Siwalima, 05 Maret 2007
Katanggisang Angka Kemiskinan 33,63% di Maluku
Victor Manuhutu
By the time you have the right answers, no one is asking you questions. (Frederik
Kuamor)
Otohilo sena pulang bale poris-rumah basar parsis orang senu. Skali-skali antua cabu
rambu lalu tatawa sandiri meski sondor ada tonel gili-gili hati.
Otohilo skrek sampe aer mulu malele tagal Angka Kemiskinan Maluku berdasarkan
Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) cuma sebesar 33,63% (423,8 ribu jiwa),
Siwalima (2/3). Laeng kata yaitu orang yang tergolong bukan miskin alias yang
mampu turunan sagandong deng orang kaya sebesar 66,37%. Hebat to? Simsalabim
seng mustajab tatikang ular bisa.
Maar kalo lia data par dapa Bantuan Langsung Tunai (BLT) orang kasiang sebesar
62,07%. Akang biking Otohilo pung testa takoro tagal bapikir seng abis-abis. Alasan
yang mengikuti perbedaan tersebut menurut kepala BPS Maluku adalah tidak murni
mencerminkan angka kemiskinan karena dikaitkan dengan penerimaan bantuan.
Alasan ini cukup cerdas untuk mencocokan hidung orang dengan akal satetok seperti
beta deng Otohilo.
Dua data diatas mangapa kong beda? Tantu tagal akang pung smusis sadiki laeng,
deng, akang pung tali tong seng sama. Otohilo uru kumis molai mangarti. Tagantong
par sapa yang inging biking layang-layang jenis pari ka jenis badang dua, la dia musti
biking tali tong sandiri-sandiri.
Tali tong alias syarat par taru Angka Kemiskinan di akang dunya Indonesia ni,
terutama di Ambon, tali tong rakyat kasiang deng tali tong rakyat miskin akang beda?
Tagal beda maka muncullah angka-angka kemiskinan yang membingungkan rakyat
banyak. Rakyat kasiang versus rakyat miskin seng sama? Yang sama yaitu dong
sama-sama cake kasbi rabus deng kalapa sisi.
Orang-orang Basar biking angka kemiskinan di Maluku naik turun sama deng anana
ucing barmaeng talucu lombar pinang di alor, talucu turung-lari nae. Kalo di Haria
sama deng anana tumbu hotu di aer masing biru. Maka apa terjadi kemarin, hari ini
dan besok oleh para pejabat yang gemar memainkan data-data kemiskinan,
tergantung apa maunya, apa kehendaknya dan apa kepentingannya.
Data hingga akhir tahun 2006 dari media lokal serta data yang bersileweran di
internet, membuat beta meragukan keakuratan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) yang menghasilkan kemiskinan sebesar 33,63% di Maluku.
Dari media lokal dalam beberapa tahun terakhir beta mengikuti history arah
perkembangan grafik kemiskinan di Maluku. Angkanya bergerak hotu mulai tahun
2004 dari 49% menuju 51,19%. Dalam rapat koordinasi Program Pemberdayaan
Masyarakat pertengahan September 2005 terkuak angka kemiskinan Maluku 59,15%.
Dari Seminar Membangun Komitmen dalam Rangka Percepatan Pembangunan
Kesejahteraan Rakyat yang dilaksanakan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Maluku di Ambon, 28 Juli 2006, Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat (BPM) Maluku Hanni Ohorella menyebutkan angka kemiskinan di Maluku
mencapai 61 %. Angka tersebut sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku
saat itu, demikian Ohorella.
Di harian Kompas (15/2/2007), Gubernur Maluku berbicara tentang angka kemiskinan
di Maluku sebesar 59,15 % dan program pengentasannya disiapkan dana sebesar Rp
164 milyar. Sementara itu di harian yang sama seminggu sebelumnya, Kompas
(7/2/2007), diberitakan bahwa Tammat R Talaohu, Manajer Penelitian dan
Pengembangan Lingkar Studi untuk Demokrasi Lokal (Indec), Selasa (6/2),
mengatakan, jumlah penduduk miskin di Maluku pada tahun 2004 tercatat 40,6
persen (518.462 jiwa). Pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin itu meningkat
menjadi 59,6 persen dan pada tahun 2006 menjadi 61 persen (793.000 jiwa).
Ternyata Gubernur Maluku menggunakan data 59,15% hasil dari rapat koordinasi
Program Pemberdayaan Masyarakat pertengahan September 2005.
Peningkatan kemiskinan tahun 2004-2005 sebesar19%, sedang tahun 2005-2006
sebesar 1,4%. Kong, skrek bagini angka kemiskinan talucu sampe 33,63% laksana
dudu gonceng di lombar pinang Onggo lalu talucu dalang tuber alor. Masuk akal?
