The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Vox Populi


Radio Vox Populi [Ambon], 02-Apr-2007

Lebih Jauh dengan EL.AI.EM Maluku: Dari Sembunyi-sembunyi, Hingga Saksi Bisu Kamar 302

Asni Rahayu Wakanno, Radio Baku Bae - Ambon

SEKITAR 40 pendeta dari Gereja Protestan Maluku (GPM), selama 14 jam, pada hari Rabu (21/3) lalu, dibagi dua kelompok tinggal di kediaman warga Muslim dan Katolik. Program ini diberi label life in. Bagi yang tinggal di kawasan Katolik mungkin tidak terlalu merasakan kesan yang sama dengan yang tinggal di kediaman warga Muslim. Apalagi yang tinggal pada keluarga Muslim bertempat di kawasan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ambon. Pasalnya kawasan dengan mayoritas warga Muslim ini, termasuk daerah yang paling ditakuti atau minimal disegani untuk dilewati warga yang beragama Kristen, saat konflik kemanusiaan melanda Maluku. Karena maut adalah resikonya. Namun Rabu lalu, stigma kawasan berbahaya itu bisa ditepis ke-20 pendeta yang tinggal dari jam 18.00 sampai 08.00 di keluarga Muslim. Semua itu dimungkinkan atas kerjasama Sinode GPM dengan Lembaga Antar Iman (EL.AI.EM) Maluku, yang menggagas kegiatan life in itu.

Nama EL.AI.EM sebagai lembaga yang bergerak pada kegiatan lintas agama di Maluku, cukup popular tidak hanya di Maluku, namun juga di Indonesia bahkan di ranah regional maupun internasional. Karena itu kiprah lembaga ini selalu diharapkan dalam sejumlah event multikultural. Entah itu diikuti secara personal oleh staf EL.AI.EM, atau penyelenggaraannya yang langsung dipercayakan kepada lembaga yang terletak di kawasan Karang Panjang Ambon ini.

Kegiatan paling lawas digelar yaitu program Life In yang disebutkan di awal tadi. Sebuah event konser musik jazz, bahkan dipercayakan untuk diorganisir oleh lembaga yang pendiriannya digagas sejak tahun 2000 ini. Konser yang digelar pada, tanggal 7 Maret lalu, merupakan event musik jazz yang pertama kalinya digelar di Maluku. Penampilan musisi jazz berlevel internasional yakni Maurice Rugebregt, Julia Lo'ko dan Sioh Maluku, atas prakarsa Walikota Ambon dan Erasmus Huis Kedutaan Belanda ini, dipersembahkan secara gratis kepada warga Kota Ambon yang haus akan hiburan. Sampai konser berakhir, penikmat musiknya masih terpana dan belum mau beranjak. Terpesona dengan konser yang baru usai, menandakan suksesnya konser yang diorganisir oleh lembaga yang terlahir saat konflik kemanusiaan menghantam Maluku ini. Spirit kebersamaan dan hidup sebagai orang basudara yang tergambar dalam sederet tembang yang dibawakan para musisi, itulah yang selama ini digagas terus oleh EL.AI.EM.

KETIKA KONFLIK MELANDA

Memang tidak dipungkiri, konflik kemanusian menghantam Provinsi Maluku sejak tahun 1999, telah memporak porandakan tatanan kehidupan basudara (persaudaraan) orang Maluku, secara tragis pada tingkat sosial kemasyarakatan. Konflik ini bukan hanya memberikan cerita panjang tentang hancurnya berbagai bentuk bangunan secara fisik tetapi juga pada struktur sosial, tingkat moralitas, dan relasi sosialisme antar kedua komunitas yang bertikai.

Secara garis besar, kedua komunitas mengalami kondisi trauma yang sangat berpengaruh dan berproses pada kehidupan sehari-harinya, serta ter-segregasi oleh peristiwa tersebut.

Ironisnya segregasi ini lebih terjadi pada tingkat agama. Komunitas Islam dan Kristen terlibat konflik. Begitu sensitif dalam menghadapi satu isu yang berkembang, warga yang beragama Islam dan warga yang Kristen saling curiga, menyakiti dan tidak lagi rasional dalam bertindak. Kekerasan menjadi jalan keluar yang instan untuk dipakai dengan dalih pemecahan masalah. Perlakuan seperti ini berlangsung hingga beberapa tahun lamanya.

Orang Maluku menjadi invalid dalam situasi yang tidak menentu, dan terbawa oleh suasana yang sebenarnya bukan menjadi keinginan naluri yang paling dalam. Kebiasaan hidup dalam persaudaraan Pela/Gandong dikejutkan dengan konflik kemanusiaan yang membuat semua orang menjadi terpaksa mengikutinya.

