Radio Vox Populi [Ambon], 10-Apr-2007
Jan Piet Mailoa: Kalu Su Dapa Meja Puti Jang Lupa Lesa
Dian N. Pesiwarissa, Radio Baku Bae - Ambon
BERKEMEJA biru laut dipadukan dengan celana panjang putih, Jan Piet Mailoa
melangkah perlahan menuju bagian depan ruang rapat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Ambon. Di podium itu, dengan suaranya yang lembut dan
perlahan, karena usianya yang semakin tua, dia memberikan sambutan pada acara
peluncuran Kamus Bahasa Harian Dialek Orang Ambon dan Kumpulang
Pantong-Pantong Bahasa Harian Dialek Orang Ambon yang disusunnya.
"Beta berharap kitab kamus deng pantong ini, bisa jadi 'bakal istori' dengan dialek
orang Ambong di tenga-tenga pergaulan masyarakat dalang negri Maluku ini, maupun
yang ada di luar Maluku. Sebagai satu warisan budaya dari tete nene moyang, par
katong deng anana cucu," demikian Piet membuka acara peluncuran buku, Kamis
(5/4) lalu.
Menurut Piet, ide penyusunan kamus ini berawal dari keikutsertaannya dalam
kontingen Pekan Olahraga Nasional (PON) Maluku untuk memasuki pemusatan
latihan di Hotel Century Senayan Jakarta, pada 4 Juni 2004. Keberangkatan tersebut
sebagai persiapan menjelang PON XVI di Palembang Sumatera Barat. Ketika itu Piet
bertindak sebagai salah satu official tim.
Layaknya kegiatan berskala nasional, di event itu, para wakil dari Maluku juga
bertemu dengan peserta dari daerah lain yang juga mengikuti training centre (TC) di
hotel tersebut. Saat sesi latihan, selalu terjadi pembauran antaratlit. Terkadang
mereka bercanda, tertawa sampai bicara yang serius dalam dialek masing–masing
daerah. Mereka dalam bergaul dan bersenda gurau itu, tanpa membedakan suku,
agama maupun golongan yang dianut. Tak jarang dalam interaksi itu muncul
kekhasan dan bahasa daerah masing-masing, sehingga lawan bicara yang berasal
dari daerah lain sering berusaha menebak-nebak apa yang sedang dibicarakan, atau
dari daerah mana lawan bicaranya itu berasal. Dari sinilah ide membuat buku dengan
dialek Ambon mulai melintas di benak Piet. Dimulai dengan inventarisir dan mencatat
katak-kata orang Ambon, yang rasanya kurang dimengerti oleh orang dari daerah lain.
Ide tersebut semakin besar, ketika lelaki kelahiran 1 September 1934 di Desa
Kanikeh, Wahai Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah ini membaca majalah WOM
(World of Maluku), yang Chief Editornya Samuel Wattimena. Itu karena dalam WOM
ada satu halaman yang khusus memuat bahasa harian dialek orang Ambon.
Dari pengalaman inilah timbul keinginan Piet untuk menginvetarisir dan mencatat
kata–kata orang Ambon, yang rasanya kurang dimengerti orang dari daerah lain.
Terutama dimaksudkan agar dalam berkomunikasi dengan orang Ambon, mereka
dengan mudah dapat mengerti arti dialek orang Ambon.
Selain itu, dia tertarik dengan kebiasaan beberapa daerah yang menyediakan satu
hari khusus untuk siswa sekolah berkomunikasi dengan menggunakan dialek
masing-masing daerah.
Mantan Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota Ambon ini
berharap selain dirinya, ada lagi anak negeri Maluku yang bersedia menulis bahasa
daerah dan membukukannya, karena saat ini banyak orang luar Maluku yang mau
berkorban untuk mencari tahu serta menulis beberapa bahasa daerah di negeri ini.
Padahal anak daerah sendiri tidak mampu untuk menulisnya.