Adakah sinkronisasi informasi antara kantor Gubernur dengan kantor BPS Maluku
sehingga harian sebesar Kompas bisa mengutip hal yang salah? Pakatang apa yang
dong pake sampe angka kemiskinan bisa talucu sampe jauh bagitu? Perbedaan
angka 61% (data terakhir versi Hanni Ohorella dan Talaohu) ke 33,63% (data
Susenas) adalah 27,37%. Perbedaan angka ini luar biasa alias sangat curam ibarat
katorang rame-rame tita tuber iko kusu. Ini yang membuat Otohilo katanggisang di
tengah hari padis!
Pertanyaan yang mungkin timbul yakni parameter-parameter apakah yang dipakai
untuk menerangkan angka kemiskinan makin menurun sementara itu daya beli
masyarakat justru maraya slep poro? Adakah industri perikanan dan industri 'kondom'
sudah beroperasi tahun-tahun belakangan di Maluku serta mampu menyerap
angkatan kerja di masyarakat kita? Adakah korelasi antara kenaikan pecandu minum
sopi dengan penurunan angka kemiskinan terakhir ini?
Keraguan beta justifikasinya sederhana saja yaitu beta kini mengoperasikan 3 buah
motor ikan. Dalam satu tahun terakhir ini hasil perikanannya seret bahkan
tendensinya menurun. Apa artinya? Artinya ada sekitar 100 orang masnait
kehidupannya dalam satu tahun terakhir menjadi babak belur. Dengan keseluruhan
anggota keluarga yang menjadi tanggungan, diambil angka rata-rata, berjumlah 400
orang maka semuanya ikut prihatin dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Indikator sederhana kisah masnait motor ikan diatas, membuat beta sangat sukar
untuk menerima penurunan angka kemiskinan sedemikian curam dalam tempo yang
begitu singkat. Mengapa nelayan yang dijadikan indikator? Tagal lebih dari setengah
penduduk Maluku adalah masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya di laut.
Petugas survey yang mendata ke rumah beta mengatakan bahwa keluarga beta
dipilih setelah mempertimbangkan data-data yang diberikan sebelumnya. Beta heran
bin mengong dengan methoda random untuk mewakili suatu area atau suatu
kelompok masyarakat. Heran ya, orang yang duduk dibelakang meja menentukan
sebuah rumah mewakili suatu kelompok masyarakat yang ekonominya pas-pasan.
Masih banyak pertanyaan yang mengungkapkan keheranan beta akibat penurunan
angka kemiskinan di Maluku yang begitu drastis, yang mungkin disebabkan pakatang
'tita tuber pica miskin' tersebut. Methoda, cara dan teknik wawancara serta
kemampuan petugas dilapangan sangat menentukan hasil akhir survey.
Angka 33,63% adalah pemaksaan pengakuan secara terselubung bahwa progam
pengentasan kemiskinan berhasil baik di Maluku. Disisi lain Gubernur Ralahalo
mengatakan dengan terus terang bahwa angka kemiskinan di Maluku terus
meningkat, padahal anggaran pengentasan warga dari kemiskinan cukup besar. Hal
ini diduga akibat program pengentasan warga dari kemiskinan tidak terpadu. Karena
itu, pada tahun 2007 dan seterusnya, kata Ralahalu, program tersebut harus
dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi, Kompas (15/2/2007).
History kemiskinan dari taong ka taong kian hotu, skrek bagini talucu sondor pung
rem sampe di tuber deng angka 33,63%, tantu biking orang sakampong bingong.
Laeng bisi-bisi par laeng la dong bilang ini tanda apa lai, kalo seng jadi berkat berarti
pikol masoso. Frederik Kuamor bilang diatas bahwa kalo ale punya jawaban su batul,
tantu seng ada lai orang yang suka par batanya. Artinya juga, kalo ale pung justifikasi
yang maso di testa tentang angka kemiskinan maka samua orang akan cup-cup-cup,
seng ada yang komentar.
Kesimpulannya, angka kemiskinan 33,63% adalah pembodohan masyarakat Maluku.
Harry Sinclair Lewis bilang terkutuklah masyarakat yang mengizinkan kemiskinan
maka Otohilo pasti basaro bilang; tahang ale, skang tete moyang ramas tagal pake
tingkat kemiskinan tumbu hotu parsis anana barmaeng yoyo turun nae-turun nae par
kepentingan politis.
Jadi, mari bersama Gubernur Ralahalo katorang Hiti-Hala menurunkan kemiskinan di
masyarakat Maluku tetapi bukan dengan cara memanipulasi angka-angka
kemiskinanan untuk sekedar menyenangkan hati. Mena!
Copyright © Siwalima Ambon
|