Pertikaian orang Maluku yang kemudian meluas, menjadi konsumsi berita di seluruh dunia. Beberapa lembaga dari luar Maluku baik nasional maupun internasional yang interes pada usaha perdamaian, satu per satu mulai masuk ke Maluku, mencoba memfasilitasi perdamaian antar kedua komunitas. Dengan berbagai metode dan cara berbeda, lembaga-lembaga perdamaian itu mulai berhasil menurunkan porsentase konflik walaupun belum ansih secara keseluruhan.

Namun untuk beberapa saat, potensi konflik terjadi lagi. Korban berjatuhan lagi, dan traumatik kembali dialami masyarakat. Akhirnya kepercayaan masyarakat untuk terwujudnya perdamaian tak pernah ada. Dipahami oleh tokoh agama kalau usaha perdamaian yang dilakukan lembaga-lembaga perdamaian luar Maluku sedang melupakan salah satu unsur terciptanya perdamaian.

Belajar dari semua kondisi inilah, sejumlah tokoh agama di Maluku terpecut untuk menggagas ide-ide perdamaian yang dianggap tepat. Mereka berkesimpulan, "jika orang Maluku ingin berdamai, maka harus menyelesaikan masalahnya sendiri dengan cara-cara dan budaya orang Maluku." Karena hanya orang Maluku yang saling tahu karakter masing-masing. Orang luar hanyalah memfasilitasi perdamaian. Mereka tidak benar-benar mengenal budaya dan kebiasaan orang Maluku. Sebab mereka tidak tinggal dan berkembang dalam proses waktu yang panjang bersama masyarakat setempat.

Artinya konflik akan terselesaikan, jika seluruh aspek kultural, kosmologi dan religi orang Maluku terakomodir dalam upaya penyelesaiannya. Dan salah satu langkah penting yang harus ditempuh adalah memulainya dari keharmonisan tokoh-tokoh agama. Inilah alasan utama mengapa sebuah lembaga lintas agama dibentuk. Image agama yang dianggap menjadi alasan pertikaian segera ditepis, dan tidak boleh lagi dibiarkan berlangsung terus menerus.

DIMULAI DIAM-DIAM

Gagasan awal sosialisasi pertemuan antar tokoh agama trersebut sangat tertutup. Situasi konflik yang masih panas pada tahun 2000, membuat mereka secara diam-diam bertemu pada tempat yang dianggap aman. Dari pertemuan itu, disimpulkan bahwa kehancuran masyarakat Maluku merupakan persoalan mendasar yang harus dihadapi bersama. Selain itu disadari bahwa ada tanggung jawab bersama untuk menghapus ketegangan diam antara Islam & Kristen di Maluku, yang telah berlangsung dalam sejarah yang cukup lama.

Gagasan kelompok lintas agama untuk menciptakan perdamaian oleh orang Maluku sendiri, ternyata belum bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan oleh masih rawannya situasi keamanan, serta belum diperolehnya komitmen dukungan pembiayaan dari berbagai pihak. Gubernur Maluku saat itu, Saleh Latuconsina, menjanjikan dukungan untuk merealisasikan gagasan pembentukan lembaga dimaksud. Tapi janji Latuconsina tidak pernah terwujud hingga akhir kepemimpinannya.

Hal serupa terjadi pada Kareteker Gubernur Sinyo Hari Sarundayang, yang sekalipun menyambut dan menjanjikan banyak dukungan, namun tak pernah terealisasikan sampai berakhir masa tugasnya.

Keadaan-keadaan tersebut mengakibatkan tokoh GPM, tokoh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku, dan tokoh Keuskupan Amboina yang tergabung dalam kelompok lintas agama, untuk sementara waktu hanya diam di tempat. Tidak bisa berbuat apa-apa. Aktivitas mereka terbatas pada upaya menjalin komunikasi, untuk menjaga supaya semangat dibalik gagasan ideal itu tak menjadi kering.

KAMAR 302 SAKSI BISU

Meski saat itu belum bisa berbuat apa-apa, namun semangat membentuk satu lembaga independen yang terdiri dari kelompok lintas agama masih terus bergelora. Dari pertemuan kecil yang dilakukan Jacky Manuputty, Peter Thedorus, Sven Loupatty dan teman-teman muslim di Jakarta, menghasilkan keputusan penting, bahwa lembaga lintas agama tetap harus dilahirkan.

Hasil pertemuan dari Jakarta itu lalu disosialisasikan secara tertutup dari rumah ke rumah para tokoh agama di Kota Ambon. Sebagian tokoh agama yang didatangi Jacky dan kawan-kawan diantaranya Ustad Polpoke, Nasir Rahawarin, Usman Thalib, Husein Toisuta, Uskup Mandagi, Pastor Simon Wanehen, Pastor Yonas Atjas, Pdt Broery Hendriks, Pdt Butje Mailoa, dan Pdt John Ruhulessin. Implementasi dari pertemuan door to door itu kemudian diperkuat dengan rangkaian pertemuan berikutnya.

