SINAR HARAPAN, Selasa, 27 Maret 2007
Siapa Sangka Choirul yang Ramah Terlibat Terorisme?
Oleh Chusnun Hadi
SURABAYA – Sebuah rumah petak berukuran 4 x 5 meter di Simo Gunung Baru
Jaya III/74, Surabaya, menjadi perhatian banyak pihak. Di rumah tersebut, tinggal
Ahmad Sachrul Umam alias Choirul alias Irul (24). Choirul, Senin (26/3) pagi,
ditangkap melalui suatu penggerebekan tim Detasemen Khusus (Densus) 88
Antiteror.
Selain Irul, di rumah tersebut juga tinggal kedua orangtuanya, yakni Amir Slamet (52)
yang bekerja sebagai sopir angkot dan Suharti (45), juga kedua adik Irul, Taufik dan
Zainul. Di depan rumah mereka terdapat sebuah meja yang sehari-hari digunakan oleh
Suharti (ibu Irul) untuk berjualan gorengan dan es sirup. Di atas rumah mereka
terdapat sarang burung yang dalamnya terdapat puluhan burung merpati.
Penggerebekan yang dilakukan oleh Densus 88 ini benar-benar mengagetkan warga
sekitar. Mereka tidak mengira, Irul yang sehari-harinya bekerja di pabrik helm di
kawasan Tandes, Surabaya Barat, ternyata menyimpan berbagai peralatan bahan
peledak.
Mereka bahkan tidak percaya, Irul yang dalam perilakunya sehari-hari sebagai anak
pendiam dan ramah itu ternyata diduga sebagai salah satu anggota jaringan terorisme
di Indonesia.
"Saya tidak percaya kalau Irul terlibat dalam jaringan terorisme. Dia itu anak yang
ramah, pendiam, dan jarang ke luar rumah," kata Suwari, salah seorang tetangga Irul
yang tinggal tepat di depan rumah keluarga Amir Slamet.
Saat SH datang di rumah tersebut, pintu maupun jendela terkunci rapat. Saat diketuk
pun, tidak ada satu pun anggota keluarga di dalam yang menyahut. Dari penjelasan
tetangganya, penggerebekan yang dilakukan Senin pagi itu membuat keluarganya
shock. "Yang saya lihat, Irul dan ayahnya (Amir Slamet) dibawa ke kantor polisi,
sedangkan ibu dan kedua adiknya ada di dalam rumah. Saat penggerebekan
berlangsung, ibunya sempat pingsan karena shock," tambah Suwari.
Menurut Risma, tetangga lainnya, Irul tinggal di rumah tersebut saat dia sudah
menginjak remaja. Sebelumnya, keluarga tersebut tinggal di kawasan Dupak,
Surabaya Utara.
"Sejak remaja, dia itu baik, tidak pernah menyusahkan orangtuanya. Bahkan dia
sudah bekerja dan membantu membiayai adiknya yang kini masih duduk di bangku
SD," kata Risma.
Hanya saja, lanjutnya, saat dia menginjak dewasa, hidup Irul mulai tertutup. "Tetapi
kami menduga Irul capek, karena kerjanya berangkat pagi dan pulangnya malam,"
jelasnya.
Hanya sesekali ia melihat Irul mengikuti salat berjamaah di Masjid Al Kautsar, sekitar
seratus meter utara rumahnya. Dari sisi penampilan, Irul juga tidak terlihat sebagai
seorang teroris. "Cara berpakaiannya biasa-biasa saja, tidak ada yang eksklusif,"
tambahnya.
saat Irul ditangkap, warga bahkan tidak menduga bahwa penangkapan tersebut terkait
dengan dugaan jaringan terorisme. "Saya lihat saat Irul digelandang, kepalanya
ditutup dengan jaket motif garis-garis. Ada sekitar sepuluh polisi pakaian sipil dan
seragam membawa Irul masuk mobil, dan membawa beberapa kardus yang ada
kabel-kabelnya," kata Suwari.
Informasi soal rencana penggerebekan tersebut sebenarnya sudah diterima oleh
Ketua RW 14 Simo Gunung, Siti Muzamah, sejak Minggu (25/3) malam. Siti
mengaku dihubungi petugas dari Bina Mitra Polresta Surabaya Selatan.
"Saat itu, petugas menghubungi saya, menyatakan ada warga saya yang bermasalah
dengan aparat hukum dan akan ditangkap. Tetapi petugas tidak menyebutkan siapa
nama warga yang dianggap bermasalah tersebut. Begitu juga masalahnya apa dan
alamatnya mana, tidak disebutkan secara perinci," jelas Siti.
Pengintaian
Kapolresta Surabaya Selatan AKBP Hery Dahana menegaskan sebenarnya tim
Densus 88 sudah mengintai sekitar rumah Irul sejak Jumat (23/3) lalu yang
merupakan pengembangan dari penangkapan anggota jaringan sebelumnya.
Pengintaian intensif dilakukan sejak Senin dini hari, dan sekitar pukul 08.00 dilakukan
penyergapan.
"Penyergapan tersebut dilakukan bersama tim geledah. Setelah dilakukan
penggeledahan atas rumah tersebut, akhirnya ditemukan beberapa bahan peledak
dan rangkaian bom," kata Hery Dahana, saat dikonfirmasi SH Senin petang. Ia
menegaskan penyergapan dilakukan oleh tim Densus 88, sedangkan posisi anggota
Polresta Surabaya Selatan hanya bersifat koordinasi di bawah satuan wilayah
(satwil).
Dari barang bukti yang diamankan di antaranya terdapat 20 unit detonator, sebuah tas
berwarna hitam yang diduga berisi rangkaian bom siap ledak, potasium klorat
sebanyak 13 kg, bahan low explosive sekitar 1,5 kg, dan bahan peledak jenis TNT
sebanyak 12,5 kg, serta beberapa gulung kabel. "Tim Densus 88 juga menyita
beberapa buku agenda, yang diduga sebagai buku panduan yang berkaitan dengan
aktivitas mereka," jelasnya. (*)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|