Radio Baku Bae, 11-Apr-2007
Ravensca (Ravenska -red) Radjawane: Laor Mengantarnya Jadi
Doktor
Julaila Papilaya, Radio Baku Bae - Ambon
RUMAH tertata apik itu, tepat berada di belakang Kantor Gubernur Maluku, Ambon.
Perabotan dengan nuansa etnik dari berbagai negara, memberi kesan penghuninya
sering bepergian ke luar negeri. Itulah rumah keluarga Dr. Ravenska Radjawane.
Menyebut namanya, sebagian orang lantas teringat dengan Laor (Iycde Oele), sejenis
cacing laut yang berprotein tinggi. Sebaliknya, menyebut Laor, orang teringat nama
perempuan yang akrab disapa Venska ini. Pasalnya di tahun 1982, ketika masih
mungare dan duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Ambon (Negeri 1
Ambon -red), dia berhasil menjadi juara pertama Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR)
Indonesia. Itu karena penelitiannya tentang Laor. Sejumlah media pun memberitakan
apa yang diraih Venska. Semua itu karena ketekunannya mengamati lingkungan laut
yang ada di sekitarnya.
Berawal dari rasa ingin tahu tentang keunikan Laor yang kemunculannya hanya
terjadi setahun sekali, di lokasi tertentu, wanita berdarah Ambon, putri pertama
pasangan Dr. Nicko Radjawane dan Since Radjawane ini kemudian melakukan
penelitian ilmiah, dengan fasilitas yang sangat terbatas kala itu.
Rasa keingintahuannya tentang misteri Laor, membuat anak yang dibesarkan di
lingkungan pantai ini, asyik mengamati kehidupan cacing Laor yang bisa dimakan itu.
Dia lantas membuat sebuah karya tulis, dari hasil pengamatannya selama beberapa
bulan. Dewan juri lantas menyatakan penelitian Venska tentang kehidupan si Laor itu
bermanfaat, sehingga dia berhak menyandang gelar juara I.
Prestasi tersebut kemudian memecutnya dan semakin membuat rasa ingin tahunya
tentang misteri laut dan kehidupannya. Dari sekadar ingin menjadi peneliti kelautan,
Venska sekarang akhirnya berhasil meraih gelar Doktor.
Ketika menyabet juara pertama LKIR itu, berbagai beasiswa bertubi-tubi ditawarkan
kepadanya. Bak mendapatkan durian runtuh. Dia lantas memilih beasiswa kuliah
strata satu di Institut Pertanian Bogor (IPB). Usai meraih gelar sarjana, perempuan
berpostur mungil dan berperangai lembut ini, kemudian mendapatkan beasiswa untuk
meraih gelar master science-nya di Jepang tahun 1991. Gelar Doktor, kemudian
diraihnya pada tahun 2000, setelah menempuh pendidikan pada salah satu
universitas di Kanada. Juga atas beasiswa yang diterima karena prestasinya.
Kini, istri dari Tommy (Tonny -red) Wagey, pria asal Sulawesi Utara itu, bermukim di
Kanada dan bekerja sebagai salah satu peneliti senior di Stemcell Technologies Inc,
Kanada. Perusahaan tempat dia bekerja ini, memproduksi alat-alat riset untuk
melakukan penelitian di bidang sel induk.
Kadar garam
Ada keramahan tersendiri, ketika Venska menerima Radio Baku Bae di Ambon,
Selasa (11/40, sehari sebelum kepulangannya ke Kanada. Dia lantas bercerita,
mengenang kembali penelitian yang dilakukannya ketika masih gadis dulu.
Secara garis besar, menurut wanita yang murah senyum ini, Laor adalah sejenis
cacing laut yang muncul hanya pada bulan Maret atau April. Dia Pulau Ambon, Laor
muncul di Pantai Namalatu Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe Ambon. Pantai
Namalatu ini berhadapan langsung dengan Laut Banda. Tepatnya 15 km dari pusat
Kota Ambon.
Faktor yang mendukung kemunculan Laor, menurut wanita yang saat ini telah
menginjak usia kepala empat tersebut, didorong oleh pasang surut air laut dan kadar
garam. Selain itu ada mitos-mitos tertentu yang menjadi tanda bagi masyarakat
setempat, terhadap kemunculan Laor. Diantaranya tanaman-tanaman tertentu akan
membusuk. Ada juga yang menyebut, waktu munculnya Laor, menjelang perayaan
perjamuan kudus bagi umat Kristen yang mayoritas mendiami kawasan tersebut.
Waktu panen Laor dilakukan pada malam hari, dengan menggunakan nyiru (wadah
dari anyaman bamboo) untuk menimba dan diterangi obor. Penerangan obor
sepanjang pesisir pantai, menjadi pemandangan malam yang sangat indah. Namun
saat ini entah mengapa, jumlah Laor yang didapatkan sangat menurun.
Dimintai komentarnya mengenai kondisi pendidikan di Maluku, khususnya di Kota
Ambon, berkaitan dengan ketertarikan untuk melakukan penelitian ilmiah tentang laut
Maluku. Venska katakan, perlu ada dorongan dan motivasi yang kuat dari orang tua
dan guru di sekolah. Terutama untuk menumbuhkan minat dan bakat siswa dalam
berbagai hal. Termasuk motivasi untuk membuat suatu karya ilmiah. "Perlu lebih
banyak lagi kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di sekolah untuk mengarahkan
mereka. Terutama kegiatan yang berbau ilmiah," tandasnya.
Dengan senyum manis dia menambahkan, banyak hal unik yang ada di Maluku dan
sangat perlu untuk di teliti. Apalagi tersedia berbagai fasilitas yang dapat mendukung
kelancaran penelitian. Dengan kondisi ini, seharusnya siswa-siswa di sini lebih
termotifasi. "Dulu saat dirinya melakukan penelitian, belum ada referensi yang
memadai di Kota Ambon, untuk mendukung penelitiannya. Akhirnya, saat itu, dia
sering meminta bantuan sang ayah untuk mencari buku atau literature sebagai bahan
acuan, hingga ke Perpustakaan ITB di Bandung.
Obrolan singkat kami berjalan lancar dan hangat itu, akhirnya harus disudahi, karena
Venska harus mempersiapkan barang-barangnya untuk keberangkatan ke Kanada,
Kamis (12/4). Sikapnya yang bersahabat, sangat memberi kesan mendalam bagi
Radio Baku Bae, hingga tak terasa bahwa saya sedang mewawancarai seorang
Doktor wanita asal Maluku, yang kini dipercaya menjadi peneliti di negeri orang. (rbb)
Copyright © 2007 RadioBakuBae.com. All right reserved.
|