Radio Vox Populi [Ambon], 27-Mar-2007
A.M. Sangadji, Kawasan Berdarah yang Semakin Hidup di
Tengah Malam
Sri Karini Makatita, Radi Baku Bae - Ambon
DALAM catatan konflik kemanusiaan di Ambon, kawasan jalan A. M. Sangadji cukup
sering disebut. Pasalnya ujung salah satu kawasan ini, persis berada di perbatasan
dua komunitas di Ambon, Muslim dan Kristen. Saat suhu konflik di Ambon memanas,
kawasan ini sering memakan korban. Jalan yang diambil dari nama salah satu
pejuang di Maluku ini, termasuk dalam daftar kawasan yang harus dihindari. Apalagi
di malam hari. Selain karena diberlakukan jam malam, mulai jam 22.00 sampai jam
06.00, juga karena berkeliarannya sniper pada sejumlah bangunan bertingkat yang
ada di sekitar persimpangan Tugu Trikora. Tak heran, kawasan A.M. Sangadji bak
kota mati.
Konflik memang sudah beberapa tahun berlalu. Sejumlah bangunan yang tadinya
hancur terbakar, sudah mulai dibangun kembali. Termasuk Gereja Silo, yang persis di
simpang Tugu Trikora, kini sudah berdiri megah kembali. Kehidupan ekonomi di
seputar jalan ini mulai hidup kembali.
Mulai bergeliatnya usaha di kawasan A.M. Sangadji, terutama karena sejak tiga
tahun terakhir kondisi Maluku kembali kondusif. Bahkan dapat dikatakan sudah jauh
aman. Segregrasi wilayah berdasarkan agama yang dianut memang masih ada.
Namun saling mendatangi warga di komunitas yang berbeda agama, sudah bukan
masalah.
Jadi jika Anda orang baru di Ambon, dan diajak kerabat atau teman ke kawasan jalan
A.M. Sangadji, pasti tidak menyangka, kawasan ini tadinya termasuk zona
berbahaya. Sebab sekarang, A.M. Sangadji termasuk kawasan yang kehidupannya
berputar sampai pagi hari. Jalan yang dulunya menyeramkan, menakutkan bak kota
tak berpenghuni itu, kini banyak dihiasi aneka aktifitas masyarakat.
Di siang hari, kawasan ini penuh dengan lalu lalangnya kendaran roda dua, roda tiga
maupun roda empat serta para pejalan kaki, yang hendak ke kantor, ke sekolah, atau
aktifitas lainya yang harus keperluan lainnya. Segala fasilitas umum, rumah, toko
bahkan masjid dan gereja yang sempat dibakar telah dibangun dan dimanfaatkan
kembali.
Namun ketika malam tiba, sisi kiri dan kanan jalan A.M. Sangadji tepat di atas
trotoar, berjejer rapi meja-meja dagangan yang menjual aneka macam makanan. Ada
nasi kuning yang popular dengan sebutan nasi kuning bagadang. Ada lalapan ayam
dan ikan baker. Ada juga penganan khas Ambon dari pisang yang dibakar kemudian
dijepit (Ambon = gepe) sampai penyet, untuk selanjutnya dimakan dengan baluran
gula merah, yang disebut pisang gepe. Ada juga martabak, dan sejumlah jenis
makanan lainnya. Tergantung selera kita memilih.
Tidak mengherankan, jalan ini dijadikan tempat untuk mengais rejeki, mengingat
lokasinya yang cukup strategis. Ada yang sudah beberapa tahun ini mencoba
peruntungan berjualan di situ. Namun ada yang baru ikut terjun berbisnis di kawasan
ini. Seperti Mey, yang baru satu bulan ini menggelar jualannya di kawasan ini. Meski
terhitung pendatang baru, namun usaha pisang gepe-nya, termasuk yang banyak
dibeli konsumen di kawasan ini. Mey mengaku, tergiur untuk ikut berjulan di kawasan
sini, karena memang tidak ada pedagang yang menjual penganan pisang gepe
tersebut.
"Beta baru berjualan di sini baru satu minggu ini. Beta jualan pisang gepe karena di
sini tidak ada yang penjual yang menjual makanan ini. Selain itu karena di sini tempat
sering dilewati orang-orang yang pulang sekolah atau pulang kantor, jadi ya.. lumayan
laku," ungkapnya.
Seperti halnya Mey, Ida yang menjual aneka makanan lalapan juga termasuk baru
beberapa minggu jualan di situ. Jika Mey mulai mengelar dagangannya sejak pukul
17.00, maka baru mulai buka sejam setelahnya. Waktu tutupnya pun berbeda. Mey
karena sering banyak diserbu pelanggan, maka sekitar jam 22.00 dia sudah tutup.
Terkadang malah dagangannya sudah ludes sekitar pukul 20.00. Sedangkan Ida baru
akan tutup antara jam 24.00 sampai 02.00. Sebab daganganya baru akan mendapat
banyak konsumen sekitar pukul 19.00.
"Beta biasa berjualan dari jam enam sore sampai jam 12 malam, tapi kalau
penjual-penjual yang lain bisa sampai jam dua atau jam tiga pagi," terang Ida sambil
tangannya asyik mengulek sambal lalapan, pesanan salah satu konsumennya.
Tapi ada saran dari kedua pedagang ini. Jika Anda senang dengan keramaian dan
mencari suasana ceria di malam Minggu, jangan datang kekawasan ini. Sebab justru
di malam Minggu, kawasan ini agak sepi dari hari-hari biasanya. Hal ini bisa terjadi,
karena pada malam Minggu anak muda kota ini lebih memilih mengabiskan malam
panjang tersebut, di Kawasan Pantai Losari. Di situlah kehidupan malam Minggu
terasa penuh warna.
Berbeda dengan kawasan Pantai Losari yang lebih didominasi kalangan anak muda,
maka kawasan A.M. Sangadji konsumennya bermacam level. Mulai dari pegawai
kantoran, mahasiswa bahkan para aktivis muda. Mereka datang selain untuk makan,
ada juga yang membahas masalah kerjaan. Fanny misalnya. Biasanya perempuan
bujangan ini nongkrong di situ sekadar makan atau menghabiskan malam bersama
teman-temannya. Menurut karyawati pada salah satu bank swasta ini, dia dan
teman-temannya berkunjung ke situ karena ramai dan makanannya enak.
"Saya biasanya ke sini bersama teman-teman kantor, saat pulang kerja atau saat
tengah malam. Saya senang ke sini karena di sini tempatnya asik, ramai dan
makanya pun enak-enak," ungkapnya.
Jadi, bagi Anda yang kebetulan berada di Ambon, dan mungkin bingung untuk
memilih tempat bersantai dengan teman, saudara atau pasangan, tempat cocok
untuk makan malam atau kumpul-kumpul sambil menghabiskan malam. Dan tak
perlu takut, karena kawasan ini benar-benar jauh dari kesan sepi, menakutkan
bahkan angker yang pernah disandingkannya saat konflik kemanusiaan melanda
Pulau Ambon. (rbb)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|