Radio Vox Populi [Ambon], 29-Mar-2007
PT. MMG Rugikan Nelayan Teluk Ambon Rp.16 Miliar
Sri Kartini Makatita, Radio Baku Bae - Ambon
AKIBAT timbunan sedimen sebagai dampak pengerukan dan penggusuran tanah,
yang dilakukan PT. Modern Multi Guna (MMG) di Desa Lateri Kecamatan Teluk
Ambon Baguala, kelompok nelayan di Teluk Ambon mengalami kerugian materiil
sampai Rp.16 Miliar dan immaterial berupa kehilangan mata pencaharian.
Hal tersebut terungkap dalam sidang gugatan tentang ganti rugi, yang dilayangkan
kepada tergugat Direktur PT MMG Farida Perau oleh penggugat Markus E. Kailuhu
selaku Ketua Kelompok Nelayan Tasik Tiberias, beralamat di jalan Wolter Monginsidi
Kelurahan Lateri Kecamatan Baguala Kota Ambon. Persidangan yang berlangsung di
Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (29/3) ini, menggendakan pemeriksaan saksi dari
pihak penggugat.
Dalam siding tersebut, penggugat yang merasa dirugikan akibat Banjir Lumpur berupa
endapan (sedimen) tanah merah, terjadi sejak April 2006 di sepanjang Pantai Lateri
Desa Lateri Kecamatan Teluk Ambon Baguala. Sedimantasi tersebut sebagai
dampak dari pengerukan dan penggusuran tanah oleh PT MMG untuk pembangunan
kompleks perumahan rakyat di daerah tersebut..
Dijelaskan, lumpur tersebut mengalir serta mengendap di Pantai Lateri
mengakibatkan hewan dan tumbuhan laut di lokasi ini mati. Termasuk ikan-ikan yang
berada dalam tujuh unit karambah (tempat penampungan) dan budidaya ikan, milik
Kelompok Nelayan Tasik Tiberial, yang diletakkan di sekitar pesisir perairan Lateri
tersebut.
Penggugat yang didampingi oleh Kuasa Hukum Samson Atapary dan M.Nur
Nukuhehe, menghadirkan tiga saksi, diantaranya Lurah Desa Lateri Kecamatan Teluk
Ambon Baguala Ambon Meggi Lekatompessy, Julius Matehelu dan Karel Apono yang
berprofesi sebagai nelayan.
Dari keterangan Lekatompessy, pengundulan, pengerukan dan pengusuran tanah
yang dilakuakan oleh MMG, jika didasarkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amndal) dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Parovinsi
Maluku, seharunya dilakuakan pada musim kemarau serta harus selesai sebelum
musim hujan. Itu dimaksudkan untuk menghindari terjadinya erosi. Dan harus juga
dibuat tanggul penahan lumpur. Namun hal tersebut tidak dilaksanakan oleh MMG.
Lekatompesssy yang dating ke lokasi pengerukan itu ternyata menemukan, sampai
saat pengusuran tanah, tidak juga dibuat tanggul. Padahal tanggul harus dibuat
terlebih dahulu, sebelum dilakukan penggusuran tanah. Kenyataannya, tanah hanya
ditahan dengan batang-batang pohon kelapa, yang ketika hujan tiba, menyebabkan
banjir lumpur yang mengalir dan mengendap di Pantai Lateri.
Sedangkan kesaksian Apono dan Matehelu menyebutkan, berdasarkan penglihatan
mereka, banjir lumpur ternyata mengalir melalui dan memenuhi tiga bentangan sungai
yaitu sungai Jembatan Kecil, Jembatan Gurita dan Jembatan Wayame, yang hulunya
berada di sekitar lokasi penggusuran serta muaranya terletak di sekitar Pantai Lateri.
Akibat banjir tersebut, tujuh keramba milik kelompok Nelayan Tasik Tiberias tertutup
lumpur tanah merah. Sementara ikan-ikan dalam kerambah milik penggugat langsung
mati. Lebih parah lagi, laut tempat penangkapan ikan airnya berubah warna menjadi
kemerah-merahan, sehingga tidak bisa dijadikan tempat menangkap atau menjaring
ikan lagi. (rrb)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|