Tahun 2002 pertemuan informal pertama dilakukan, masih dengan cara sembunyi-sembunyi. Hotel Ambon Manise (Amans) menjadi tempat strategis pertemuan, karena berada pada perbatasan kedua komunitas. Tepatnya di nomor 302 kamar sweet room Hotel Ambon Manise (Amans), menjadi saksi bisu momen bersejarah kelahiran lembaga lintas agama yang selama ini diperjuangkan. Beberapa tokoh agama berjumpa dalam pertemuan tertutup yang berlangsung sekitar 3 jam, untuk mematangkan gagasan implementasi pembentukan Lembaga Antar Iman Maluku.

Pertemuan tertutup di kamar hotel itu, ternyata tidak lepas dari penciuman para jurnalis Kota Ambon. Sekian banyak wartawan kota ternyata sudah menunggu selama dua jam setengah di depan pintu kamar 302, untuk mengetahui isi pertemuan para tokoh agama itu. Sebelumnya wartawan mengira, pertemuan itu untuk menyepakati usungan tokoh agama terhadap salah satu kandidat Gubernur yang akan dipilih saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Maluku yang waktunya sudah sangat dekat ketika itu.

Setelah pertemuan selesai, Ustad Polpoke menjelaskan kepada wartawan, bahwa pertemuan tadi bukan untuk mengusung salah satu kandidat Pilkada Provinsi Maluku yang akan berlangsung tahun 2003. Tetapi kehadiran mereka di kamar 302 itu adalah implementasi dari usaha menciptakan perdamaian bagi orang Maluku yang bertikai.

Kemudian dijelaskan mengenai kesepakan bersama antara seluruh tokoh agama dengan membentuk lembaga yang menaungi kepentingan dan keharmonisan orang beragama di Maluku. Lembaga ini selanjutnya diberi nama Lembaga Antar Iman (EL.AI.EM) Maluku.

Di penghujung 2003, United Nation Development Program (UNDP) sebagai lembaga dunia yang bergerak dalam bidang Kemanusiaan, menganggap penting untuk meresponi ide-ide cemerlang EL.AI.EM. Mereka menilai Lembaga Antar Iman terdiri dari tokoh-tokoh agama yang mempunyai kekuatan pengayom bagi pengikutnya. Selain itu, EL.AI.EM dinilai memiliki tujuan mulia untuk mengkondusifkan suasana konflik yang terjadi. Dengan demikian pengaruh keagamaan bisa membawa pemikiran positif umat hingga tidak lagi berbuat anarkis.

Dari pemikiran itulah UNDP lantas menggandeng EL.AI.EM untuk kerjasama. Tanpa tanggung-tanggung sebuah penandatanganan kerjasama selama satu tahun antara kedua lembaga ini lantas dibuat. Penandatangan kerjasama dengan pihak UNDP yang berlangsung di Jakarta, yang diwakili oleh Ir. Nasir Rahawarin M,Si dan Pdt. Jacky Manuputty. Selanjutnya pada akhir 2003 lembaga ini diresmikan oleh Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, bertempat di Kantor Sementara Gubernur Maluku yang berlokasi di wilayah Tanah Lapang Kecil. Meskipun ditandatangani di penghujung 2003, namun secara operasional program kerja yang dilaksanakan oleh EL.AI.EM, baru bisa direalisasikan di tahun 2005. Hal ini disebabkan oleh terlambatnya pencairan dana oleh pihak UNDP, akibat publikasi media yang memberi kesan berlebihan bahwa konflik bisa sewaktu-waktu meledak kembali.

Lembaga Antar Iman kemudian merekrut agen-agen perdamaian dari kedua komunitas yang selama konflik berlangsung selalu terlibat dalam usaha perdamaian. Kemudian mereka dijadikan mitra untuk pelaksanaan program perdamaian yang direncanakan EL.AI.EM dengan sasaran bagi masyarakat secara keseluruhan pada kedua komunitas yang bertikai.

Membangun apresiasi publik terhadap kehidupan kemajemukan dan multi kulturalisme dalam hidup sehari-hari, mereduksi potensi-potensi konflik, serta membangun kembali integrasi sosial dalam hidup sehari-hari, menjadi visi yang terus digelorakan EL.AI.EM sampai sekarang.

Kembali ke program life in yang menjadi pembuka tulisan ini, penulis teringat sebuah kalimat panjang dari Direktur EL.AI.EM Jacky Manuputty yang disampaikannya akhir pekan lalu, terkait keharmonisan umat beragama khususnya Islam dan Kristen di Maluku. "Suatu ketika, orang Salam Maluku akan bilang beta bangga terhadap Ke-Kristenan beta pung Basudara orang Maluku yang Kristen, dan orang Kristen Maluku akan bilang beta bangga terhadap Ke-Islaman beta pung basudara orang Maluku yang Islam." (rbb)

Copyright © 2007 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/rumah3poka
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044