Radio Vox Populi [Ambon], 28-Mar-2007
Melongok Anak Jalanan Pantai Losari Ambon
Asni Rahayu Wakanno, Radio Baku Bae - Ambon
KAWASAN pantai sepanjang daerah Belakang Kota menuju Pasar Mardika Ambon,
tadinya merupakan daerah yang sepi di malam hari. Namun beberapa tahun sebelum
konflik kemanusiaan di Ambon, tahun 1999, kawasan ini mulai ramai. Apalagi saat itu
terminal angkutan kota (angkot), sempat berada di lokasi tersebut. Juga semakin
ramai dengan aneka pedagang yang menggelar dagangannya. Mulai dari penjual obat
jalanan, sampai gerobak kaki lima. Belakangan, kawasan pinggir pantainya lantas
popular dengan nama Pantai Losari. Ini lantaran kemiripannya dengan Pantai Losari di
Makassar Sulawesi Selatan yang cukup terkenal itu.
Pantai Losari di Ambon, yang terletak di jalan Slamet Riyadi ini, sempat sepi saat
konflik kemanusiaan menghantam Ambon. Terutama karena lokasinya yang berada di
perbatasan dua komunitas yang terjebak konflik, Muslim dan Kristen. Tapi ketika
konflik sudah tertinggal sebagai catatan buruk di daerah ini, kawasan Pantai Losari
mulai hidup kembali. Warung kaki lima tumbuh bak cendawan di musim hujan.
Tidak heran, kawasan tersebut lantas menjadi tempat nongkrong warga Kota Ambon.
Mulai dari dari kalangan masyarakat kecil yang datang menumpang angkot, sampai
kaum elit yang datang dengan mobil pribadi.
Berbagai makanan dan minuman ringan menjadi santapan untuk bersantai
menghabiskan malam. Ada bakso, nasi goreng, ikan bakar, jagung dan roti bakar, air
saraba (minuman dari jahe campur susu dan telur ayam kampung) sampai aneka
juice bisa dinikmati di sini. Selanjutnya, aneka lagu dan musik diputar dengan volume
cukup keras dan menghentak, menambah kemeriahan kawasan tersebut.
Namun, dibalik semua kemeriahan itu, ada yang terasa menyentuh hati. Banyak anak
kecil, terlihat berseliweran di antara keramaian pengunjung, yang berjalan sembari
menadahkan tangan. Mereka adalah anak-anak yang melakoni kerja sebagai
peminta-minta. Ada diantara pengunjung yang berbaik hati memberikan sekadar
recehan, namun ada yang dengan gaya membentak, mengusir anak-anak dengan
wajah kumal dan berpakaian lusuh itu.
Selasa (27/3) sekitar pukul 21:00 WIT, ketika mendatangi kawasan tersebut, Radio
Baku Bae yang bermaksud sekedar melepas penat di sana, mengajak anak-anak itu
ikut duduk bersama. Sekitar dua puluh anak yang bergabung dengan kami, bercerita
tanpa sungkan. Mereka saling bercanda, memuji, bahkan ada yang memaki tanpa
rasa takut sedikitpun. Makanan yang kami sisakan di meja, lantas diserbu tanpa
merasa geli sedikit pun. Bagi mereka sisa makanan orang pun, kalau enak rasanya
langsung saja dimakan.
Dari pengakuan mereka, anak-anak ini bekerja sebagai peminta-minta terutama untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Baik untuk makan, minum maupun untuk
diberikan kepada orang tuanya. Perekonomian mereka memang jauh di bawah
standar kemiskinan.
Ditanya apakah ada yang mengkoordinir seperti halnya di sejumlah kota besar tanah
air, mereka spontan menjawab, tidak ada. "Semua hasil minta-minta hanya untuk
kami," ucap salah satu dari mereka yang terlihat lebih berani. Bahkan ada juga yang
bercanda, ada teman mereka yang menggunakaan uangnya untuk main bola sodok
(billiard).
Sebagian besar diantara mereka sudah putus sekolah. Tapi ada juga yang ternyata
rajin ke sekolah. Di balik sikap mereka yang polos dan bebas itu, ada sesuatu yang
menyayat hati. Tapi malam itu, mereka gembira hanya karena ditraktir makan.
Apakah pemerintah Kota Ambon, masih menutup mata terhadap anak-anak jalanan
Kota ini?
Menyikapi masalah anak-anak jalan tersebut, Koordinator Arikal Mahina Nelke
Huliselan berkomentar, anak adalah tunas baru kehidupan. Mereka terlindungi dan
sudah teratifikasi dalam Konvensi Hak Anak oleh Pemerintah Indonesia pada tahun
1990. Karen itu anak berhak untuk dilindungi dan tidak diterlantarkan, serta mereka
dapat hidup nyaman dalam sandang, papan, pangan yang cukup, dan bahagia saat
pertumbuhannya. Maka sebagai orang dewasa, kita harus bijak melindungi dan
membimbing mereka. (rbb)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|