Ketua DPRD Kota Ambon Lucky Wattimury pada kesempatan peluncuran tersebut
mengaku, sangat bangga dan salut atas dedikasi Piet Mailoa. Walaupun didera
penyakit asam urat dalam hari tuanya, namun lelaki ini masih mampu menulis Kamus
Bahasa Harian dan Kumpulang Pantong-Pantong Orang Ambon, sebagai suatu upaya
untuk mengembalikan jati diri orang Ambon yang telah bergeser nilainya serta untuk
melestarikan kearifan lokal.
Sedangkan Assisten I Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku A. J. Patty saat
membacakan sambutan Gubernur Maluku Karel Alberth Ralahalu mengatakan,
kamus ini merupakan sebuah perenungan tentang jati diri orang Ambon, dan upaya
pengakuan terhadap keberagaman adat budaya Maluku.
Kamus Bahasa Harian Dialek Orang Ambon dicetak setebal 106 halaman, dengan
dasar biru laut, gambar pantai, bola bumi dan Pulau Ambon serta jujaro dan mongare
Ambon berpakaian khas Ambon menghiasi covernya yang didesain oleh Otje
Leleulya.
Ribuan kata dalam dialek harian orang Ambon dalam buku itu disusun seperti kamus
pada umumnya, yaitu dimulai dari huruf A sampai Z. Beberapa kata yang tertera
dalam kamus itu misalnya:
Basuet = berkeringat
Caciwe = cengeng atau suka menangis
Calakate = antara tua dan muda
Kabaresi = sakti atau lincah untuk berperang
Kacuping = sangat kecil atau kecil sekali
Mangente = meninjau sambil lalu
Maniso = sibuk
Paruru = mengumpulkan yang sisa-sisa
Samonti = satu tumpuk dalam jumlah yang banyak
Skrobi = usir pergi
Tagalaya = kotak tempat untuk menyimpan makanan yang terbuat dari kulit
bambu
Wate = saudara laki-laki ibu/mama
Yevrou = ibu guru
Sedangkan Kumpulang Pantong-Pantong Bahasa Harian Dialek Orang Ambon terdiri
atas 4 buku. Buku pertama berisikan Pantong Anana Kacil, Pantong Anana Muda,
dan Pantong Orang Tatua. Buku kedua berisikan Pantong Baku Cinta, Pantong Orang
Kaweng, Pantong Kue Orang Kaweng. Selanjutnya dalam buku ketiga memuat
Pantong Pendidikan, Pantong Adat dan Budaya, serta Pantong Olahraga dan
Kesehatan. Sedangkan buku yang terakhir berisikan Pantong Barsi deng Inda,
Pantong Kelautan, Pantong Lucu dan Kapata.
Cuplikan dua pantong Adat dan Budaya dalam buku tiga Kumpulang Pantong
misalnya:
Kalu manari cakalele, budaya orang di Maluku
Baju cele kaeng salele, orang su pake dari dulu
Patasiwa deng Patalima, lambang adat dari moyang–moyang
Kalau mau hidop sama-sama, baku bantu samua orang
Buku kamus dan pantong ini telah dijual pada toko di Ambon, dengan harga sebuah
kamus Rp. 17.500, sedangkan sebuah kumpulan pantong dihargai Rp.7.500, dengan
potongan 10% bagi guru dan siswa sekolah.
Piet berharap buku yang disusunnya dapat berguna bagi dunia pendidikan di Maluku,
terlebih untuk melestarikan kearifan adat dan budaya lokal. Di akhir sambutannya Jan
Piet Mailoa menitipkan pesan bagi seluruh anak negeri Maluku antara lain berbunyi:
Orang tatua rambut puti, kase pa'sang pa anana-cucu, kalu su dapa meja puti, jang
lupa lesa dulu-dulu. Pantun tersebut artinya kurang lebih: Orang tua rambut putih
pesan, untuk anak cucu sekarang, yang sudah masuk jaman modern, janganlah lupa
akan adapt dan tradisi. (rbb)
Copyright © 2007 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|