SINAR HARAPAN, Selasa, 26 Maret 2007
Uskup Belo: Ketegangan di Timtim Terjadi Sejak Rencana
Otonomi
Jakarta-Mgr Carlos Felipe Ximenes Belo di hadapan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste mengungkapkan bahwa ketegangan di
Timor Timur sudah terjadi sejak mantan Presiden BJ Habibie merencanakan
kemungkinan pemberian otonomi.
"Sejak saat itu sudah tercipta kelompok-kelompok pergerakan yang mempunyai
kepentingan berbeda," tuturnya dalam acara dengar pendapat II KKP, di Jakarta,
Senin (26/3). Selain itu, dia mengatakan bahwa kelompok-kelompok itu sudah mulai
melakukan propaganda sebelum jajak pendapat yang menimbulkan ketegangan. Belo
mengungkapkan beberapa kerusuhan terjadi sebelum jajak pendapat dilaksanakan,
seperti penyerangan di kompleks Gereja Liquisa.
Dalam dengar pendapat II ini selain Belo juga akan dihadirkan beberapa saksi kunci
dalam kasus pelanggaran HAM Dili yang terjadi tahun 1999. Dalam dengar pendapat
II yang dimulai 26 hingga 30 Maret mendatang, dijadwalkan hadir 18 pihak terkait dari
peristiwa sebelum dan sesudah jajak pendapat 1999 di Timor Timur (kini Timor Leste).
Ke-18 orang pihak terkait yang dihadirkan adalah mantan Presiden BJ Habibie, Uskup
Carlos Felipe Belo, Mayjen TNI (Pur) Zacky Anwar Makarim, Mayjen TNI (Pur) Adam
Damiri, Mayjen TNI Suhartono Suratman, Galuh Wandita, Domingos Soares, Mateus
Maia, Edmundo Conceicao, Martinho Fernandes, Eurico Guterres, Jose Afat, Sera
Malik, Joanica Belo, Esmeralda Dos Santos, Nonato Soares, Adelino Brito dan Fares
Da Costa.
Mantan Bupati Dili Dominggus Maria Das Dores Soares akan memberikan kesaksian
dan klarifikasi mengenai kekerasan di Dili pada Senin ini. Sementara itu, mantan
Presiden BJ Habibie memberikan kesaksiannya secara tertutup pada Selasa (27/3).
Ketua KKP Indonesia Benjamin Mangkoedilaga menjelaskan hal itu dilakukan atas
permintaan Habibie. "Hal ini ditujukan untuk memberikan kenyamanan pada saksi,"
ungkapnya. Ditanya apakah hal itu tidak akan menimbulkan diskriminasi,
Mangkoedilaga menyatakan hal itu hanya salah satu cara agar mendapatkan
keterangan dari saksi-saksi. "Hal ini dimungkinkan untuk dilakukan," lanjutnya.
Ia juga menjelaskan bahwa dengar pendapat kali ini merupakan bagian dari fact
finding. "Kami mengharapkan setiap saksi yang akan memberikan keterangan akan
mengarahkan pada kebenaran yang objektif," jelasnya. Ketika ditanya mengenai
kompensasi yang akan didapatkan para korban kekerasan, Mangkoedilaga
mengatakan bahwa pemerintah Timor Leste telah menegaskan tidak akan ada
kompensasi.
KKP yang dibentuk atas kesepakatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
Presiden Timor Leste Xanana Gusmao pada 11 Agustus 2005, mengagendakan lima
kali dengar pendapat untuk mengungkap kebenaran akhir dan memperkokoh
persahabatan.
Kegiatan pertama digelar di Denpasar 19-20 Februari, dengan menghadirkan antara
lain mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Duta Besar Indonesia untuk Portugal
Fransisco Lopez da Cruz. Selanjutnya kegiatan kedua pada 26-30 Maret 2007.
Sedangkan pertemuan ketiga, keempat dan kelima masing-masing pada bulan April,
Mei dan Juni 2007 dengan tempat pelaksanaan akan ditentukan kemudian. (novan
dwi putranto/ayu/ant)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|