bisa berupa apa saja. Termasuk soal honor yang
diterima oleh seniman seharusnya lebih layak dan manusiawi. Selama ini
penghargaan hanya berupa kata-kata dangke. Padahal "Om-Om Zeth" lainnya
membutuhkan sesuatu yang lebih dari kata danke.
Di mata seniman lain
Salah seorang seniman lokal lainnya, Ronny Lopies memberikan penghormatan
mendalam kepada pengabdian Zeth. Ronny mengtakan bahwa secara normative,
kwalitas suara zeth tidak dapat disangsikan lagi. Dia memiliki nsuara laki-laki dengan
intensitas power dengan tentadangan suara yang luar biasa dan sangat khas.
Buktinya karakter suaranya yang khas dapat terangkat walau menggunakan mikrofon
yang berbeda-beda.
Di usianya yang ke 67 ini. Dia memiliki suara yang lebih matang dan kemampuan
menyanyi pada nada-nada Basskant. Suaranya yang serak-serak basah,
mengingatkan kita pada Niel Amstrong dan Kenny Rogers. Zeth sangat pas
membawakan lagu lawas. (rbb)
Copyright © 2007 RadioBakuBae.com. All right reserved.
|